Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Nur dan Bu Aini-1 (Di mana Ayam Jagoku?)

30 April 2021   13:22 Diperbarui: 30 April 2021   13:35 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration from Freepik.com 

Malam ini Pak Nur tidak sholat Tarawih ke masjid. Beliau masih dalam masa pemulihan setelah sakit Maghnya kambuh beberapa hari lalu. Sedangkan Istrinya, Bu Aini, tetap berangkat ke Masjid seperti biasanya, karena ada si anak yang bisa menjadi teman berjamaah Pak Nur di rumah.

Ceklek..., Darr!..., Klinting-Klinting-Klinting...

Suara yang sudah tidak asing lagi bagi Pak Nur dan anaknya. Itu Adalah suara pintu depan yang dibuka dari luar oleh seseorang dengan keras dan tidak santai.

Mereka tidak memiliki pemikiran buruk bahwa yang membuka pintu itu mungkin orang yang tidak mereka kenal. Mereka cukup tahu jam berapa saat ini, yang mana sudah waktunya para jamaah masjid bubar dari melaksanakan sholat Tarawih.

Satu langkah, dua langkah dari seseorang itu masuk, tapi tidak ada suara yang tercipta. Cukup aneh bila yang masuk adalah Istri dan Ibu mereka. Sebab mereka mengenal betul sosok Bu Aini dengan segala bentuk kebiasaannya. Salah satunya adalah ketika Bu Aini masuk rumah setelah bepergian dari manapun, beliau akan langsung memanggil nama salah satu keluarganya. Dan setelah ada yang menjawab, beliau akan langsung mengajaknya bicara walau dari kejauhan. Baik bertanya sesuatu hal maupun bercerita tentang hal unik yang baru ditemuinya. Merupakan kebiasaan unik dari seseorang yang bisa disebut suka berbicara, banyak bicara (communicative atau talkative).

“Mak!” Panggil si anak yang masih berada di ruang sholat untuk memastikan bahwa yang masuk baru saja benar Ibunya.

Satu detik sampai tiga detik belum ada jawaban. Setelah lima detik,..

"Pinjam HP, Nduk." Langkah si anak akhirnya terhenti yang awalnya ingin mengecek siapa yang baru masuk tadi. Kini dia sudah teryakinkan bahwa itu memang ibunya.

“Buat nyenter apa, Mak?” Tanya si anak yang sudah tahu fungsi dari HP bila yang meminjam adalah Ibunya.

“Aku seharian tidak melihat ayam Jagoku. Aku ingin mengeceknya sekarang juga. Awas saja bila nanti dia tidak berada ditempatnya. Jangan tanya minta apa kamu ya."

Pernyataan terakhir Bu Aini sudah jelas tertebak kalau beliau sedang emosi. Dengan sedikit mencerna apa yang dikatakan sang Ibu, kini dia tahu maksud dari ucapan Ibunya itu. Pak Nur masih diam saja.

“Tapi, Mak. Ini kan sudah malam. Dicari besok saja ya."

“Tidak! Aku ingin memastikannya sekarang juga. Kalau benar tidak ada, jangan tanya aku akan berbuat apa.”

"Tidak, Mak. Aku tidak mau meminjami. Besok saja mencarinya. Serem Mak nyari malam-malam." Si anak mencoba memberikan tanggapannya. Berharap Ibunya akan mendengarkan dan merubah keputusannya yang dianggap mengkhawatirkan itu.

"Tidak! $%$%$%$%$%$%."

Terdengar suara Bu Aini yang samar-samar. Ternyata beliau sudah berjalan menuju belakang rumah. Padahal Si anak masih belum mengambilkan HP yang dibutuhkan Bu Aini untuk membantu mencari Ayam Jagonya itu. Si anakpun tidak menyangka bahwa Ibunya akan tetap menjalankan keinginannya dan menjadi sepemberani itu keluar rumah sendirian malam hari tanpa penerangan.

"Tidak ada!!!!!!! Ayamku tidak ada ditempatnya!" Suara Bu Aini terdengar berteriak.

“Jangan dipinjami, Nduk”, Pak Nur yang dari tadi masih diam saja tidak bergeming dari tempat sholat akhirnya memberikan responnya. “Pulang-pulang sholat bukannya ngaji, malah nyari yang tidak-tidak!" Ucap Pak Nur kepada anaknya dengan santai dan hati-hati.

"Mencari yang tidak-tidak katamu? Ayamku kau apakan sampai tidak pulang? Pokoknya awas saja kalau malam ini tidak ketemu." Respon Bu Aini dengan cepat yang tidak disangka ternyata sudah masuk ke dalam rumah kembali.

“Kamu sudah mencarinya di bawah rak lama?” Tanya Pak Nur.

“Sudah! tapi tidak ada.” Jawab Bu Aini ketus.

“Berarti mungkin di dekat kandang bebek.”

“Tidak ada!”

“Kalau masih tidak ada berarti tidur bersama bebek. Kalau masih tidak ada lagi berarti ada di Pohon Pace (Mengkudu). Kalau tidak ada lagi berarti ada di atas pohon rambutan.” Jawab Pak Nur tetap dengan santainya padahal sudah jelas jawabannya kali ini berupa kelakar yang menurut Bu Aini tidak lucu.

Si anak hanya menyimak saja melihat konflik kedua orang tuanya itu. Konflik yang cukup sering terjadi. Karena saking seringnya, dia jadi merasa biasa dan menanggapi konflik orang tuanya sebagai konflik receh yang mengundang gelagat tawa. Dan Dia juga merasa sudah cukup dewasa untuk mengambil tindakan apa yang perlu dilakukan saat hal seperti ini terjadi.

Saat ini dia merasa suasana sudah berganti tegang. Melihat apa yang baru saja dilakukan Bu Aini, membuat si anak mengalah dan akhirnya mengambilkan HPnya untuk disetel mode pencahayaan.

Bu Aini langsung bergegas saja menuju ke belakang rumah untuk yang ke-dua kalinya setelah menerima HP yang telah tersetel mode penerangan. Beliau mencari ke semua posisi yang dia tahu dimana biasanya ayam Jagonya tidur dimalam hari. Juga ditempat-tempat yang sudah disebutkan oleh Pak Nur. Namun hasilnya nihil. Bu Aini tetap tidak bisa menemukan ayam jagonya.

"Besok kok ayamku tak cari lagi tidak ketemu, pokoknya aku ngamuk!" Kata Bu Aini memecah keheningan yang terjadi diantara Pak Nur dan Anaknya yang baru saja membahas apa yang sebetulnya terjadi dengan ayam jago yang diakui milik Bu Aini satu-satunya.

"Padahal dia sejak tadi sudah ngamuk!" Kata Pak Nur dengan nada paling rendah agar tidak terdengar oleh Bu Aini setelah melihat Bu Aini berjalan menjauh dari mereka sehabis menyerahkan kembali HP ke anaknya.

KEESOKAN HARINYA
To be continued…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun