Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hijab sebagai Bagian dari Budaya dan Identitas Indonesia, Bagaimanakah Tanggapan Orang Korea?

4 September 2023   09:06 Diperbarui: 4 September 2023   14:55 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku Wanita Indonesia berhijab. Hijab telah menjadi bagian dari identitasku, sebagai Aku yang dikenal orang lain. Meskipun belum sepenuhnya istiqomah berhijab, tapi sejauh ini masih berusaha berhijab dalam setiap aktivitas di luar rumah.

Bulan Agustus 2023, tepat 1 tahun aku tinggal di Korea untuk misi Pendidikan. “Bagaimana rasanya tinggal di Korea?”, begitulah pertanyaan yang sering diajukan kawan-kawan dari tanah air saat ada kesempatan saling sapa di media sosial. Tapi karena komunikasi melalui pesan tertulis, jadi aku harus menjawab singkat dan sekenanya. Jawaban tidak boleh mengandung nilai negatif karena itu tidak baik, juga jawaban mesti mewakili yang ingin ku ceritakan. “Korea seperti surga dunia. Aku belum ingin pulang”, Jawabku nyengir.

Jadi maksudnya selama tinggal di Korea tidak pernah mendapati masalah?

Dan Korea ternyata tidak seburuk yang orang-orang ceritakan?

Jujur aku berharap teman-temanku bertanya lagi minimal 2 (dua) hal diatas.  Tapi ternyata tidak ada, maka aku yang akan bercerita dengan senang hati. (Haha)

Jauh sebelum keberangkatan pun, isu tidak menyenangkan tentang Korea sudah ramai ku dengar.  Seiring dengan ketertarikan orang-orang terhadap K-pop dan Drama Korea. Hati-hati dengan rasisme warna kulit di Korea. Orang Korea tidak begitu respek loh sama orang Asia Tenggara. Korea bukan negara muslim, jadi mereka akan memandang aneh orang berhijab. Orang Korea tidak berbicara Bahasa Inggris, jadi harus belajar Bahasa Korea dulu sebelum kesana. Orang Korea tidak peduli dengan masalah yang dihadapi orang di sekitar mereka, jadi harus bisa jaga diri sendiri selama disana.

Dan masih banyak lagi konten buruk lain yang endingnya menipiskan minatku untuk mengejar beasiswa ke Korea. Tapi untungnya aku tipe orang skeptis. Aku memilih menyimpan itu sebagai informasi saja. Aku ingin mengalaminya sendiri untuk mengetahui kebenarannya, baru aku akan mengambil sikap (percaya).

Dan dari semua informasi yang beredar itu, “isu hijab” tercetak paling tebal di memoriku. Ada sedikit rasa percaya yang tertanam, yang ujung-ujungnya membuatku kuatir sekaligus kecewa. Mengapa harus ada jarak diantara Kita sih, wahai Korea? Cinta kita bertepuk sebelah tangan nih. Memang kenapa dengan hijab? Toh hijab bisa melindungi kepala kita dari sengatan musim panas dan musim dingin ekstrim akhir-akhir ini, seperti yang kalian pakai saat olahraga di pinggir sungai belakang asramaku di Seoul, kan? Aku ingat betul beberapa dari kalian memakai tudung kepala yang terbalut rapat menyerupai cadar.

Lalu juga mengenai perbedaan warna kulit. Memang kenapa dengan warna kulit orang Asia Tenggara yang kuning kecoklatan ini? Memang sih, warna kulit putih kalian lebih indah dipandang mata. Tapi itu semata-mata hanyalah privilege saja. Coba deh, kalian juga rasakan tinggal di wilayah Indonesia yang pinggir Pantai. Tinggallah disana selama 28 tahun, maka warna kulit kita insha Allah bakal sama. Heran deh. Kenapa harus ada ketidak-sukaan di dunia ini hanya karena faktor seleksi alam.

Begitulah kira-kira yang ingin kusampaikan kepada orang-orang Korea, terkhusus bagi mereka yang (apabila ada) dengan terang-terangan bersikap negatif atas perbedaan mereka dengan kita. Sebab aku telah membuktikan tidak semua orang Korea begitu. Setiap kali aku berjalan kaki, dan akan berpapasan dengan mereka, aku berusaha memandang wajah mereka dengan memasang senyuman. Ternyata lebih banyak dari mereka yang menyambut baik. Mereka memandangku kembali dengan senyuman sekaligus membungkukkan sedikit kepala persis seperti gestur yang kulakukan.

