Pelangi bagaikan luncuran gaib
Dilahirkan oleh air mata langit
Kukira aku bisa memanjatnya meski kian merosot
Aku ingin mematahkannya dan menyimpan serpihnya
Biarlah teguran entah siapa
Tapi pelangi malah merasukiku
Membuatku yakin yang tidak mungkin
Mengajakku berkelana ke lorong tak berujung
Mengajariku percaya kalau tersesat itu nikmat
Menjadikan rohku memerhatikan badanku dari jauh
Memutuskan kalau nasibku adalah lelucon
Menyuruhku lari tanpa alasan
Katanya bisa mengobati jeda yang merisaukan
Suatu hari aku patah hatiÂ
Jangankan muncul lagi, mengintip saja tak mau
Itulah pelangiku
Diringkus awan
Dibekuk angin
Dibimbing bintang pagi
Sepertinya pelangi sudah lenyap
Dan periuk emas yang ia janjikan ikut hilang bersamanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H