Kata orang, bahagia itu sederhana. Kita bisa merasa senang, hati tentram, pikiran kita terbebas dari hal-hal yang menyusahkan, dan merasa penuh cinta; itu semuanya bisa kita rasakan dengan mudah dengan cara yang paling sederhana.
Yup, setuju sekali dengan itu. Karena bahagia bisa diciptakan. Bahagia itu berada di dalam hati masing-masing individu. Aku bisa bahagia karena aku menciptakannya sendiri. Begitu pula kamu (juga) bisa bahagia apabila mau menciptakan kebahagiaan itu sendiri di dalam hatimu. Dengan cara apa? simpelnya yaitu dengan tetap bersyukur dan menjadi pribadi yang sederhana, menjadikan segala sesuatu tidak rumit, keinginan tidak muluk-muluk, selalu memperbaiki suasana hati (mood), dan selalu puas dengan apa yang telah kita kerjakan.
Bukankah kita memiliki standar bahagia yang berbeda-beda? Apabila kita ingin bahagia, maka target apapun yang telah dicapai, sikapilah dengan hati dan perasaan yang menyenangkan. Misalnya saja, sudah berhasil merilis satu artikel di K setelah melalui segala kegalauan yang muncul dari mulai menentukan judul sampai selesai,- -sikapilah dengan bahagia, tidak peduli tulisan kita akan dinilai menarik atau tidak menarik.
Misalnya lagi, bisa mendapatkan nilai tujuh puluh di mata pelajaran matematika, kita sikapi dengan perasaan bahagia dan tetap bersyukur, meskipun itu masih jauh sekali dari target nilai sempurna. Termasuk dalam list kebahagiaan yang tidak memulu tentang berhasil mencapai sesuatu, adalah tidak pernah mendengarkan komentar negatif orang lain terhadap diri kita.
Seharusnya kita bisa menganggapnya biasa saja. Meyakinkan dalam diri bahwa selagi kita masih hidup bermasyarakat, lingkungan yang bertahun-tahun kita telah hidup didalamnya, maka komentar orang-orang pasti akan selalu ada. Tergantung cara kita menyikapinya saja.
Hal ini jelas bahwa inti dari kebahagiaan yang sederhana itu adalah tergantung bagaimana kita menganggap itu sebuah kebahagiaan, atau sebaliknya, menyikapinya sebagai keruwetan. Memang kenyataannya kita tidak bisa memulu egois untuk mewujudkan kebahagiaan kita sendiri.
Tapi kita yang hidup ditengah-tengah masyarakat wajib bahkan secara tidak langsung juga dituntut untuk mewujudkan kebahagiaan orang lain. Orang lain artinya diluar diri kita sendiri. Siapa sajakah itu? Ada orang tua, keluarga besar yang mencintai kita, atasan dan kolega di perusahaan kita bekerja, serta orang lainnya lagi yang membutuhkan peran kita untuk mereka.
Tapi untuk mencapai kebahagiaan sempuna itu, kita harus dan wajib membahagiakan diri sendiri dulu, baru dapat membahagiakan orang lain. Ciptakan kebahagiaanmu sendiri, baru bisa kita mewujudkan kebahagiaan orang lain. Itu baru sempurna. Seperti yang dikatakan oleh Blogger sekaligus Influencer Pete Wiley dalam Blognya blockoflife,“The foundation of Happiness is bringing happiness to others by making ourselves happy first” (Landasan kebahagiaan adalah membawa kebahagiaan untuk orang lain dengan membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu).
"Berbagi kebahagiaan tidak harus dengan harta"
Berbicara mengenai berbagi kebahagiaan atau mewujudkan kebahagiaan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, saya percaya bahwa hal itu tidak harus dilakukan dengan HARTA. Kita tidak melulu harus Berbagi, Memberi, dan Menyantuni dengan takaran harta yang kita miliki.
Karena sejatinya yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidup bukan hanya material saja, tetapi ada kebutuhan jiwa atau spiritualitas yang juga perlu dipenuhi untuk mencapai kebahagiaannya sempurna. Yusa Aziz, Psikoterapis dari Sanggar Jiwa Bertumbuh mengatakan bahwa beberapa kasus bunuh diri kerap terjadi ketika seseorang mengalami masalah dengan jiwanya. Dia juga mengungkapkan bahwa banyak kliennya yang meski telah memiliki omset bisnis triliunan rupiah, tapi keluarganya berantakan dan dirinya tidak bahagia.
Harusnya ini cukup menjadi referensi penting bagi kita bahwa memang menjadi bahagia itu dimulai dari jiwa yang ada dalam diri kita, bukan dari harta yang sejatinya perlu kita cari dari luar.
Maka dari sinilah saya berpendapat bahwa Berbagi kebahagiaan tidak harus dengan harta. Memang harta sangat kita perlukan untuk memenuhi keinginan dalam hidup yang tidak ada batasnya ini. Dengan materi, kita bisa merasa senang. Akan tetapi materi bisa bersifat sementara dan bisa saja dengan cepat meninggalkan kita.
Maka dengan apa kita dapat mewujudkan kebahagiaan orang lain selain dengan harta?
Pernahkah berpikir membahagiakan orang lain dengan sebuah pengabdian yang diamanahkan kepada kita? Dimana pengabdian sendiri berarti sebuah pelayanan atau bantuan tanpa mengharapkan imbalan.
Bukankah pengabdian yang diamanahkan tersebut bernilai tanggung jawab untuk mewujudkan kepuasan lalu berakhir dengan kebahagiaan? Simplenya, ada hak yang telah kita terima, lalu ada saatnya kita perlu mewujudkan kebahagiaan yang diinginkan atau ditargetkan oleh orang-orang lain tersebut. Lalu siapakah orang lain tersebut? Tentu saja bisa kita mulai dari orang-orang yang paling dekat dengan kita saat ini. Misalnya:
- Mewujudkan kebahagiaan orang tua dan keluarga
Tidak bisa dinilai seberapa besar perjuangan kedua orang tua kita dan keluarga besar sehingga mereka pantas masuk dalam daftar pertama orang-orang yang patut kita beri pengabdian disaat kita sudah dewasa kini. Bahkan merekapun tidak pernah menakarnya apalagi menyebut seberapa banyak yang telah mereka berikan pada kita.
Saya ingin mengatakan bahwa mewujudkan kebahagiaan mereka dengan cara Berbagi, Memberi, dan Menyantuni dengan harta itu penting. Kalau kita memilikinya, itulah yang wajib kita berikan.
Namun memberi pengabdian berupa non-materil itu nomor satu dan lebih penting. Dengan cara apa? Kita harus menghormati mereka, menyayangi, melindungi, membantu meringankan beban, membantu menyelesaikan masalah, selalu ada untuk mereka, dan mengutamakan mereka diatas segalanya, kapanpun dan dimanapun. Singkatnya, mereka pantas mendapatkan separuh kebahagiaan yang kita miliki. Meskipun kita tahu bahwa mereka tidak pernah menyebutkannya juga tidak pernah menuntutnya.
Setahu saya, mereka hanya mengatakan begini disaat kita lahir. “ Jadilah anak yang sholih/sholihah. Berbaktilah kepada kedua orang tua. Bergunalah bagi nusa dan bangsa”. Sudah begitu saja. Lalu kita tumbuh dan menjadi siapa saja yang kita inginkan. Bahkan bagaimanapun keadaan kita pada saat ini, mereka tetaplah orang-orang pertama yang selalu berada disamping kita apapun yang terjadi. Dengan apalagi kita membalas mereka kalau buka dengan pengabdian yang sama tak terbatasnya?
- Mewujudkan kebahagiaan atasan/bos di tempat kerja.
Membahas perwujudan kebahagiaan bagi seorang atasan/bos di tempat kita bekerja, tentu saja jelas ini bukan dengan harta atau materi. Jelas juga bahwa disana kita sedang menjalankan peranan profesional, dimana kita menjual jasa (tenaga dan pikiran) dengan mendapatkan kompensasi yang telah ditetapkan. Maka, yang perlu kita lakukan adalah dengan menjalankan peranan kita, tugas dan kewajiban kita, sesuai porsi dan bidang yang diamatkan oleh perusahaan.
Secara umum, pertanggungjawaban kita dalam bekerja adalah kepada perusahaan. Namun kita memiliki orang lain di dalamnya yang kita sebut atasan/bos atau istilah lainnya lagi adalah karyawan manajerial (dalam perusahaan) yang peranannya adalah merealisasikan tujuan perusahaan melalui rencana dan kebijakan kerja yang diberikannya. Kita sebagai bawahannya, atau anak buahnya bertugas untuk melaksanakan rencana dan kebijakannya tersebut untuk mencapai tujuan dan target perusahaan.
Faktanya, semua pekerjaan yang kita lakukan di perusahaan diatur dengan kerja tim. Karena dilakukan atas kerja bersama, maka perlu sekali mendapatkan persetujuan banyak pihak, terutama atas kehendak dan persetujuan final dari atasan sebagai ketua tim. Dan sering kali standar ketercapaian target setiap orang itu berbeda-beda. Kadang kala kita menganggap apa yang kita kerjaan sudah yang terbaik atas usaha maksimal, namun menurut rekan kerja, itu perlu dilakukan perbaikan. Dan saat sudah sampai di ketua tim kerja, perlu lagi adanya perbaikan untuk kedua kalinya.
Maka supaya dalam bekerja tidak muncul banyak konflik, agar urusan cepat selesai, kita perlu menghargai dan menghormati pendapat atau keputusan orang lain, terutama keputusan atasan dan menganggapnya sebuah kebijakan terbaik. Bukankah atasan kita adalah penanggungjawab utama pekerjaan tim kepada perusahaan? Maka tidak salah apabila kita perlu menghormati segala keputusannya.
Suasana kerja yang minim konflik, akan memunculkan sebuah harmoni. Setelah munculnya harmoni, akan muncul kekompakan, etos kerja tinggi dari setiap anggota tim, lalu terlaksanalah program kerja sesuai yang direncanakan, lalu tercapailah tujuan perusahaan. Apabila tujuan perusahaan secara umum tercapai, maka atasan kita pasti akan bahagia.
Singkatnya yang perlu kita lakukan untuk mewujudkan kebahagiaan atasan adalah dengan melaksanakan pekerjaan dengan baik dan profesional, menghormati keputusannya, bekerja dengan semangat, kerja cerdas, serta memenuhi segala pekerjaan yang ditugaskan di kantor dengan penuh tanggung jawab. Sebuah disharmoni dalam pekerjaan tidak bisa kita pungkiri kemunculannya, namun setidaknya kita perlu melakukan sesuatu untuk meminimaliasir kemunculannya.
- Berguna bagi orang lain yang membutuhkan.
Saya percaya bahwa setiap dari kita pasti memiliki peranannya masing-masing. Ada keahlian yang kita miliki yang kebetulan sangat dibutuhkan oleh orang lain disekitar kita.
Misalnya seorang tukang kayu, yang terampil dalam produksi berbagai peralatan rumah tangga dari bahan kayu. Maka dengan keahlian itu, bisa digunakan untuk menyediakan stok peralatan rumah tangga yang dibutuhkan oleh masyarakat sehari-hari. Misalnya lagi, kita ahli dalam bahasa asing atau mata pelajaran anak-anak sekolah, maka mengapa tidak, kita bisa menggunakan keahlian kita itu untuk memberikan bimbingan belajar gratis kepada adik-adik yang membutuhkan.
Ya namanya juga pengabdian, membantu tanpa mengharapkan imbalan, maka kalau bisa kita benar-benar mengusahakan supaya daya guna kita terhadap orang lain itu lebih bernilai daripada sekedar materi. Seperti kata pak guru dulu masih inget sekali di mata pelajaran Aqidah Akhlak MTs, beliau mengatakan, “Apasih yang lebih berguna dari menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain”. Kalau kita memiliki keahlian yang sangat dibutuhkan orang lain, mengapa tidak untuk didayagunakan dalam rangka membahagiakan mereka. Saya sendiri juga masih belajar untuk hal ini. hehe
Kesimpulannya, berbagi kebahagiaan itu merupakan upaya untuk menyenangkan orang lain dan memudahkan urusannya. Apabila kita bisa membantu orang lain dengan harta, why not? Tetapi bila kita memiliki sesuatu yang lain yang memiliki daya guna yang sama bahkan lebih, maka mengapa tidak juga kita berikan.
Finally, terimakasih kepada JNE 3 Dekade Bahagia Bersama yang telah memberikan kesempatan untuk memaknai arti berbagi kebahagiaan selain daripada materi.
Sekian,
Jepara, 10 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H