"Kakak---"
Mataku tak melihat apa-apa selain wajah penuh tangisan dan teriakan yang tertahan dengan mulutnya yang kusumpal roti basi ini sekuat tenaga. Hatiku terasa sangat puas, bahkan sangat menikmati, lebih dari merayakan seratus ribu pengikut kanalku.
Saat semua roti itu hampir masuk, wanita itu terbatuk-batuk, tampak matanya mengiba padaku hingga membuatku merasa merinding; jijik. Aku pun menjauh dan dia terus terbatuk-batuk. Lalat menyarang di mulutnya.Â
"Bagus sekali." Suara pria itu membuatku tersadar bahwa diriku tidak sendiri. Ketika aku menoleh, ia tengah menatap ponselnya dengan senyum puas.Â
Seketika sebuah videoku dengan wanita itu beredar dan aku tersudut di sebuah penjara. Meski kuberi sumpah serapah berjuta kali, pria itu dengan entengnya menghilang dari pandangan polisi.Â
"A-ayah ...."
Cicitan itu menarikku kembali ke sebuah roti. Masih dikerubungi banyak lalat, tetapi kini aku tersadar tengah mencekal pergelangan tangan seorang anak perempuan.Â
"Makanlah roti itu." Anak itu menggeleng kuat, lalu terdengar suara sesenggukan yang memuakkan.Â
"A-aku berjanji tidak---"
"Makan atau kau akan kusumpal?"
Anak itu terdiam menunduk. Ia melemaskan lengannya, lalu mengambil roti itu perlahan setelah kulepas. Aku tersenyum menyeringai. Lalu dengan segera merekam dengan kamera di depannya.Â