Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Kabar Normal Baru? Apa Kabar Generasi Z dan Alpha?

4 Juli 2020   15:43 Diperbarui: 4 Juli 2020   16:24 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
downloaded from https://www.instagram.com/p/CBS6lkLFlsg/?igshid=btubpp83lt54 

Apa kabar normal baru?

Sudahkah semua kembali normal dengan diterapkannya pola hidup baru ini?

--

Salah satu  catatan penting dari siaran Pers Kemendikbud pada webinar Senin (15/06/2020), oleh Bapak Menteri Nadiem Makarim, bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kemenko PMK, Kemenag, Kemenkes, Kemendagri, BNPB dan komisi X DPR RI, yang mengumumkan rencana penyusunan keputusan bersama empat kementrian tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19, adalah bahwa tahun ajaran baru 2020/2021 bagi pendidikan anak usia Dini (PAUD), SD, SMP, dan SMA tetap dimulai pada bulan Juli 2020. Namun daerah di zona kuning, orange, dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.  Syarat sekolah dapat menggelar pembelajaran tatap muka apabila sekolah terkait berada di kabupaten/kota berzona hijau, serta dalam pelaksanaannya harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah atau kantor wilayah/ Kantor Kementrian Agama.

Disini jelas bahwa sayang sekali ternyata penerapan aturan normal baru belum dapat menjamin segala urusan kita dapat dijalankan kembali sebagaimana sebelumnya, setelah sempat dihentikan selama masa karantina pandemi Covid-19. Dengan segala pertimbangan dan penyesuaikan keadaan, urusan penyelenggaraan pendidikan menjadi salah satu hal yang agak sulit untuk dilaksanakan kembali. Sebab dengan diberlakukannya aturan kebiasaan hidup baru atau normal baru ini, segala kegiatan yang ingin dipulihkan sangat perlu peninjauan dan pertimbangan matang dengan disesuaikan keadaan. Mengingat bahwa paparan Covid-19 masih mengancam, dan bahkan tidak dipungkiri aturan normal baru ini justru menambah angka paparan di daerah manapun di seluruh dunia. Dan perlu kita ingat kembali pula bahwa tujuan utama diterapkannya aturan normal baru ini adalah lebih untuk menyelamatkan kegoncangan ekonomi rakyat dan Negara yang disebabkankan oleh masa karantina pandemi.

Apa kabar kotamu?

Tidak terasa 1 bulan telah berlalu, kita menjalani pola hidup berdampingan dengan Covid-19 yang masih terus mengancam. Kalau boleh tahu, bagaimana keadaan kotamu? Masih sama, lebih baik, ataukah justru makin mengkhawatirkan? Harapannya, semoga kabar baik untuk semuanya, serta kepanikan di 3 bulan pertama kedatangan Covid-19, tidak ada lagi. Setidaknya kita bisa mengontrol kepanikan dan rasa takut menjadi sebuah energi positif, sehingga setelah energi positif itu terbentuk, kekebalan tubuh kita semakin meningkat, dan mampu melawan virus generasi Alpha ini.

Terang saja kotaku tidak baik-baik saja setelah normal baru. Sebagaimana telah menjadi kebijakan pemerintah untuk menerapkan aturan normal baru pada awal Juni 2020, kotaku yang saat itu masih berada di zona hijau alias zona aman, dengan senang hati kembali membuka akses pergerakan  urusan kehidupan dengan batas-batas aturan yang telah ditentukan pemerintah daerah dan provinsi. Sebagaimana juga yang menjadi prioritas penerapan normal baru, yaitu pada bidang ekonomi, kotaku juga telah siap membuka kembali sektor pergerakan perekonomiannya; pabrik-pabrik kembali beroperasi normal, pegawai negeri dan swasta telah diterapkan kerja dari kantor, pasar-pasar mulai ramai seperti biasanya, UMKM siap gelar tikar, dan sebagainya. Hampir semua kegiatan ekonomi telah dijalankan sesuai dengan aturan normal baru yang ditetapkan. Kecuali hanya sektor pendidikanlah yang belum dijalankan karena menunggu keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta kementrian lain sebagai pemangku kebijakan.