Ahjumma dan Ajusshi keduanya sama saja, (kecuali yang kelihatannya mereka teman sebayaku cewek dan cowok. Aku hampir tidak pernah sejauh ini menyapa mereka seperti yang kulakukan kepada Ahjumma dan Ajusshi. Aku tidak mau kecewa karena tidak direspon balik oleh mbak-mbak Korea. Dan kepada mas-mas ganteng korea, maaf aku takut jatuh cinta). Lalu adakah yang tidak menyambut baik? Ada dong. Jadinya aku senyam-senyum sendiri sama angin.

Terkadang juga, Ahjumma-Ahjusshi tidak segan mengajakku bicara dengan kecepatan tinggi yang membuat aku keteteran memahami maksud mereka. Yang sampai saat ini masih aku ingat kebaikan mereka adalah, aku dan temanku pernah pulang dari pasar terjebak hujan. Lalu kami berdua berteduh di depan sebuah toko. Dan tidak menyangka Ahjussi pemilik toko meminjami kami 2 payung. Terimakasih banyak Ahjussi!

Satu lagi, waktu itu peralihan dari musim gugur ke musim dingin. Kami bertiga yang masih belum menguasi situasi lapangan malam itu, pergi ke luar tanpa pakaian hangat. Masih ingat, tangan kami memerah serasa memegang bongkahan es batu besar dari kulkas. 

Tidak dinyana, muncul 2 Ahjumma dari belakang kami. Mungkin mereka amat peka melihat kami yang saling memasukkan tangan ke dalam saku, satu sama lain, berbagi kehangatan. Kami benar-benar menggigil. Dan tidak dinyana juga, salah satu Ahjumma memberikan kami 2 (dua) hotpack (=kantung persegi, di dalamnya terdapat butiran-butiran seperti pasir. Hotpack akan mengeluarkan panas jika diremas dan akan bertahan selama 3-4 jam). Huhuhu, terharu.

Ya, jadi teman-teman. Sebenarnya aku ingin bercerita bahwa semua penilaian negatif orang-orang yang kudengar sebelum keberangkatan (diatas) itu benar.

Orang korea rasis terhadap orang Asia Tenggara? Sementara ini jawabanku, iya benar. Kemarin banget, aku berbincang dengan teman asrama cewek dari Vietnam. Dia mahasiswa S1 semester akhir di Universitas kota Busan yang sama denganku dan artinya dia telah 3,5 tahun belajar sekelas dengan Orang Korea. Ini kali kedua aku mendengar cerita dari teman Vietnam bahwa selama kuliah sekelas dengan orang Korea, orang Korea tersebut tidak begitu ingin dekat dengan orang asing. 

Menjalin pertemanan dengan mereka amat sulit karena mereka lebih suka bergerombol dengan sesama orang Korea, kecuali untuk proyek tugas kelompok. Tapi sebaliknya, Orang Korea terlihat memiliki tendensi untuk senang berteman dengan orang-orang dari Negara Eropa dan Amerika, katanya.

Orang Korea memandang aneh orang berhijab? Jawabannya juga iya. Ini pengalaman pribadi yang tidak mungkin Aku lupa seumur hidup. Beberapa bulan lalu, aku potong rambut. Aku sangat excited karena bakal merasakan bagaimana untuk pertama kalinya potong rambut di Salon Korea. Kalau melihat gaya rambut muda-mudi Korea yang keren, aku jadi tidak memerdulikan seberapa mahal biayanya dibandingkan di kampung halaman. Untuk sebuah pengalaman dan hasil yang bagus, aku tidak akan perhitungan. Tapi, siapa yang mengangka bahwa aku malah mendapat penolakan dari bebarapa salon yang aku datangi.

Aku datang bersama seorang temanku yang juga berhijab. Kami juga datang dengan Bahasa Korea yang sudah cukup baik untuk memahami apa yang mereka katakan. Tapi 2 (dua) salon yang kami datangi menolak. Salon pertama, menolak dengan alasan itu hanya untuk Pria. Oke, kami bisa menerima itu, sebab yang bertugas memang seorang laki-laki, lalu kami pergi darisana dan mencari salon khusus Wanita. 1x ditolak, tidak masalah bukan? 

Kami merasa ada yang tidak beres Ketika kami juga mendapat penolakan dari salon ke-2 yang kami datangi. Jawaban mbak salonnya hanya “an dwae yo (=ngak bisa)”, tanpa alasan. Padahal salon itu buka dan sedang melayani seorang pelanggan. Bagaimana kami tidak bertanya-tanya?

Saat itu pukul 2 siang. Cuacanya sangat panas tidak biasanya. Ditambah panasnya hati ini karena menyimpan tanya yang tak tahu cara mencari jawaban, maka kami memutuskan untuk menuju salon ke-3 yang berlokasi paling dekat dengan asrama, sekalian pulang. Dan kami telah membuat rencana untuk menanyakan alasan apabila kami mendapat penolakan lagi. Tapi sayang, salon itu tutup. Maka kami memutuskan langsung pulang ke asrama dengan perasaan yang tidak jelas.

Orang korea tidak berbicara Bahasa inggris? Benar. Dalam komunikasi lingkup non-akademik, jangan berharap bisa praktik Bahasa Inggris dengan orang Korea, kecuali mereka yang memulai mengajak bicara kita dengan Bahasa Inggris. Alasannya, salah satu yang ku dengar mereka malu bila salah, oleh karenanya memilih untuk tidak menggunakan Bahasa Inggris.

Orang Korea tidak peduli dengan masalah yang dihadapi orang di sekitar mereka? Aku pernah menonton video ini https://vt.tiktok.com/ZSLvr7G5Q/ versi realnya, bukan versi headline berita. Yang ada dibenakku, mengapa orang-orang di sekitar hanya menjadi penonton dan tidak berbuat apa-apa untuk melerai pertengkaran dua pemuda korea itu? Memang kalau tidak ingin ikut terluka, diam saja dan tidak ikut campur adalah sikap yang paling aman. Tapi bukankah lebih baik ikut campur untuk melerai perkelahian? Maksudku, bukan hanya satu orang yang melerai, tapi kalau bersama-sama ikut menghentikan pertengkaran kan jauh lebih baik.

Selain ini, masih banyak sekali beredar beberapa video perkelahian sesama orang Korea di dalam Subway. Bisa dilihat di YouTube atau TikTok. Dan masih dengan respon yang sama, kebanyakan orang-orang disekitar terlihat tidak peduli, memilih memvideokan, atau takut lalu menghindar. Dan Aku sendiri sejauh ini, belum melihat kejadian ini secara langsung, jadi untuk jawaban menurut perspektifku belum ada. Kalau di Subway Indonesia bagaimanakah kalau ada kejadian yang sama? Di Kotaku tidak ada Subway, jadi bolehlah share pengalaman di komentar. (Terima kasih)

Aku masih meyakini bahwa orang Korea sama seperti orang Indonesia. Tidak bisa kita menilai kelakukan buruk beberapa orang sebagai representasi dari semua orang dalam satu negara. Mengapa aku mengatakan begitu? Sebab Dibalik sikap mereka yang suka memperhatikan aku sebagai hijaber, aku masih menemukan banyak orang-orang Korea yang baik hati, ramah, dan terbuka. Semua tergantung orangnya. Orang Indonesiapun tidak semuanya ramah, baik hati, dan sopan, bukan? Tergantung orangnya (2).  

Dengan semakin banyaknya orang Indonesia berhijab yang datang ke Korea untuk belajar maupun untuk berlibur, serta para turis hijaber lainnya yang datang dari seluruh penjuru dunia ke Korea, Aku meyakini bahwa orang Korea sudah mulai paham tentang Jilbab sebagai bagian dari identitas negara mayoritas muslim yang harus dihargai dan dihormati. Juga sebagai bentuk penghargaan terhadap keragaman manusia di dunia ini. Tak perlu merasa aneh mendapati pandangan mereka terhadap kita para hijaber, mungkin mereka hanya melihat hijab sebagai sesuatu yang kurang fashionable dibandingkan dengan pakaian-pakaian mereka yang lebih trendy. Biarkan saja.

Itukan menurut mereka kurang trendy, yang penting bagi kita yang pakai hijab merasa percaya diri dan merasa cantik. Dan yang paling penting lagi, hijaber tetap dihargai, diberikan ruang untuk beribadah, dan tidak ada bentuk rasisme terang-terangan yang mereka tunjukkan. Terutama bagi kita para pelajar, Kita hanya perlu sedikit strategi untuk bertahan hidup disini demi misi baik untuk kemajuan Tanah air kita.

Sekian,

Busan, 4 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun