Laila masih ingat, suatu hari tentara NICA pernah mencari pemuda-pemuda tersebut sampai masuk ke Masjid itu.
“NICA pernah masuk dari belakang, masjid ini dahulu belakangnya sungai besar, saat ini sungainya sudah menjadi kecil dan dangkal,”katanya.
Saat ini, warga keturunan yang tinggal disini hanya segelintir saja, kata Laila, tidak lebih dari 50 orang.
Kendati demikian, ada tradisi peninggalan dari orang-orang Yaman yang masih berlangsung sampai kini. Yakni saat bulan Ramadhan, setiap berbuka disajikan kopi Arab di Masjid Layur.
Kopi tersebut kata Ali, merupakan resep asli dari para pedagang Yaman yang sudah berlangsung secara turun temurun. Beda dengan kopi biasa, kopi Arab merupakan campuran kopi dengan aneka rempah-rempah diantarannya jahe, kayu manis, kapulaga, daun jeruk wangi, cengkeh, daun pandan. Tradisi minum kopi saat berbuka puasa sudah ada sejak masjid itu berdiri.
Dari cerita yang sudah melekat dari warga sekitar, tidak hanya saat bulan Ramadhan, kopi ini juga disajikan saat perkawinan, atau sunatan.
Laila berharap, Jalan Layur yang di masa lampau menjadi magnet kota Semarang dan pusat perdagangan mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota. Sehingga, keberadaannya menjadi tertata rapi tidak seperti sekarang yang terlihat tidak terawat.
“Saya berharap bisa dirapihkan, tidak terlihat kumuh seperti saat ini. Karena kawasan ini bersejarah,”pungkasnya. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H