“Tidak ada!”
“Kalau masih tidak ada berarti tidur bersama bebek. Kalau masih tidak ada lagi berarti ada di Pohon Pace (Mengkudu). Kalau tidak ada lagi berarti ada di atas pohon rambutan.” Jawab Pak Nur tetap dengan santainya padahal sudah jelas jawabannya kali ini berupa kelakar yang menurut Bu Aini tidak lucu.
Si anak hanya menyimak saja melihat konflik kedua orang tuanya itu. Konflik yang cukup sering terjadi. Karena saking seringnya, dia jadi merasa biasa dan menanggapi konflik orang tuanya sebagai konflik receh yang mengundang gelagat tawa. Dan Dia juga merasa sudah cukup dewasa untuk mengambil tindakan apa yang perlu dilakukan saat hal seperti ini terjadi.
Saat ini dia merasa suasana sudah berganti tegang. Melihat apa yang baru saja dilakukan Bu Aini, membuat si anak mengalah dan akhirnya mengambilkan HPnya untuk disetel mode pencahayaan.
Bu Aini langsung bergegas saja menuju ke belakang rumah untuk yang ke-dua kalinya setelah menerima HP yang telah tersetel mode penerangan. Beliau mencari ke semua posisi yang dia tahu dimana biasanya ayam Jagonya tidur dimalam hari. Juga ditempat-tempat yang sudah disebutkan oleh Pak Nur. Namun hasilnya nihil. Bu Aini tetap tidak bisa menemukan ayam jagonya.
"Besok kok ayamku tak cari lagi tidak ketemu, pokoknya aku ngamuk!" Kata Bu Aini memecah keheningan yang terjadi diantara Pak Nur dan Anaknya yang baru saja membahas apa yang sebetulnya terjadi dengan ayam jago yang diakui milik Bu Aini satu-satunya.
"Padahal dia sejak tadi sudah ngamuk!" Kata Pak Nur dengan nada paling rendah agar tidak terdengar oleh Bu Aini setelah melihat Bu Aini berjalan menjauh dari mereka sehabis menyerahkan kembali HP ke anaknya.
KEESOKAN HARINYA
To be continued…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H