Namun siapa sangka bila keadaan justru menjadi sekalut ini. Penulis harus mengatakan begitu karena hal ini sama sekali tidak disangka bahwa Kotaku akan secepat ini tertular Covid-19. Hanya dalam hitungan hari, tepatnya 1 bulan saja, angka positif totalnya sampai hari Jumat, 03/07/2020, sudah mencapai 438 orang, dengan korban meninggal sebanyak 30 orang. Kalau dirata-ratakan, angka paparan dalam seharinya sebanyak 14 orang.

Angka paparan hari ini, Sabtu, (04/07/2020) /https://corona.jepara.go.id/ 
Angka paparan hari ini, Sabtu, (04/07/2020) /https://corona.jepara.go.id/ 

Tentu saja ini angka paparan yang cukup tinggi. Meskipun di kota-kota lain mungkin ada yang lebih tinggi, tapi untuk penulis sendiri yang (suatu hari) pernah juga menganggap Covid-19 tidak akan menjadi bagian dari mimpi buruk di kota kecil kami, yang merupakan kota pinggiran (bukan merupakan wilayah jalur pantura), sehingga untuk pergerakan nasional maupun internasionalnya lebih sedikit dibandingkan kota-kota besar, ini sungguh mengagetkan. Tapi itulah yang terjadi. Sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari lagi.

Akan tetapi sampai kapanpun, tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Segala sesuatu terjadi pasti ada sebabnya. Ada yang memulainya. Penyebaran Covid-19 bukanlah kesalahan individu. Meskipun itu dapat dikatakan berawal dari kesalahan 1 orang hingga menulari banyak orang, tapi kita tidak dapat mendeteksi siapa individu carrier (pembawa virus) itu. Pada akhirnya kita akan menuju pada kepentingan berkelompok atau masyarakat yang telah sejak awal dihimbau untuk melaksanakan aturan social distancing, yaitu sebagai langkah cepat memutus mata rantai penyebaran Covid-19, namun ternyata himbauan tersebut hanya dianggap angin lalu.

Sedikit mengingat kembali dengan apa yang kita bersama anggapkan ketika Covid-19 telah menjangkiti Negara-negara tetangga. Dimana saat itu Covid-19 belum terdeteksi di Negara kita. Ada sebuah arogansi dari kita semua bahwa Covid-19 tidak akan sampai disini. Kalau penulis tidak salah informasi, ada beberapa hal yang saat itu memicu kita meremehkan penyebaran Covid-19:

-Covid-19 akan mati bila terkena panas matahari pagi.

-Empon-empon dapat menjadi obat tradisional Covid-19, terutama Jahe merah.

-Orang yang sakit hendaknya memakai masker. Orang sehat tidak perlu (sampai akhirnya kebijakan ini dirubah).

-Covid-19 hanya menyerang manusia lansia. Orang-orang usia 45 tahun-kebawah masih aman.

Dan masih banyak rumor lainnya. Itu hanya beberapa yang penulis ingat. Mungkin pembaca memiliki catatan tersendiri yang juga saat itu seakan menjadi tameng kita terselamatkan dari Covid-19. Tapi apalah daya, ternyata itu hanyalah isu masyarakat yang tercipta untuk mencari aman, atau sekedar ingin mencari pengalihan masalah.

Agak miris bila mengingat apa yang terjadi di lingkungan penulis sendiri sebelum kota kami akhirnya menjadi zona merah. Disaat daerah-daerah lain sedang karantina mandiri dan mengkhawatirkan lebih akan paparan Covid-19, justru yang penulis lihat dan rasakan, masyarakat sekitar sebagian besar masih terlihat santai dan terkesan biasa saja dengan situsi pandemi ini. Himbauan social distancing dan penerapan protokol kesehatan bagaikan dialog film saja, sesuatu yang tidak perlu digubris. Memakai masker memang sudah tidak asing lagi  ditelinga masyarakat, namun itu tidak lebih dari sekedar mengikuti tren. Tempat cuci tangan memang disediakan dimana-mana. Namun itu tidak lebih dari sebuah ikon selamat datang di kampung Covid-19.

Nyatanya, sampai hari inipun masih banyak yang menganggap Covid-19 itu lelucon. Sesuatu yang tak perlu seberlebihan itu diwaspadai. Masyarakat masih banyak yang santuy, menjalani aktifitas dengan enjoy. Sekedar sharing saja, sebuah respon terhadap Covid-19 yang Penulis dapatkan dari orang-orang sekitar. Kira-kira begini, "Covid-19 tetaplah sesuatu yang kasat mata. Orang-orang yang akhirnya terkena paparannya adalah takdir, begitu pula bila mereka sampai akhirnya meninggal. Malaikat tidak akan sembarangan mencabut nyawa orang, bila tidak atas izin Allah. Jadi tak perlu setakut itu. Tetap jalankan aktifitas seperti biasa. Tak pakai maskerpun tak apa".
Ya sudah.  Apa boleh buat bila itu sudah jadi ketetapan para orang dewasa. Penulis yang lebih junior bisa apa dengan pengalaman hidup mereka yang lebih lama.

Jadi penulis menganggap, hingga akhirnya angka paparan ini semakin melejit, dari hari kehari semakin banyak, itu adalah buah dari arogansi sendiri. Apabila masyarakat ingin mengatakan bentuk ke-santuy-an kemarin adalah salah satu cara berpikir positif. Katakanlah untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tapi bila protokol kesehatan tidak dilaksanakan, pengaruhnya apa? Percuma saja dong. Jadi, tolonglah terapkan protokol kesehatan dengan baik, dan berhenti meremehkan Covid-19. Sadarlah kita semua bisa tertular atau minimal dapat menjadi carrier. Semua memang atas izin Allah, tapi bila kita tidak berusaha menjauhinya, sama saja dengan ingin punya banyak uang tapi tidak mau bekerja.

Apa kabar generasi Z dan Alpha?

Meneruskan pembahasan tentang nasib dunia pendidikan di masa pandemi ini, yang sebagaimana telah dibahas diawal bahwa penyelenggaraan pembelajaran di sekolah belum dapat dilakukan, baik itu pendidikan tingkat paling rendah sampai tingkat perguruan tinggi, karena keadaan yang memang belum mendukung meskipun normal baru telah diterapkan dibeberapa sektor kehidupan lainnya.

Yang ingin penulis soroti adalah bagaimana nasib para generasi Z dan Alpha. Kebetulan dua generasi inilah yang saat ini tengah menjadi korban ketidakefektifan penyelenggaraan pembelajaran karena tidak dapat dilaksanakan secara normal, alias #masihharusbelajardarirumahsaja. Mereka para anak didik yang sedang menempuh pendidikan PAUD,SD,SMP, SMA, dan Perguruan tinggi masih harus melanjutkan kembali masa karantinanya sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan.

Mungkin sebelum berbicara lebih jauh, perlu kita membahas  sedikit tentang definisi singkat dua generasi diatas.

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, generasi manusia dibagi menjadi 5 berdasarkan pemahaman karakter dan pola pikirnya. Yakni Baby Boomers (tahun kelahiran 1946-1960), Generasi X (tahun kelahiran 1961-1980), Generasi Y/Generasi Millenial (tahun kelahiran 1981-1994), Generasi Z (tahun kelahiran 1995-2010), dan Generasi Alpha (tahun kelahiran 2011-sekarang). Mungkin yang sudah lama kenal dengan istilah lima generasi ini tidak perlu keterangan lebih jauh. Namun bagi yang belum, pada intinya pembagian generasi ini salah satunya adalah sebagai langkah mudah menyikapi perkembangan zaman dan teknologi yang semakin modern sehingga perlu kita sikapi dengan baik dan bijaksana. Dan pada intinya lagi, generasi-generasi tersebut dibagi berdasarkan tahun kelahiran sebagaimana tertera diatas. Untuk mendapat informasi yang lebih rinci mengenai pengertiannya dapat akses ke sumber.

Langsung saja kita menyoroti bagaimana reaksi anak sebagai peserta didik di masa belajar dari rumah saja ini. Tentu saja ini bukanlah pilihan mereka untuk menjadi salah satu korban dari Pandemic Covid-19. Bukankah mereka hanya mengikuti alur saja tentang apapun ketetapan proses pembelajaran yang diberikan kepada mereka. Banyak pihak yang bertanggung jawab diatas mereka yang amat mereka percayai untuk membimbing menuju arah pendidikan yang lebih baik dan untuk membentuk mereka menjadi insan yang lebih baik pula.

Secara berturut-turut, mereka adalah orang tua, sekolah, dan pemerintah. Tiga pihak inilah yang memegang peranan penting dalam mengatur, membimbing, dan mengarahkan mereka menjadi calon generasi penerus bangsa yang berkualitas.  Apapun nanti hasilnya, itu adalah buah dari apa yang mereka usahakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut. Jadi harapannya semua pihak menyadari apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan memantau kembali apakah strategi yang dilakukan sudah sesuai atau masih ada yang perlu dibenahi.

Penulis pribadi berpendapat bahwa dari peranan penting 3 pihak penyukses pendidikan anak diatas, orang tua adalah kuncinya. Selain pemerintah dan sekolah yang sudah tidak diragukan lagi bagaimana metode dan strategi pendidikan yang telah diterapkan selama ini, tetap saja orang tua adalah segala-galanya. Orang tua disini dapat diglobalkan istilahnya menjadi  keluarga. Keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak. Lingkungan yang menjadi panutan dan sumber inspirasi anak karena disitulah anak-anak berada disetiap harinya. Pembentukan karakter dan kepribadian anak yang paling besar peranannya adalah berada dalam lingkungan keluarga. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW dari Abu Hurairah bahwa "setiap anak yang lahir adalah suci (fitrah). Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrasi, atau Majusi". Meskipun masih ada lingkungan lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun tetap saja orang tua/keluarganyalah yang membawa mereka sampai disana atau setidaknya mendukung mereka hingga sampai kesana.  

Bila kita tanyakan kepada anak-anak, bagaimana respon mereka terhadap pandemi yang mengharuskan mereka lebih banyak di rumah saja, termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran yang harus dari rumah. Entah bagaimana tanggapan dari anak-anak yang ada di lingkungan para pembaca sekalian, tapi yang terjadi di lingkungan penulis adalah mereka terlihat senang saja berada di rumah. Kebetulan melalui pengamatan langsung oleh penulis, di lingkungan penulis ada akses wifi yang menjadi alasan banyak anak-anak datang untuk mengaksesnya. Taukah akses wifi itu untuk apa? mudah ditebak, mereka ingin main game bersama-sama. Bahkan ini hampir setiap hari mereka lakukan. Mereka datang membawa gadget masing-masing, dan menggunakannya untuk bermain game yang mereka suka. Tidak ada diantara mereka yang membawa buku untuk mengerjakan tugas, apalagi sampai mengeluhkan kapan mereka bisa belajar lagi ke sekolah. Hufffttt....

Jelas sekali ini berarti bahwa  anak-anak sangat menikmati waktu mereka dirumah. Tidak apa-apa mereka menghabiskan waktunya di rumah, asalkan ada game yang menemaninya sepanjang hari. Tugas sekolah tetap dikerjakan, namun setelah itu kembali ke game lagi, ke gadget lagi.

Begitu pula dengan respon orang tua. Dimasa pandemi ini, tentu saja orang tua akan lebih mengarahkan mereka belajar dari rumah saja, karena keadaan yang masih mengkhawatirkan. Mereka yang seharusnya ke sekolah, sekolah sambil mondok di pesantren, atau kuliah, meskipun sudah normal baru, mereka masih banyak yang diarahkan oleh keluarganya untuk tetap di rumah dulu. Setidaknya sampai keadaan benar-benar sudah aman, dan tidak lagi ada kekhawatiran penyebaran Covid-19 dari lingkungan belajarnya.

Tapi apakah dengan tuntutan pembelajaran yang dilakukan dari rumah saja ini, yang mana belum diketahui secara pasti kapan pandemic akan berakhir. Apakah orang tua sudah bijak di dalam menjalankan peran pengganti sekolah dalam menuntun pendidikan anak? Dapat dipastikan, peran orang tua selama pandemi ini akan semakin kompleks, dan multi-peran. Tidak hanya dalam pendidikan agama dan karakter yang perlu diperhatikan, namun juga ilmu teoritis sebagaimana yang diajarkan di sekolah,seperti  ilmu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan sosial dan alam, ilmu bahasa dan eksak, serta ilmu seni dan kesehatan, setidaknya orang tualah yang dapat memantau mereka dengan maksimal dalam keberhasilan pembelajaran anak. Meskipun kita tahu pembelajaran selama pandemi ini tetap dilaksanakan secara online oleh pihak sekolah dan pemerintah, namun apakah ada hasil signifikan yang diperoleh anak sebagaimana ketika mereka belajar secara luring di sekolah? Disinlah peran orang tua yang sangat mendasar yang hendaknya disadari dan kemudian dilaksanakan sebagimana mestinya.

Apalagi dengan zaman yang sudah serba teknologi ini, sebagaimana yang dirasakan oleh anak generasi Z dan Alpha. Disamping segudang kemudahan yang telah disajikan oleh perangkat teknologi, tidak terkecuali di bidang pendidikan, namun perlu diwaspadai pula bahwa teknologi juga membawa peranan buruk dalam keseharian anak. Marilah kita jujur saja bahwa para generasi Z dan Alpha ini sudah terdominasi kesehariannya dengan gadget atau perangkat teknologi yang canggih. Sangat berbeda sekali dengan generasi sebelumnya, yang masih memiliki bebarapa waktu untuk menikmati kesenangan di lingkungan terbuka, bukan di dunia maya. Berapakah jumlah anak didik sekarang yang sudah memiliki HP pintar (smartphone), yang mereka minta dari orang tua atas dasar semua teman-teman sebayanya telah memilikinya. Dan juga segudang alasan, kenapa orang tua pada akhirnya menyetujui membelikan anak gadget yang mereka minta.

Tidak ada yang salah dengan mengikuti perkembangan zaman. Bahkan apabila kita tidak mampu mengikutinya, kita yang akan tertinggal jauh dari perkembangan , yang akan memberi dampak  tidak mengenakkan di masa yang akan datang. Akan tetapi, menjadi orang tua cerdas itu lebih penting. Kita harus mampu mengatur dan mengarahkan anak dengan bijaksana sesuai dengan porsi kebutuhan masing-masing.

Seperti yang terjadi saat ini, dimana waktu anak sangat banyak di rumah. Yang berarti, peluang menggunakan gadget diluar akses pendidikan juga semakin banyak, sehingga orang tua harus ektra perhatian terhadap mereka dalam menggunakan gadgetnya. Orang tua yang cerdas akan mampu membuat rencana dalam mendidik anaknya di zaman serba teknologi ini. Kapan waktu yang tepat memperkenalkan gadget kepada mereka, kapan waktu memberikan akses gadget dalam sehari, apasa ja yang dilakukan anak dengan gadget tersebut, dan mampu memastikan bahwa perangkat teknologi canggih itu hendaknya lebih diarahkan untuk kebutuhan yang pendukung potensi, pengembangan skills,  dan untuk proses pembelajaran. Bukannya sebaliknya, malah dibiarkan saja gadget tersebut dimanfaat apa saja oleh anak.

Percayalah semua orang tua pasti bisa melakukannya. Orang tua pasti mampu menjadi pengontrol terbaik anak dalam rangka mengarahkan hidup mereka menjadi lebih baik lagi. Tidak ada orang tua yang gagal mendidik anak. Ini hanya tentang strategi yang perlu selalu diperbaharui dengan menyesuaikan zaman yang ada. Tapi jangan lupakan waktu, bahwa semakin kecil usia anak, disitulah pembiasaan dan pengajaran orang tua lebih efektif. Anak akan lebih mudah dibimbing sedari kecil yang akan membawa pembiasaan baik itu hingga mereka dewasa. Berbeda bila orang tua justru mendidiknya ketika usia mereka lebih dewasa, maka bila diibaratkan sebuah lidi tua, dia akan patah bila dibengkokkan.

Begitulah kabar kotaku dan generasi pandeminya. Bagaimana kabar kotamu ?

Salam

Nihayatu Sa'adah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun