Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Gaya Murah Mengikuti Tren Merawat Tanaman Hias ala Orang Jepara

24 Oktober 2020   07:57 Diperbarui: 24 Oktober 2020   20:10 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Setek batang Suji Hijau_Nihayatu Saadah

Tulisan ini sebetulnya sebagai bentuk ke-kepo-an saya terhadap "apakah tren merawat tanaman hias yang telah menjadi Topik Pilihan di K sejak bulan September lalu, itu sudah terjadi menyeluruh di seluruh wilayah Nusantara?" 

Sebelum Topik ini muncul di K, saya masih tenang-tenang saja. Saya kira itu masih terbatas jadi tren di kota sendiri. Namun karena sudah ada di K, saya jadi menganggap kalau ini sudah menyeluruh jadi tren di tanah air.

Benarkah?

Sambil kepo sambil juga berbagi cerita ya....

Di Jepara sendiri, tren merawat tanaman hias sudah dalam level top. Maksudnya, hampir menyeluruh saya telah menjumpai di setiap rumah penduduk pasti ada tanaman hiasnya. Tentu saja itu berbeda sekali ketika tren ini belum ada. Dari yang awalnya nihil tanaman sampai jadi ramai halaman rumahnya dengan tanaman hias. 

Dari yang ditanam di pot, sampai yang dibuatkan lahan tanam mini di samping kanan, atau kiri, atau di depan rumah. Dari yang didesain sederhana sampai yang terlihat seperti taman seribu bunga. 

Dari yang desainnya bak profesional sampai dengan amatiran. Sampai akhirnya menjadikan tanaman hias lahan bisnis, juga ada. Lengkap deh, semuanya ada.

Bermacam-macam jenis potpun digunakan. Ada dari bahan plastik (polybag atau pot tanaman yang terdesain berbagai bentuk dan warna pilihan), ada juga dari bahan kayu, sisa-sisa bahan rumah tangga (barang bekas), dari bahan semen, dan sebagainya. Pokoknya hampir tidak ada satupun rumah yang terlewat menyulap area rumahnya menjadi terlihat lebih hijau dengan hadirnya tanaman hias.

Belum dapat mendeteksi juga, kapan wabah hobi merawat tanaman hias ini sampai di Jepara. Siapa juga yang memulainya, sampai bisa meracuni 1,2 juta warga sekabupaten? (alah lebay). Kalau saya sendiri, mulai terkena wabah ini, sejak bulan April 2020. 

Saya masih ingat sekali, waktu itu adalah H-1 bulan Ramadhan. Tiba-tiba jadi semangat sekali berburu tanaman hias, dan sudah tidak sabar melihat halaman rumah teramaikan dengan berbagai macam tanaman hias. 

Melihat kondisi, saat itu halaman rumah memang sudah lama tidak terurus. Tanaman hias hanya seadanya saja. Setelah saya ingat-ingat kembali, ternyata tanaman hias yang sudah ada itu adalah hasil berkebunku saat kelas 6 SD, yang tidak pernah sekalipun saya berniat bin bermaksud menyiraminya. Itupun hasil minta benih dari teman sekelas dulu. Hahaha

Tren merawat tanaman hias ingin saya sebut juga sebagai demam bunga. Sebab, kalau ingin menyebut demam tanaman hias, jadi kepanjangan. Sepertinya lebih enak aja gitu menyebut bunga daripada tanaman hias. Meskipun tanaman hias mungkin lebih baku menurut EYD, dan meskipun juga tanaman yang disebut bunga itu tidak berbunga, hahaha...(Orang Jepara memang gitu).

Jadi sampai ingin saya sebut demam bunga, karena orang-orang berbondong-bondongnya adalah menanam tanaman bunga atau tanaman hias yang tidak berbunga, bukan tanaman pangan (sayuran atau buah-buahan). Tapi entah kalau saat ini sudah banyak yang beralih atau memperluas bertanamnya ke tanaman pangan. 

Mungkin seiring dengan berkembangnya waktu, tingkat kepuasaan setiap orang akan bertambah dalam hal tanam menanam. Sehingga bagaimanapun caranya, mereka akan berusaha sesuai yang mereka inginkan.

Kembali ke demam bunga, jadi orang-orang disekitar saya bahkan tidak segan memborong promo tanaman bunga yang dijajakan di pasar setiap hari pukul 07.00-11.00 WIB itu. Untuk perburuan pot-pot bunga juga begitu. Dapat dikatakan, setiap ke pasar yang dijadwalkan setidaknya minimal seminggu sekali itu harus tidak boleh ketinggalan membeli 1 pot. 

