Disini, siapa yang sepakat bahwa kemampuan menulis itu penting?
Siapa juga yang sepakat bahwa kemampuan menulis itu tidak instan?Â
Dan siapa juga yang menyepakati bahwa menulis itu butuh waktu lama dan tidak mudah?
Pada intinya, saya menyepakati ketiganya. Saya yang memang masih dalam fase belajar menulis bagus, dengan struktur yang apik, dan enak dibaca, masih menjadikan menulis itu sebagai momok atau suatu aktivitas yang tidak mudah.Â
Saya menyadari betul bahwa bisa menulis itu penting. Namun saya juga menyadari bahwa ternyata menulis itu tidak semudah dan sesederhana itu prosesnya.
Bagi orang yang tidak berkecimpung didunia tulis menulis di dalam kegiatan sehari-harinya, menulis memang tidak akan menjadi daftar kemampuan dan keterampilan yang dirasa harus dimiliki dan dipelajari.Â
Merasa butuh saja tidak ada, apalagi rasa ingin mampu melakukannya dan mau melakukannya. Baru setelah merasa butuh, rasa penyesalanlah yang timbul, dan mulai saat itu juga diri akan berusaha keras untuk memperbaiki kesalahan dan mengejar ketertinggalan.
Dan inilah yang terjadi padaku. Baru sekitar 2 tahun terakhir, saya tersadarkan betapa pentingnya bisa menulis. Menulis yang bukan hanya sekedar untuk caption foto di status IG, bukan sekedar satu dua paragraph untuk perkenalan singkat di CV, tidak cukup hanya dengan bahasa gaul seperti di catatan harian/ tulisan diary.Â
Tapi, setelah masuk dunia kerja, saya benar-benar tersadarkan akan tuntutan bagi setiap generasi milenial (generasi zaman ini) untuk mampu membuat tulisan apapun sesuai kebutuhan. Tulisan yang lebih kompleks dari itu.
Memang, bila hanya tulisan sederhana yang tujuannya dicukupkan untuk memahamkan pembaca dengan bahasa sederhana, mungkin bisa. Setidaknya, untuk tulisan berbobot menengah, di bangku kuliah sudah dibiasakan menyusun makalah presentasi. Namun untuk tulisan yang lebih berbobot lagi dan kaya diksi, bagiku itu sebuah masalah besar.