“Kata warga disini, sebelum tahun 2000 masih ada bangunannya, tapi sering terendam air kalau lagi pasang,”kata Ali Mahsun.
Ali juga masih sempat masuk ke bangunan di lantai satu, namun saat itu kondisinya sudah tidak sempurna.
“Tahun 2001 saya pernah masuk, namun ruangan sudah tidak longgar lagi karena dasarnya dipenuhi endapan sedimentasi rob. Kalau masuk harus merunduk,” katanya.
Menurut pengamatan saya, kini yang terlihat bekas bangunan lantai satu hanya bagian atas kusen pintu saja.
Awalnya, menurut Ali, bangunan lantai dua memakai kayu jati. Namun karena sering terendam air akhirnya kayu lantai dua banyak yang rapuh. Kondisi tersebut memaksa pengelola untuk mengganti bagian lantai yang terbuat dari kayu dengan urugan yang kemudian dilapisi ubin.
Posisi Masjid Layur sendiri menghadap ke arah Kali Berok Semarang. Dinding masjid ini juga sangat unik. Di berbagai sudut dihiasi ornamen bermotif geometrik, dan berwarna-warni.
Jika dilihat dari ujung Jalan Layur, ornamen ini hanya tampak di dindingnya yang menjulang tinggi.
Sementara itu, sisi kanan dan kiri masjid terdapat bangunan bangunan tua dengan ukuran besar dan memiliki tembok tinggi.
Karena itulah, dari luar sepintas masjid ini hanya menara dan gapura yang bercat hijau dengan kaligrafi yang sudah berumur ratusan tahun. Fungsi menara yang tingginya hampir 10 meter ini awalnya sebagai tempat muazin untuk azan.
[caption caption="Bagian dalam masjid"]
Tak hanya itu, menurut Laila, masjid Layur dimasa penjajahan juga sering digunakan pemuda-pemuda pribumi dan keturunan Arab untuk menyusun kekuatan dan strategi melawan Jepang.