“Iya, menurutku nyonya Putih cantik dan dia pantas mendapatkan kalung itu” jawab tikus terus jujur.
“Tapi bukankah selama ini semua binatang juga selalu memuji kecantikanku. Meski si Putih juga cantik, tapi kenapa kini si Putih yanglebih terpilih daripada aku?”Jawaban nyonya JIngga malah semakin sedih dan memelas menurut pandangan Tikus.
“Nyonya Jingga, apa kau sedih?”, Tikus lebih memilih menanyakan keadaan nyonya Jingga daripada meneruskan topik perbincangan mereka.
“Bukankah kalau dinilai dari keburukan sifat kami, aku dan Putih sama-sama egois, galak, culas, suka mencuri makanan manusia, dan suka menggangu binatang lain. Tapi kenapa harus Putih yang mendapatkan penghargaan itu?” Melas nyonya Jingga lagi.
“Tenanglah nyonya Jingga. Mungkin nyonya Putih ada kelebihan lain yang dinilai manusia lebih baik dari padamu. Seperti misalnya, kemarin aku dapat informasi kalau nyonya Putih telah berhasil mengusir gangguan si ular berbisa yang akan menyerang anak manusia” Jawab Tikus menenangkan.
“Ha. Benarkah? Jadi itu alasan penghargaan itu akan diberikan padanya? Hey tikus, bukankah itu hanya kesempatan yang kebetulan dia dapatkan yang dinilai luar biasa? Hanya begitu saja aku juga bisa. Semua kucingpun bisa mengusir binatang ganas sekelas ular dengan kuku tajam yang kami miliki. Bukan hanya si Putih saja," respon nyonya Jingga masih tidak terima.
“Aku tidak bisa yakin dengan itu nyonya Jingga. Tapi menurutku kerja keras nyonya Putih itu sangat patut dihargai," Jawab tikus mempertahankan penilaiannya.
Tanpa melanjutkan komentar, nyonya Jingga langsung mengejar Tikus jujur itu sampai dapat.
TAMAT
Pesan moral:
-Penilaian burukmu terhadap orang lain, belum tentu seburuk penilaian orang lain terhadapnya. Bisa saja atas kedengkianmu sendiri, membuatmu sulit menemukan kebaikan yang ada pada diri seseorang.
-Percuma kita mempengaruhi orang lain atas penilaian buruk kita terhadap sesuatu atau seseorang, sebelum orang lain itu menemukannya keburukan itu sendiri.