Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Bila Nyatanya KKN Pandemi 'Memang' Kurang Efektif?

9 Agustus 2020   18:04 Diperbarui: 9 Agustus 2020   19:54 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mikir apa to?”

“KKN pandemi gini amat. Masa iya KKN dilaksanakan sendirian bukan berkelompok?” (Kita bicara panjang lebar mencari perbandingan KKN dulu dan KKN masa pandemi).

“Koq nggak enak banget ya mbk. Aku membayangkan segala sesuatunya akan terasa tidak maksimal bila dilakukan sendirian”.

Terus terang dia bingung dengan kegiatan wajib perkuliahan yang akan dilakoninya ini. Disatu sisi, saya menilai, tingkat kebingungan ini masih bersifat wajar. Mengingat KKN memang kegiatan cukup kompleks yang hanya sekali dilaksanakan selama pendidikan strata 1, dan bagi yang belum terbiasa dengan kegiatan sosial kemasyarakatan, pasti akan banyak menemukan kebingungan dan kesulitan.

Namun dilain sisi, saya juga menilai, bahwa kebingungan itu berada pada faktor kondisi pandemi yang membuat beberapa hal menjadi berbeda dari biasanya, atau bahkan saya pribadi berpendapat, KKN pandemi bisa akan jauh mencapai target, tujuan, dan manfaat yang seharusnya diperoleh oleh mahasiswa.

Berangkat dari curhatan kerabat saya itulah, serta praktik pengabdian yang telah berjalan beberapa hari sampai hari ini, saya ingin mengulas kemungkinan ketidakefektifan kegiatan KKN pandemi dalam kaitannya untuk pencapaian target/tujuan program sampai kepada sisi kemanfaatannya bagi mahasiswa.

Berikut adalah beberapa masalah yang tengah dihadapi mahasiswa dikaitkan dengan skema KKN yang dirancang di masa pandemi ini:

  1. Dilaksanakan individual. Cukup sedih mendengar ketika KKN pandemi harus dilaksanakan sendirian oleh mahasiswa. Selain tidak seperti KKN pada umumnya diwaktu normal, kita pasti bisa membayangkan apa yang terjadi dengan mahasiwa dengan langkah individualnya ini. Seperti sudah dikatakan di pembahasan sebelumnya, bahwa mengandalkan kerja sendiri akan hampir sulit dilakukan. Sedangkan dapat dipastikan, kerja bersama dapat memaksimalkan hasil yang ingin diperoleh.

Saya pribadi ikut merasakan kesulitan ini. Dapat dipastikan bahwa melakukannya sendirian akan menjadi faktor utama timbulnya masalah selanjutnya yang dipertimbangkan lebih ringan bila dilaksanakan secara berkelompok. Berkelompok akan menghadirkan kebersamaan. Kebersamaan akan menghadirkan kekompakan, gotong-royong, saling meringankan beban, ada nilai tanggung jawab yang saling menguatkan, ada nilai keberanian dalam sebuah kebersamaan, dan lain sebagainya.

Ada satu poin menarik dari KKN yang dilaksanakan berkelompok yang ingin saya tuliskan. Bukankah dalam KKN berkelompok juga ada makna memperluas jaringan sosial mahasiswa, terutama antar kelompoknya sendiri yang sebelumnya belum saling mengenal menjadi sangat mengenal. Bukankah ini jaringan pertemanan yang cukup bermakna (mungkin) untuk masa depannya yang dijalin oleh mahasiswa silang prodi dan fakultas? Apabila KKN didesain individual, bersiaplah mahasiswa tidak mendapatkan kesempatan berharga ini.

  1. Pergaulan masyarakat yang kurang maksimal. Memang, KKN yang dilaksanakan di tempat tinggalnya masing-masing cukup memudahkan mahsiswa di dalam berkoordinasi terkait urusan kegiatannya. Namun, Bisakah kita menjamin bahwa jangkauan pengabdian ini bisa meluas dan merata seperti yang kita bayangkan? Bagaimana bila langkah pergerakan pengabdian itu hanya terbatas dalam lingkungannya sendiri? Syukurlah bila bisa terjangkau untuk 1 RT. Bila ternyata 1 Rt pun tidak, bagaimana? Apakah sudah benar pengevaluasiannya untuk sejauh ini? Baik silahkan dikaji sendiri.
  2. Biaya program per-individu. Dikatakan di poin (1) sebelumnya, bahwa KKN berkelompok dapat menghadirkan sikap gotong royong, saling bahu membahu meringankan beban yang harus ditanggung. Jelas bila KKN pandemi dilaksanakan secara individual, maka berapakah anggaran yang harus dikeluarkan per-mahasiswa untuk memenuhi program kerjanya.

Berbicara mengenai anggaran memang agak sensitif. Bisa bersifat relatif antar mahasiswa dikarenakan latar belakang kemampuan keuangannya yang berbeda-beda. Namun bila sudah disinggung beratnya beban ini untuk mahasiswa, apakah akan dibiarkan saja? Ataukah semua pihak telah berpositif thinking bahwa mahasiswa mampu mendapatkan bantuan dana layaknya telah sukses mengajukan proposal kegiatan dari dana desa yang bisa dicairkan atau pihak lainnya? Akan lebih baik bila ini di cek kembali kepastiannya oleh para dosen pembimbing lapangan.

  1. Pembimbingan oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang non-tatap muka. Mahasiswa pelaksana KKN memang mampu bergerak sendiri untuk melaksanakan program kerjanya. Namun tetap saja, peran seorang DPL juga mampu memberi pengaruh besar terhadap segala pergerakan dan pengambilan keputusan mahasiswa.

Situasi pandemi yang mengakibatkan pembatasan sosial sehingga menuntut penggantian komunikasi antara DPL dengan mahasiswa harus melalui daring, juga dinilai kurang efektif. Dikatakan dalam laman Banten.idntimes.com (16/07/2020) seorang mahasiswa membagikan keluhannya terkait ini bahwa sosialisasi kegiatan berupa video yang di share-kan ke Youtube dinilai kurang mendetail serta berubah ubah. Tentu kita bisa membandingkan sendiri tingkat keefektifan komunikasi langsung dengan komunikasi tidak langsung tanpa harus berpikir panjang.

Itupun baru satu mahasiswa yang telah membagikan keluh kesahnya. Coba bila semua pihak mencoba membuka keluhan mahasiswa secara gamblang tanpa menutup-nutupinya.

  1. Tentang nilai Kemandirian. KKN individu memang otomatis bisa menjadikan mahasiswa mandiri, karena dia sedang dituntut bekerja sendiri sebagai beban melakukan tanggung jawabnya. Namun, apakah kemandirian ini juga sedang dipikirkan positif bila nyatanya mereka KKN di tempat tinggal sendiri yang dekat sekali dengan orang tuanya. Saya pribadi meragukan bila mereka benar-benar bisa melatih kemandirian mereka melalui skema KKN pandemi ini.
  2. KKN Online. KKN online didefinisikan sebagai pelaksanaan program kerja KKN yang dilaksanakan full daring. Para mahasiswa tidak bertemu langsung dengan masyarakat, juga tidak tinggal dengan masyarakat. Program kerja yang dirancang, semua akan dikerjakan dari tempat tinggal masing-masing. Mungkin juga termasuk komunikasi dengan kepala desa dan pihak masyarakat terkait, lainnya.

Memang, ada poin positif dan negatifnya dari skema KKN online ini. Disatu sisi, mahasiswa akan semakin dibiasakan dengan tatanan hidup digital atau serba online, mengingat abad 21 hampir menuntut semua orang untuk dapat melek teknologi. Namun bila kita melihat sisi lainnya, benarkah akan efektif suatu interaksi bila hanya cukup mengandalkan interaksi tidak langsungnya saja. Adakah yang sepakat bila interaksi tidak langsung tidak akan bisa menggantikan interaksi langsung? Lagi-lagi ini akan bersifat relatif, dan melihat kenyamanan dan kemudahan dari sudut pandang masing-masing orang.

Melihat poin-poin masalah diatas, saya jadi teringat dengan sebuah laman yang menuliskan judul seperti ini, “Apa yang bisa diperoleh dari mahasiswa saat KKN online? Tidak ada”, (Tirto.id, 05/07/2020). 

Artikel ini menyoroti beberapa poin masalah yang kurang lebih sama dengan yang saya sebutkan diatas, salah satunya yaitu tentang KKN online yang dinilai tidak akan mampu menggantikan KKN offline, baik itu dalam pelaksanaan program mahasiswa, interaksi antara DPL dengan mahasiswa, maupun interaksi mahasiswa dengan pihak desa.

Penutup

Memang, tidak ada yang mengharapkan pandemi Covid-19 datang ke tengah-tengah kita.  Makhluk tak kasap mata ini telah sukses mengobrak-abrik tatanan kehidupan kita diberbagai bidang. Namun tidak dipungkiri, semua pihak telah selalu berusaha yang terbaik untuk mencari solusi dari kesulitan global ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun