Mohon tunggu...
Niesky HP
Niesky HP Mohon Tunggu... Peg Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kampung Melayu, Semarang: Dari Masjid Tertua Sampai Pemukiman Warga Keturunan Arab

1 Februari 2016   13:34 Diperbarui: 2 Februari 2016   12:59 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=""Masjid Layur , peninggalan pedagang dari tanah Arab dan Gujarat yang pernah singgah di Semarang"][/caption]Seperti  kota lain di Indonesia, kota Semarang, Jawa Tengah juga memiliki daerah yang dahulu didiami mayoritas warga pendatang berdarah Arab dan Melayu. Tempat itu berada di Jalan Layur, Kampung Melayu, tidak jauh dari Kota Lama Semarang.

Di daerah yang letaknya dekat dengan Pasar Johar dan tak jauh dari stasiun tua Semarang Tawang itu juga berdiri Masjid Layur, masjid tertua di Semarang yang dibangun para pedagang dan ulama dari Yaman  dan Gujarat sekitar pertengahan abad ke 17.

Di masa pendudukan Jepang dan Belanda, masjid tersebut juga digunakan untuk membuat rencana perlawanan pemuda-pemuda Indonesia berdarah Arab melawan penjajah.

Beberapa waktu lalu saya mencoba menyusuri daerah ini.

Jika tidak bertanya pada warga sekitar, mungkin Anda akan kesulitan menemukannya. Maklum, tempat ini tidak setenar kawasan Kota Tua Semarang, atau pun kawasan Simpang Lima. Lokasinya pun harus melewati gang-gang yang tidak terlalu lebar. Berikut catatan perjalannya.

[caption caption="Foto: Dok Pribadi"]

[/caption]Hari masih belum terlalu siang, saat itu masih pukul 09.00 wib. Beberapa warga sudah mulai beraktifitas, sebagian perempuan tua paruh baya terlihat baru pulang dari pasar menjinjing plastik belanja berisi sayuran.

Yang menjadi perhatian saya ketika menyusuri jalan tersebut, beberapa orang wanita berusia 50-an berjilbab dengan paras Arab sesekali melintas di jalan Layur itu.

Saya sempat bertanya pada warga sekitar apakah daerah ini merupakan pemukiman orang keturunan Arab dan Melayu. Seseorang warga membenarkan kalau dahulu lokasi ini banyak didiami orang dari jazirah Arab.

Dari informasi warga sekitar, akhirnya saya menemukan warga keturunan Yaman yang telah tinggal disitu sejak tahun 1942.

Menurut Laila, warga keturunan Hadramaut, Yaman, yang tinggal persis di depan masjid Layur, Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara  sejak tahun 1943, saat ini warga keturunan Arab yang tinggal di daerah ini sudah sedikit jumlahnya.

“Dahulu daerah ini  mayoritas didiami warga keturunan Yaman, diikuti pakistan dan muslim India. Ayah saya asli Yaman, sedangkan ibu saya Yaman campuran Tegal,”kata wanita kelahiran 1940 yang memiliki marga Harhara ini .

Mereka mulai meninggalkan Kampung Melayu ini awal tahun 90-an, ketika banjir rob mulai melanda daerah ini. Wajar, daerah ini persis berada di sisi Sungai Mberok, yang bermuara ke pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.

“Sejak akhir tahun 80-an daerah ini kerap dilanda banjir rob, mereka banyak yang pindah,”katanya.

Selain menjadi tempat domisili warga keturunan Arab dan Melayu, daerah ini juga berdiri Masjid Layur, salah satu masjid tertua di Semarang.

Menurut Ali Mahsun,  pengurus Masjid Layur, masjid yang biasa disebut juga masjid Menara ini dibangun tahun 1743 oleh ulama  dan pedagang dari Hadramaut , Yaman.

Ali Mahsun, yang mulai menjadi pengurus masjid ini sejak tahun 2001 mengatakan, sejak  pemerintahan Hindia Belanda sekitar 1743 masehi, kawasan ini merupakan tempat bermukim penduduk etnis Melayu.

Seiring berjalannya waktu, saudagar-saudagar pedagang dari Melayu itu membentuk sebuah perkampungan sehingga membutuhkan tempat ibadah.

Arsitektur masjid ini kental bergaya Timur Tengah, hal ini terlihat pada menara yang berdiri di depan pintu masuk masjid. Sementara itu, bangunan utama masjid bergaya khas Jawa dengan atap masjid susun tiga.

Namun, secara keseluruhan Masjid Layur merupakan percampuran dari tiga budaya yakni, Jawa, Melayu, dan Arab. Masjid Menara masih sama seperti pertama kali dibuat. Hanya ada sedikit perbaikan dan penggantian pada bagian genteng dan penambahan ruang untuk pengelola di sisi kanan masjid.

[caption caption="Foto Dok Pribadi"]

[/caption]Bangunan induk dan menara masjid mengalami perubahan bentuk, karena adanya pengurukan lantai sekitar dua ratus centimeter. Bangunan induk masjid di lantai satu saat ini tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah, maka pada lantai dua terdapat perluasan ruangan yaitu di sisi timur laut dan tenggara.

Konstruksi dan detail masjid masih asli dan terawat dengan baik. Biaya perawatan masjid diperoleh dari bangunan - bangunan yang diwakafkan untuk kepentingan masjid.

Sejak akhir tahun 80-an perlahan-lahan lantai satu masjid mulai terbenam tanah karena rob yang tiap tahun melanda daerah ini. Sejak tahun 2000 lantai satu sudah tidak berfungsi sama sekali karena diurug tanah.

“Kata warga disini, sebelum tahun 2000 masih ada bangunannya, tapi sering terendam air kalau lagi pasang,”kata Ali Mahsun.

Ali juga masih sempat masuk ke bangunan di lantai satu, namun saat itu kondisinya sudah tidak sempurna.

“Tahun 2001 saya pernah masuk, namun ruangan sudah tidak longgar lagi karena dasarnya dipenuhi endapan sedimentasi rob. Kalau masuk harus merunduk,” katanya.

Menurut pengamatan saya, kini yang terlihat bekas bangunan lantai satu hanya bagian atas kusen pintu saja.

Awalnya, menurut Ali, bangunan lantai dua memakai kayu jati. Namun karena sering terendam air akhirnya kayu lantai dua banyak yang rapuh. Kondisi tersebut memaksa pengelola untuk mengganti bagian lantai yang terbuat dari kayu dengan urugan yang kemudian dilapisi ubin.

Posisi Masjid Layur sendiri menghadap ke arah Kali Berok Semarang. Dinding masjid ini juga sangat unik. Di berbagai sudut dihiasi ornamen bermotif geometrik, dan berwarna-warni.

Jika dilihat dari ujung Jalan Layur, ornamen ini hanya tampak di dindingnya yang menjulang tinggi.

Sementara itu, sisi kanan dan kiri masjid terdapat bangunan bangunan tua dengan ukuran besar dan memiliki tembok tinggi.

Karena itulah, dari luar sepintas masjid ini hanya menara dan gapura yang bercat hijau dengan kaligrafi yang sudah berumur ratusan tahun. Fungsi menara yang tingginya hampir 10 meter ini awalnya sebagai tempat muazin untuk azan.

[caption caption="Bagian dalam masjid"]

[/caption]Tapi, pada masa kemerdekaan antara 1945-1949 menara berubah fungsi sebagai pengawas pantai.

Tak hanya itu, menurut Laila, masjid Layur dimasa penjajahan juga sering digunakan pemuda-pemuda pribumi dan keturunan Arab untuk menyusun kekuatan dan strategi melawan Jepang.

Laila masih ingat, suatu hari tentara NICA pernah mencari pemuda-pemuda tersebut sampai masuk ke Masjid itu.   

“NICA pernah masuk dari belakang, masjid ini dahulu belakangnya sungai besar, saat ini sungainya sudah menjadi kecil dan dangkal,”katanya.

Saat ini, warga keturunan yang tinggal disini hanya segelintir saja, kata Laila, tidak lebih dari 50 orang.

Kendati demikian, ada tradisi peninggalan dari orang-orang Yaman yang masih berlangsung sampai kini. Yakni saat bulan Ramadhan, setiap berbuka disajikan kopi Arab di Masjid Layur.

Kopi tersebut kata Ali, merupakan resep asli dari para pedagang Yaman yang sudah berlangsung secara turun temurun. Beda dengan kopi biasa, kopi Arab merupakan campuran kopi dengan aneka rempah-rempah diantarannya jahe, kayu manis, kapulaga, daun jeruk wangi, cengkeh, daun pandan. Tradisi minum kopi saat berbuka puasa sudah ada sejak masjid itu berdiri.

Dari cerita yang sudah melekat dari warga sekitar, tidak hanya saat bulan Ramadhan, kopi ini juga disajikan saat perkawinan, atau sunatan.

Laila berharap, Jalan Layur yang di masa lampau menjadi magnet kota Semarang dan pusat perdagangan mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota. Sehingga, keberadaannya menjadi tertata rapi tidak seperti sekarang yang terlihat tidak terawat.

“Saya berharap bisa dirapihkan, tidak terlihat kumuh seperti saat ini. Karena  kawasan ini bersejarah,”pungkasnya. **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun