Apa kabar generasi Z dan Alpha?
Meneruskan pembahasan tentang nasib dunia pendidikan di masa pandemi ini, yang sebagaimana telah dibahas diawal bahwa penyelenggaraan pembelajaran di sekolah belum dapat dilakukan, baik itu pendidikan tingkat paling rendah sampai tingkat perguruan tinggi, karena keadaan yang memang belum mendukung meskipun normal baru telah diterapkan dibeberapa sektor kehidupan lainnya.
Yang ingin penulis soroti adalah bagaimana nasib para generasi Z dan Alpha. Kebetulan dua generasi inilah yang saat ini tengah menjadi korban ketidakefektifan penyelenggaraan pembelajaran karena tidak dapat dilaksanakan secara normal, alias #masihharusbelajardarirumahsaja. Mereka para anak didik yang sedang menempuh pendidikan PAUD,SD,SMP, SMA, dan Perguruan tinggi masih harus melanjutkan kembali masa karantinanya sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan.
Mungkin sebelum berbicara lebih jauh, perlu kita membahas  sedikit tentang definisi singkat dua generasi diatas.
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, generasi manusia dibagi menjadi 5 berdasarkan pemahaman karakter dan pola pikirnya. Yakni Baby Boomers (tahun kelahiran 1946-1960), Generasi X (tahun kelahiran 1961-1980), Generasi Y/Generasi Millenial (tahun kelahiran 1981-1994), Generasi Z (tahun kelahiran 1995-2010), dan Generasi Alpha (tahun kelahiran 2011-sekarang). Mungkin yang sudah lama kenal dengan istilah lima generasi ini tidak perlu keterangan lebih jauh. Namun bagi yang belum, pada intinya pembagian generasi ini salah satunya adalah sebagai langkah mudah menyikapi perkembangan zaman dan teknologi yang semakin modern sehingga perlu kita sikapi dengan baik dan bijaksana. Dan pada intinya lagi, generasi-generasi tersebut dibagi berdasarkan tahun kelahiran sebagaimana tertera diatas. Untuk mendapat informasi yang lebih rinci mengenai pengertiannya dapat akses ke sumber.
Langsung saja kita menyoroti bagaimana reaksi anak sebagai peserta didik di masa belajar dari rumah saja ini. Tentu saja ini bukanlah pilihan mereka untuk menjadi salah satu korban dari Pandemic Covid-19. Bukankah mereka hanya mengikuti alur saja tentang apapun ketetapan proses pembelajaran yang diberikan kepada mereka. Banyak pihak yang bertanggung jawab diatas mereka yang amat mereka percayai untuk membimbing menuju arah pendidikan yang lebih baik dan untuk membentuk mereka menjadi insan yang lebih baik pula.
Secara berturut-turut, mereka adalah orang tua, sekolah, dan pemerintah. Tiga pihak inilah yang memegang peranan penting dalam mengatur, membimbing, dan mengarahkan mereka menjadi calon generasi penerus bangsa yang berkualitas. Â Apapun nanti hasilnya, itu adalah buah dari apa yang mereka usahakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut. Jadi harapannya semua pihak menyadari apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan memantau kembali apakah strategi yang dilakukan sudah sesuai atau masih ada yang perlu dibenahi.
Penulis pribadi berpendapat bahwa dari peranan penting 3 pihak penyukses pendidikan anak diatas, orang tua adalah kuncinya. Selain pemerintah dan sekolah yang sudah tidak diragukan lagi bagaimana metode dan strategi pendidikan yang telah diterapkan selama ini, tetap saja orang tua adalah segala-galanya. Orang tua disini dapat diglobalkan istilahnya menjadi  keluarga. Keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak. Lingkungan yang menjadi panutan dan sumber inspirasi anak karena disitulah anak-anak berada disetiap harinya. Pembentukan karakter dan kepribadian anak yang paling besar peranannya adalah berada dalam lingkungan keluarga. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW dari Abu Hurairah bahwa "setiap anak yang lahir adalah suci (fitrah). Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrasi, atau Majusi". Meskipun masih ada lingkungan lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun tetap saja orang tua/keluarganyalah yang membawa mereka sampai disana atau setidaknya mendukung mereka hingga sampai kesana. Â
Bila kita tanyakan kepada anak-anak, bagaimana respon mereka terhadap pandemi yang mengharuskan mereka lebih banyak di rumah saja, termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran yang harus dari rumah. Entah bagaimana tanggapan dari anak-anak yang ada di lingkungan para pembaca sekalian, tapi yang terjadi di lingkungan penulis adalah mereka terlihat senang saja berada di rumah. Kebetulan melalui pengamatan langsung oleh penulis, di lingkungan penulis ada akses wifi yang menjadi alasan banyak anak-anak datang untuk mengaksesnya. Taukah akses wifi itu untuk apa? mudah ditebak, mereka ingin main game bersama-sama. Bahkan ini hampir setiap hari mereka lakukan. Mereka datang membawa gadget masing-masing, dan menggunakannya untuk bermain game yang mereka suka. Tidak ada diantara mereka yang membawa buku untuk mengerjakan tugas, apalagi sampai mengeluhkan kapan mereka bisa belajar lagi ke sekolah. Hufffttt....
Jelas sekali ini berarti bahwa  anak-anak sangat menikmati waktu mereka dirumah. Tidak apa-apa mereka menghabiskan waktunya di rumah, asalkan ada game yang menemaninya sepanjang hari. Tugas sekolah tetap dikerjakan, namun setelah itu kembali ke game lagi, ke gadget lagi.
Begitu pula dengan respon orang tua. Dimasa pandemi ini, tentu saja orang tua akan lebih mengarahkan mereka belajar dari rumah saja, karena keadaan yang masih mengkhawatirkan. Mereka yang seharusnya ke sekolah, sekolah sambil mondok di pesantren, atau kuliah, meskipun sudah normal baru, mereka masih banyak yang diarahkan oleh keluarganya untuk tetap di rumah dulu. Setidaknya sampai keadaan benar-benar sudah aman, dan tidak lagi ada kekhawatiran penyebaran Covid-19 dari lingkungan belajarnya.