Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Kabar Normal Baru? Apa Kabar Generasi Z dan Alpha?

4 Juli 2020   15:43 Diperbarui: 4 Juli 2020   16:24 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
downloaded from https://www.instagram.com/p/CBS6lkLFlsg/?igshid=btubpp83lt54 

Tentu saja ini angka paparan yang cukup tinggi. Meskipun di kota-kota lain mungkin ada yang lebih tinggi, tapi untuk penulis sendiri yang (suatu hari) pernah juga menganggap Covid-19 tidak akan menjadi bagian dari mimpi buruk di kota kecil kami, yang merupakan kota pinggiran (bukan merupakan wilayah jalur pantura), sehingga untuk pergerakan nasional maupun internasionalnya lebih sedikit dibandingkan kota-kota besar, ini sungguh mengagetkan. Tapi itulah yang terjadi. Sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari lagi.

Akan tetapi sampai kapanpun, tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Segala sesuatu terjadi pasti ada sebabnya. Ada yang memulainya. Penyebaran Covid-19 bukanlah kesalahan individu. Meskipun itu dapat dikatakan berawal dari kesalahan 1 orang hingga menulari banyak orang, tapi kita tidak dapat mendeteksi siapa individu carrier (pembawa virus) itu. Pada akhirnya kita akan menuju pada kepentingan berkelompok atau masyarakat yang telah sejak awal dihimbau untuk melaksanakan aturan social distancing, yaitu sebagai langkah cepat memutus mata rantai penyebaran Covid-19, namun ternyata himbauan tersebut hanya dianggap angin lalu.

Sedikit mengingat kembali dengan apa yang kita bersama anggapkan ketika Covid-19 telah menjangkiti Negara-negara tetangga. Dimana saat itu Covid-19 belum terdeteksi di Negara kita. Ada sebuah arogansi dari kita semua bahwa Covid-19 tidak akan sampai disini. Kalau penulis tidak salah informasi, ada beberapa hal yang saat itu memicu kita meremehkan penyebaran Covid-19:

-Covid-19 akan mati bila terkena panas matahari pagi.

-Empon-empon dapat menjadi obat tradisional Covid-19, terutama Jahe merah.

-Orang yang sakit hendaknya memakai masker. Orang sehat tidak perlu (sampai akhirnya kebijakan ini dirubah).

-Covid-19 hanya menyerang manusia lansia. Orang-orang usia 45 tahun-kebawah masih aman.

Dan masih banyak rumor lainnya. Itu hanya beberapa yang penulis ingat. Mungkin pembaca memiliki catatan tersendiri yang juga saat itu seakan menjadi tameng kita terselamatkan dari Covid-19. Tapi apalah daya, ternyata itu hanyalah isu masyarakat yang tercipta untuk mencari aman, atau sekedar ingin mencari pengalihan masalah.

Agak miris bila mengingat apa yang terjadi di lingkungan penulis sendiri sebelum kota kami akhirnya menjadi zona merah. Disaat daerah-daerah lain sedang karantina mandiri dan mengkhawatirkan lebih akan paparan Covid-19, justru yang penulis lihat dan rasakan, masyarakat sekitar sebagian besar masih terlihat santai dan terkesan biasa saja dengan situsi pandemi ini. Himbauan social distancing dan penerapan protokol kesehatan bagaikan dialog film saja, sesuatu yang tidak perlu digubris. Memakai masker memang sudah tidak asing lagi  ditelinga masyarakat, namun itu tidak lebih dari sekedar mengikuti tren. Tempat cuci tangan memang disediakan dimana-mana. Namun itu tidak lebih dari sebuah ikon selamat datang di kampung Covid-19.

Nyatanya, sampai hari inipun masih banyak yang menganggap Covid-19 itu lelucon. Sesuatu yang tak perlu seberlebihan itu diwaspadai. Masyarakat masih banyak yang santuy, menjalani aktifitas dengan enjoy. Sekedar sharing saja, sebuah respon terhadap Covid-19 yang Penulis dapatkan dari orang-orang sekitar. Kira-kira begini, "Covid-19 tetaplah sesuatu yang kasat mata. Orang-orang yang akhirnya terkena paparannya adalah takdir, begitu pula bila mereka sampai akhirnya meninggal. Malaikat tidak akan sembarangan mencabut nyawa orang, bila tidak atas izin Allah. Jadi tak perlu setakut itu. Tetap jalankan aktifitas seperti biasa. Tak pakai maskerpun tak apa".
Ya sudah.  Apa boleh buat bila itu sudah jadi ketetapan para orang dewasa. Penulis yang lebih junior bisa apa dengan pengalaman hidup mereka yang lebih lama.

Jadi penulis menganggap, hingga akhirnya angka paparan ini semakin melejit, dari hari kehari semakin banyak, itu adalah buah dari arogansi sendiri. Apabila masyarakat ingin mengatakan bentuk ke-santuy-an kemarin adalah salah satu cara berpikir positif. Katakanlah untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tapi bila protokol kesehatan tidak dilaksanakan, pengaruhnya apa? Percuma saja dong. Jadi, tolonglah terapkan protokol kesehatan dengan baik, dan berhenti meremehkan Covid-19. Sadarlah kita semua bisa tertular atau minimal dapat menjadi carrier. Semua memang atas izin Allah, tapi bila kita tidak berusaha menjauhinya, sama saja dengan ingin punya banyak uang tapi tidak mau bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun