Aqidah Islam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan berlandaskan pada wahyu Allah SWT yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam memberikan panduan tentang cara beriman kepada Allah Swt., malaikat, kitab-kitab-Nya, hari akhir, qada dan qadar, serta para nabi dan rasul.
Panduan yang diberikan Allah tidak hadir secara tiba-tiba melainkan dari proses berpikir, mengamati, meneliti, memperhatikan serta bertahkim pada akalnya dalam beriman kepada:
- Proses keimanan kepada Al Khaliq
Dalam menentukan sifat Al Khaliq (Pencipta) ini tentu saja hanya ada tiga kemungkinan: Pertama Ia diciptakan oleh yang lain. Dengan pemikiran aqliyah yang jernih dan mendalam, akan dipahami bahwa kemungkinan ini adalah kemungkinan yang bathil (tidak dapat diterima oleh akal). Sebab apabila Ia diciptakan oleh yang lain maka Ia adalah makhluk dan bersifat terbatas, yaitu butuh kepada yang lain untuk mengadakannya. Kedua Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Kemungkinan kedua ini pun bathil juga. Karena dengan demikian ia akan menjadi makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Jelas ini tidak dapat diterima oleh akal. Ketiga Ia bersifat azali dan wajibul wujud dan mutlak keberadaannya. Setelah dua kemungkinan di atas dinyatakan batil, maka hanya tinggal satu kemungkinan lagi dan hanya kemungkinan yang ketigalah yang shahih, yakni Al Khaliq itu tidak boleh tidak harus bersifat azali dan wajibul wujud serta mutlak adanya. Dialah Allah Swt.
Dari proses semua proses keimanan yang dilalui akan semakin memperkuat apa yang menjadi kebenaran hakiki sebagai pijakan dalam melangkah di dunia yang fana menuju akhirat yang kekal kelak.
Proses keimanan kepada rasul
Agama merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia karena termasuk dalam naluri pengagungan dan penyucian manusia. Secara fitrah, manusia selalu mengagungkan Penciptanya. Aktivitas pengagungan inilah yang dikenal sebagai ibadah, yang menjadi penghubung antara manusia dan Penciptanya. Jika hubungan ini tidak diatur, akan terjadi kekacauan dalam ibadah dan mungkin menyebabkan penyembahan kepada selain Pencipta yang sebenarnya. Oleh karena itu, aturan ini harus berasal dari Sang Pencipta dan harus disampaikan kepada manusia. Maka, diperlukan kehadiran para rasul untuk menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia.
Proses keimanan kepada Al Qur'an
Bukti yang sangat jelas bahwa Al Qur'an berasal dari Allah Swt. dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Untuk menentukan asal Al Qur'an, ada tiga kemungkinan yang bisa kita pertimbangkan, dan hanya tiga kemungkinan tersebut yang mungkin yaitu:Â
Al Qur'an adalah karangan bangsa Arab. Kemungkinan pertama ini, yang menyatakan bahwa Al Qur'an adalah karangan bangsa Arab, adalah tidak benar. Hal ini karena Al Qur'an sendiri menantang bangsa Arab untuk membuat karya serupa, yang mereka tidak mampu lakukan. "Katakanlah: 'Maka datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya." (QS Hud: 13)
Kemungkinan kedua menyatakan bahwa Al Qur'an adalah karangan Nabi Muhammad SAW. Namun, anggapan ini juga keliru. Sebagai seorang Arab, Muhammad adalah bagian dari bangsanya. Meskipun ia seorang yang sangat cerdas, ia tetap manusia dan bagian dari bangsa Arab. Jika bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya serupa Al Qur'an, maka masuk akal jika Muhammad SAW, sebagai orang Arab, juga tidak mampu melakukannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Al Qur'an bukanlah karangan beliau. "(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, 'Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa 'ajami (non arab), sedangkan Al Qur'an itu dalam bahasa Arab yang jelas."(QS An Nahl: 103)
Kemungkinan ketiga menyatakan bahwa ia berasal dari Allah semata, sebagaimana pernyataan pembawanya (Kemungkinan inilah yang paling sahih sekaligus membuktikan bahwa Muhammad adalah Rasulullah ).