Kalau bisa malah pot-pot bunganya harus seragam untuk didesain di halaman rumah itu. Kalau sudah cocok dengan pot warna hitam, ya hitam semua. Kalau putih ya putih semua. Kalau polybag ya polybag semua. Atau kalau awalnya memakai pot hitam, lalu ingin berganti haluan jadi pot putih, maka yang hitam harus disingkirkan dengan penempatan yang paling pojok.

Kalau saya sih tim gado-gado. Pot apapun jadi deh, asalkan bungaku subur, itu sudah lebih dari cukup. hahaha

Sekarang yang berkaitan dengan judul tulisan ini, saya ingin sedikit membahas tentang kecenderungan orang-orang untuk menanam tanaman berbayar. Baik yang harganya murah maupun yang mahal. 

Saya melihat orang-orang disekitar saya itu terlampau boros sekali memenuhi halaman rumah mereka dengan tanaman-tanaman yang berbayar, bahkan yang mahal-mahal. 

Bukan kenapa-kenapa sih. Saya memahami sekali bahwa tujuan setiap orang untuk menekuni hobi sekaligus tren menanam ini adalah berbeda-beda. Karena sudah terlanjur terkena demam, jadi niatnya menanam juga tidak main-main. 

Apabila ada budgetnya, maka tidak akan segan-segan mengoleksi berbagai jenis tanaman yang terlihat unik dan cantik.
Halo Janda Bolong (Monstera Obliqua), apa kabar?

Untuk saya sendiri, demam bertanam tidak sampai sebegitunya. Bagi saya, asal rumah sudah terlihat cantik dengan kehadiran hijau-hijauan tanaman hias beserta bunga-bunga warni-warni yang mekar sebagai bonus, minimal halaman rumah tidak terlihat segersang dulu, mau ditanami tanaman hias apapun bagi saya itu sudah lebih dari cukup. 

Kebetulan saya dan 2 saudara perempuan saya, sama-sama sedang terkena demam bunga. Dan gaya kami adalah gaya murah sederhana yang penting sudah ada keramaian hijau-hijauan.

Berikut adalah gaya murah yang saya dan saudara terapkan:

1. Minta bunga ke tetangga/saudara. Tapi jangan minta semuanya ya. Tentu saja tetangga/saudara tidak selalu mempunyai koleksi bunga yang beraneka macam seperti yang kita mau dan juga tidak bisa semuanya kita minta. Penjual bungalah yang punya, hehe. 

Maksudnya begini. Bagi kita yang demam bunga dengan gaya murah, hendaknya bisa pintar-pintar memilih bunga mana yang sekiranya jarang dimiliki banyak orang. Atau sebelumnya kita sudah survei dulu, ke saudara atau tetangga, kira-kira mereka telah memiliki banyak stok bunga mana yang bisa kita minta. 

Nah, apabila sudah mendapat pandangan atau malah sudah mendapat bunga dari tetangga/saudara, maka kita tinggal membeli bunga lain yang terfavorit. Untuk harga tanaman hias, rata-rata di Jepara bertarif sekitar Rp 10.000,00. Kalau bunga mawar lebih murah, Rp 15.000,00 dapat dua pot polybag, ukuran kecil.

2. Teknik bertanam Setek. Ini adalah teknik reproduksi tanaman favorit kami karena praktiknya yang mudah, hemat tenaga, dan juga murah. Karena tujuan bertanam kami yang juga simpel dan murah, maka kami mencoba mencari-cari tanaman bunga mana yang sekiranya bisa dengan teknik setek. Baik itu setek batang, daun, maupun akar tanaman. Kalau tidak salah banyak sekali ya tanaman yang bisa diperbanyak dengan teknik setek.

Saat ini yang telah saya lakukan adalah dengan menerapkan setek batang pada tanaman, kalau tidak salah namanya, Suji hijau (Pleomele Angustifolia) dan Bunga Krokot(Portulaca). Serta setek akar untuk tanaman Lidah buaya (Aloe Vera). Caranya mudah sekali. Untuk setek batang, tinggal memotong batang tanaman yang agak tua batangnya dari tanaman induk, lalu ditanam kembali di pot/lahan tanam baru. 

Saya sarankan, untuk teknik stek yang lebih baik, bisa belajar dari ahlinya dulu untuk 2 tanaman ini. Karena sebetulnya yang telah saya lakukan itu tanpa bimbingan dari ahli alias tidak membaca referensi, sehingga yang sebenarnya teknik menanam itu mudah, jadi saya persulit sendiri. Hehe

Sedangkan untuk yang stek akar pada Aloe Vera, caranya dengan mengambil anakan tanaman yang telah tumbuh disekitar induknya, lalu menanamnya kembali ke pot/lahan tanam. Langkah selanjutnya tinggal rajin menyiraminya. Jangan lupa juga menggunakan tanah bernutrisi untuk tanaman, bisa pupuk kandang (organik), atau pupuk anorganik.

Gambar 1. Setek Batang Suji hijau

Dokpri. Setek batang Suji Hijau_Nihayatu Saadah
Dokpri. Setek batang Suji Hijau_Nihayatu Saadah
Gambar 2. Setek Batang Bunga Krokot
Dokpri. Setek Batang Bunga Krokot_Nihayatu Saadah
Dokpri. Setek Batang Bunga Krokot_Nihayatu Saadah
Gambar 3. Setek Akar Lidah Buaya
Dokpri. Stek Akar Lidah Buaya_Nihayatu Saadah
Dokpri. Stek Akar Lidah Buaya_Nihayatu Saadah
Bagaimana? istimewa bukan? Terbawa tren dengan cara yang mudah dan murah.

3. Membudayakan tanaman yang telah ada. Sepertinya diawal saya sudah mengatakan bahwa kebetulan sebelum mengikuti tren merawat tanaman hias, di rumah kami sudah ada satu dua tiga tanaman. 

Ada bunga melati (Jasminum), Lidah buaya, dan Suji hijau. Nah, teknik kami untuk memperbanyak stok tanaman adalah dengan membudayakan yang telah ada. 

Untuk Suji hijau, kami gunakan teknik stek batang sebagaimana cara diatas. Sedangkan untuk yang Aloe vera, kami gunakan teknik rajin menyirami induknya terlebih dahulu. Tidak lama kemudian, lidah buaya induk akan menumbuhkan banyak generasi baru dengan gaya tunasnya. Sebagamaina gambar diatas. 

Nah, setelah itu, anakan lidah buaya dipindahkan ke pot lain dengan teknik stek akar. Berdasarkan pengalaman, tanaman aloe vera ini  lebih cepat tumbuh apabila masih menempel di akar induknya. Jadi kita butuh bersabar apabila si anakan aloe vera tumbuh agak lambat setelah terpisah dari induknya.

4. Menggunakan pupuk kandang disekitar. Langsung saja saya tunjukkan salah satu tanaman hias di rumah saya yang berhasil membuat semua orang yang melihatnya terkagum-kagum dengan kesuburannya. Namanya Kuncup Merah (syzygium paniculatum).

Dokpri. Tanaman Kuncup Merah_Nihayatu Saadah
Dokpri. Tanaman Kuncup Merah_Nihayatu Saadah
Bisa dibandingkan antara Kuncup merah kiri dan kanan. Kebetulan yang sebelah kiri itu milih saudara saya yang menjadikannya terheran-heran, mengapa kuncup merahnya tidak berdaun lebat dan timbul daun kemerah-merahan sebagimana milik saya. Nah, itu adalah tanaman pertama yang saya tanam sejak terkena demam bunga. 

Saya menanamnya sejak ukurannya masih kecil hingga ia tumbuh sampai hari ini atau setelah 6 bulan lamanya. Ketika semua orang menanyakan bagaimana kuncup merah saya ini bisa seelok itu tumbuhnya, sedangkan milik mereka bahkan ada yang mati, ada juga yang sudah diberikan pupuk anorganik, tapi masih saja tumbuh semacam tidak terlihat kalau itu si kuncup merah. 

Lalu saya jawab apa adanya, kalau itu ditanam dengan gaya sederhana saja, tidak memerlukan biaya sepeserpun kecuali modal membeli tanaman. Karena potnya saat itu terlalu kacil, dengan ukuran tanaman yang bisa tumbuh sangat besar, maka saya langsung menyiapkan pot ukuran yang agak besar. 

Setelah itu, tanpa memisahkan akar tanaman dengan tanah aslinya dari beli tadi, saya timpa dengan pupuk kandang kotoran ayam. Bukan yang kotoran baru, namun kotoran lama yg hampir sudah berubah menjadi tanah. 

Lalu dengan rajin menyiraminya minimal 1x sehari, tidak perlu menambah pupuk anorganik apapun, hasilnya sudah cantik. Sedangkan milik saudara saya, dia mengatakan bahwa tanah yang digunakan adalah tanah organik bakaran kotoran kambing bercampur bakaran sampah.

Mungkin cukup dulu cerita saya tentang tren merawat tanaman hias ala kami.

Mudah mudahan kekepoan saya diatas tetap akan terjawab. Kalau benar seluruh Indonesia terkena demam bunga, maka artinya kita patut bangga telah sedikit menyumpang produksi oksigen di bumi ini.

Salam semangat,

Jepara, 24 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun