Mohon tunggu...
Nidiyah Aini
Nidiyah Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA I PRODI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS I NIM 43223010002

Mata kuliah: Pendidikan Anti Korupsi Dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito S.E.,AK.,M.SI., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   13:19 Diperbarui: 21 November 2024   13:19 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva
Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Dokpri//canva
Dokpri//canva

Ki Ageng Suryomentaram

Latar Belakang Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram adalah salah satu tokoh spiritual dan pemikir besar dalam tradisi Islam Jawa. Beliau dikenal sebagai seorang wali, ulama, dan tokoh kebatinan yang sangat berpengaruh pada abad ke-16 di wilayah Mataram, Jawa Tengah, dan sekitarnya. Meskipun banyak informasi tentang kehidupan pribadi Ki Ageng Suryomentaram yang hilang atau tidak tercatat secara rinci, pengaruhnya dalam perkembangan kebatinan dan ajaran spiritual di Jawa sangat terasa hingga saat ini. Ajaran-ajarannya tentang kehidupan yang sederhana, pengendalian nafsu, serta pentingnya hubungan batin dengan Tuhan menjadi dasar dalam banyak praktek kebatinan Jawa yang masih hidup hingga sekarang.

Asal Usul dan Keluarga

Mengenai asal-usul Ki Ageng Suryomentaram, terdapat berbagai versi dalam cerita rakyat dan sejarah lisan yang berkembang. Banyak yang berpendapat bahwa Ki Ageng Suryomentaram adalah keturunan dari keluarga bangsawan, yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan Mataram. Namun, tak ada bukti sejarah yang definitif yang dapat mengonfirmasi hal ini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa beliau adalah seorang anak yang dilahirkan dalam lingkungan yang cukup terpandang, namun beliau memilih untuk meninggalkan kemewahan duniawi untuk mencari jalan spiritual yang lebih mendalam.

Dalam beberapa cerita, disebutkan bahwa Ki Ageng Suryomentaram adalah putra dari seorang tokoh kerajaan atau dari keluarga yang memiliki garis keturunan bangsawan yang kuat. Namun, meskipun beliau berasal dari keluarga terpandang, Ki Ageng Suryomentaram tidak tertarik dengan kehidupan duniawi yang gemerlap. Ia memilih untuk lebih mendalami ajaran agama dan kebatinan.

Pendidikan dan Pergulatan Spiritual

Ki Ageng Suryomentaram dikenal sebagai sosok yang sangat mengedepankan nilai-nilai spiritualitas, terutama ajaran Islam yang sangat dipengaruhi oleh tasawuf (sufisme), yang mengajarkan tentang kedekatan dengan Tuhan dan pengendalian nafsu. Beliau belajar dari berbagai guru spiritual dan mengembangkan pemahaman tentang pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan, serta antara manusia dengan sesama.

Salah satu ciri khas dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah penekanan pada kesederhanaan hidup dan kedamaian batin. Beliau mengajarkan bahwa kehidupan ini harus dijalani dengan penuh ketenangan, tanpa terlalu tergantung pada harta atau kekuasaan duniawi. Hal ini menjadikan ajarannya sangat relevan dalam konteks kehidupan sosial yang sering kali diwarnai oleh keserakahan dan ketamakan.

Dalam pencarian spiritualnya, Ki Ageng Suryomentaram terpengaruh oleh ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh para wali songo di Jawa, tetapi ia juga mencampurkan ajaran kebatinan Jawa yang lebih tua, seperti ajaran dari para pendeta Hindu-Budha yang sudah lebih dulu ada. Hal ini menciptakan sintesis ajaran yang khas, yang menggabungkan unsur-unsur tasawuf, ajaran moral Islam, dan kebijaksanaan lokal Jawa.

Peran dalam Penyebaran Islam

Ki Ageng Suryomentaram berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Jawa, terutama di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang ulama atau penyebar agama, tetapi juga sebagai seorang guru spiritual yang mengajarkan pentingnya kedekatan batin dengan Tuhan. Pendekatan yang digunakan oleh Ki Ageng Suryomentaram sangat kental dengan nuansa tasawuf atau sufisme, yang mengedepankan dimensi batiniah dan pengendalian diri dalam beragama.

Beliau mengajarkan bahwa kesuksesan hidup bukan diukur dari harta atau kedudukan, tetapi dari kualitas spiritual dan keselarasan dengan Tuhan serta alam semesta. Dalam konteks ini, ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa setiap individu harus berusaha mencapai kedamaian dalam hati, serta menjaga keharmonisan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Pengaruh terhadap Kerajaan Mataram

Terkait dengan Kerajaan Mataram, meskipun tidak ada bukti sejarah yang pasti tentang hubungan langsung Ki Ageng Suryomentaram dengan Sultan Agung, banyak yang meyakini bahwa beliau memiliki pengaruh terhadap keluarga kerajaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu legenda menyebutkan bahwa Ki Ageng Suryomentaram adalah salah seorang pembimbing spiritual bagi Sultan Agung, raja Mataram yang terkenal dengan perjuangannya dalam mempersatukan Jawa dan memperkuat kerajaan Mataram pada abad ke-17.

Ki Ageng Suryomentaram dikisahkan sebagai sosok yang memiliki kebijaksanaan spiritual yang sangat tinggi, dan ajarannya menginspirasi para pemimpin dan bangsawan pada masa itu untuk menjalani kehidupan yang lebih mendalam secara spiritual dan lebih jauh dari keserakahan duniawi. Dalam banyak riwayat, diceritakan bahwa beliau memberikan nasehat-nasehat bijak yang mengedepankan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kedamaian.

Ajaran dan Warisan

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan pada pengendalian diri, introspeksi, dan mencari kedamaian batin. Beliau mengajarkan tentang pentingnya pengendalian hawa nafsu dan keinginan duniawi, serta bagaimana seseorang harus menjaga kebersihan hati dan pikiran. Dalam ajaran beliau, segala bentuk keburukan, termasuk perilaku koruptif, muncul dari ketidakmampuan individu untuk mengendalikan nafsu dan ambisinya.

Sebagai seorang pemikir kebatinan, Ki Ageng Suryomentaram juga mengajarkan tentang pentingnya kesederhanaan dalam hidup. Hidup yang sederhana dan tidak terikat oleh kekayaan atau kedudukan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan batin yang sejati. Ajarannya mengajarkan bahwa kebahagiaan yang sejati datang dari kedamaian dalam hati dan kedekatan dengan Tuhan, bukan dari kekayaan atau kekuasaan yang bersifat sementara.

Meskipun sebagian besar ajarannya disampaikan secara lisan, banyak tulisan dan catatan yang menyebutkan bahwa banyak tokoh spiritual dan pemimpin di Jawa yang mengikuti ajaran beliau. Salah satu warisan penting dari Ki Ageng Suryomentaram adalah ajaran tentang ngling, ngrowot, dan ngemban---tiga prinsip yang berfokus pada kedalaman batin, mengutamakan kebenaran, dan hidup yang penuh kesederhanaan.

Legasi dan Relevansi di Masa Kini

Hingga saat ini, ajaran Ki Ageng Suryomentaram tetap relevan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks sosial-politik. Konsep kebatinannya, yang mengedepankan integritas, pengendalian diri, dan kedamaian batin, dapat menjadi referensi penting dalam membentuk karakter individu dan pemimpin yang berintegritas. Di tengah maraknya praktik korupsi dan ketamakan dalam kehidupan modern, ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengingatkan kita untuk kembali ke dasar-dasar kehidupan yang lebih sederhana dan berbasis pada nilai-nilai moral yang luhur.

Enam "SA" versi Ki Ageng Suryomentaram adalah salah satu konsep yang penting dalam ajaran kebatinan beliau. Konsep ini menggambarkan enam prinsip yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam menjalani kehidupan, baik secara spiritual maupun sosial. Prinsip-prinsip ini bersifat filosofis dan mendalam, yang mengajak seseorang untuk merenung dan mengolah batin demi mencapai kebahagiaan dan ketenangan sejati.

Berikut adalah penjelasan mengenai Enam "SA" menurut Ki Ageng Suryomentaram:

1. Sambung (Sambung Rasa)
Sambung berarti "menyambung", dan dalam konteks ini merujuk pada usaha untuk menyambungkan atau menghubungkan diri dengan Tuhan, dengan sesama manusia, serta dengan alam sekitar. Sambung rasa adalah prinsip penting dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, yang mengajarkan bahwa manusia harus selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama. Prinsip ini mendorong seseorang untuk selalu menjaga komunikasi batin yang baik, baik dengan Tuhan melalui doa dan ibadah, maupun dengan sesama manusia dalam bentuk hubungan yang saling menghormati dan penuh kasih.


Menggunakan "sambung rasa" berarti menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis, yang didasari oleh rasa empati, kasih sayang, dan saling pengertian. Tanpa adanya sambung rasa, kehidupan akan terasa terpisah dan penuh dengan konflik.

2. Sabar
Sabar adalah sikap tahan terhadap segala cobaan dan godaan hidup. Dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, sabar bukan hanya sekadar menahan diri dari kekesalan atau kemarahan, tetapi juga sikap untuk menerima takdir hidup dengan lapang dada. Kesabaran mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, untuk tidak mudah kecewa atau putus asa dalam menghadapi masalah, serta untuk mampu mengendalikan diri ketika menghadapi tantangan.


Sabar juga mengandung makna tentang keteguhan hati dalam menjaga prinsip dan tujuan hidup, walaupun terkadang banyak rintangan atau ujian yang datang. Dengan sabar, seseorang akan lebih bisa memandang masalah secara bijak dan penuh pengertian.

3. Suci
Suci merujuk pada keadaan batin dan jiwa yang bersih. Ajaran Ki Ageng Suryomentaram sangat menekankan pentingnya memiliki hati dan pikiran yang suci, yang bebas dari dosa, hasrat duniawi, dan keburukan. Suci dalam pandangan beliau bukan hanya terbatas pada kebersihan fisik, tetapi juga pada kebersihan jiwa dan pikiran.


Prinsip suci ini mengajarkan agar kita selalu menjaga hati dari segala bentuk penyakit hati seperti iri, dengki, dan kebencian. Dengan menjaga kebersihan hati dan pikiran, seseorang akan dapat melihat dunia dengan lebih jernih dan penuh kasih.

4. Santosa
Santosa berarti kedamaian atau ketenangan. Prinsip ini mengajarkan untuk mencapai kedamaian batin dalam setiap situasi kehidupan. Dengan santosa, seseorang akan dapat menghadapi berbagai permasalahan hidup dengan ketenangan, tanpa mudah terpengaruh oleh emosi negatif atau perasaan takut.
Kedamaian yang dimaksud di sini adalah kedamaian yang datang dari dalam diri, yang tidak tergantung pada keadaan eksternal. Oleh karena itu, prinsip santosa sangat erat kaitannya dengan pengendalian diri dan kemampuan untuk menjaga ketenangan dalam setiap kondisi, baik dalam keadaan senang maupun susah.

5. Sabar (Sabar)
Prinsip ini kembali menegaskan pentingnya kesabaran dalam menjalani hidup. Sabar adalah kualitas utama yang harus dimiliki seseorang yang ingin mencapai pencerahan batin. Kesabaran di sini mengandung makna yang lebih dalam daripada sekadar menahan diri; sabar juga berarti kemampuan untuk menghadapi penderitaan dengan penuh hikmah, tanpa merasa terguncang atau terpuruk.
Selain itu, kesabaran mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru dalam mengejar sesuatu, tetapi untuk memahami bahwa segala sesuatu membutuhkan waktu dan proses. Dalam pengajaran Ki Ageng Suryomentaram, sabar adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

6. Sosial (Sosial)
Sosial dalam konteks ini menekankan pentingnya peran seseorang dalam masyarakat. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa setiap individu harus mampu berperan aktif dalam kehidupan sosial, namun tetap dengan sikap rendah hati dan penuh kasih sayang kepada sesama. Menjaga hubungan baik dengan sesama manusia adalah hal yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.

Konsep sosial ini juga mengajarkan untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain, serta berusaha untuk hidup dengan berbagi. Dalam ajaran beliau, kesuksesan seseorang tidak diukur dari materi yang dimilikinya, tetapi dari kemampuannya untuk memberi manfaat bagi orang lain.

Kawruh Jiwa adalah salah satu konsep dalam kebatinan Jawa yang sangat erat kaitannya dengan pengajaran Ki Ageng Suryomentaram. Secara harfiah, "kawruh" berarti pengetahuan atau ilmu, dan "jiwa" merujuk pada aspek batin atau spiritual dalam diri manusia. Oleh karena itu, **kawruh jiwa** dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau batin manusia, yang mencakup pemahaman tentang hakikat hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, serta cara untuk mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan sejati.

Dalam ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, **kawruh jiwa** bukanlah sekadar pengetahuan intelektual, melainkan pengetahuan yang lebih dalam yang berkaitan dengan pemurnian jiwa, pencapaian kesadaran spiritual yang lebih tinggi, dan pengendalian diri. Kawruh jiwa adalah perjalanan batin yang membantu seseorang untuk mengerti dan mempraktekkan prinsip-prinsip kehidupan yang adil, penuh kasih, dan bebas dari nafsu duniawi.

Makna dan Tujuan Kawruh Jiwa

1. Pengenalan Diri
Salah satu tujuan utama dari kawruh jiwa adalah mengenal diri sendiri, atau yang sering disebut dalam ajaran-ajaran kebatinan dengan istilah "manunggaling kawula gusti"(bersatunya hamba dengan Tuhan). Dalam ajaran ini, untuk mencapai kebahagiaan sejati, seseorang harus memahami siapa dirinya, apa tujuan hidupnya, dan bagaimana hubungan antara jiwa manusia dengan Sang Pencipta. Dengan mengenal diri sendiri, seseorang akan mampu mengendalikan hawa nafsu dan mencapai keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual.

2. Pengendalian Diri dan Pembersihan Jiwa
Kawruh jiwa mengajarkan tentang pentingnya pengendalian diri sebagai langkah awal untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian. Dalam konsep ini, jiwa harus dibersihkan dari segala bentuk hawa nafsu, keinginan yang berlebihan, serta perasaan-perasaan negatif seperti iri, dendam, dan amarah. Dengan pembersihan jiwa, seseorang akan mampu mencapai ketenangan batin dan kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan hidup.

3. Mencapai Kedamaian Batin
Tujuan akhir dari kawruh jiwa adalah kedamaian batin yang murni dan abadi. Dalam ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, kedamaian ini dapat dicapai dengan menghilangkan perbedaan antara kehendak pribadi dan kehendak Tuhan, serta dengan mengamalkan sikap rendah hati, sabar, dan penuh kasih. Jiwa yang damai akan mampu menghadapi segala cobaan hidup dengan lapang dada dan bijaksana.

4. Meningkatkan Kualitas Kehidupan Spiritual
Kawruh jiwa juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan spiritual seseorang, di mana pemahaman tentang Tuhan, alam semesta, dan hubungan antar sesama menjadi lebih mendalam. Dengan mengamalkan ajaran kawruh jiwa, seseorang akan lebih peka terhadap dimensi spiritual dalam hidupnya, tidak hanya mengejar kesenangan duniawi semata, tetapi juga memperhatikan perkembangan batin yang membawa kepada kehidupan yang lebih bermakna.

Aspek-Aspek dalam Kawruh Jiwa

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Kawruh jiwa mengajarkan bahwa untuk dapat memahami hakikat jiwa, pertama-tama seseorang harus memiliki kesadaran penuh terhadap dirinya sendiri. Ini berarti menjadi sadar akan kondisi mental dan emosional, serta mengenali apa yang mempengaruhi tindakan dan pikiran. Dengan kesadaran diri, seseorang dapat lebih mudah mengendalikan diri dan membuat keputusan yang bijaksana dalam hidup.

2. Pengendalian Nafsu
Dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, nafsu dianggap sebagai penghalang utama untuk mencapai kebahagiaan sejati. Pengendalian nafsu tidak berarti menekan perasaan atau keinginan, tetapi lebih kepada memahami keinginan tersebut dan mengelola mereka dengan cara yang bijaksana. **Kawruh jiwa** mengajarkan pentingnya untuk tidak terjerumus dalam kepuasan duniawi yang bersifat sementara, melainkan berfokus pada pencapaian kebahagiaan yang lebih abadi melalui pencerahan batin.

3. Meningkatkan Kebijaksanaan (Wisdom)
Kawruh jiwa mengarahkan seseorang untuk tidak hanya mengejar pengetahuan intelektual, tetapi juga kebijaksanaan yang timbul dari pengalaman spiritual. Kebijaksanaan dalam konteks ini adalah kemampuan untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang lebih luas, serta kemampuan untuk bertindak dengan hati yang tulus dan tanpa pamrih.

4. Menggapai Kejernihan Jiwa

Kejernihan jiwa adalah keadaan batin yang murni dan bebas dari kegelapan atau kekotoran emosional. Untuk mencapai kejernihan jiwa, seseorang harus membersihkan pikiran dan perasaan dari segala bentuk kebencian, iri hati, atau dendam. Dalam ajaran kawruh jiwa, seseorang diajarkan untuk hidup dengan sikap positif dan menerima segala kondisi hidup dengan lapang dada.

5. Kedekatan dengan Tuhan

Kawruh jiwa juga menekankan pentingnya kedekatan dengan Tuhan. Dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, segala hal yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan, dan untuk mencapai kedamaian sejati, seseorang harus senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan-Nya. Kedekatan dengan Tuhan dapat dicapai melalui ibadah, doa, meditasi, dan kesadaran spiritual yang terus-menerus.

Metode Mengamalkan Kawruh Jiwa

1. Meditasi dan Refleksi Diri
Salah satu cara untuk mengamalkan kawruh jiwa adalah melalui meditasi dan refleksi diri. Dalam meditasi, seseorang berusaha menenangkan pikiran dan mencapai keadaan batin yang tenang. Ini memberikan kesempatan untuk merenungkan kehidupan, mengevaluasi diri, dan memahami tujuan hidup yang lebih dalam. Dengan merenung, seseorang dapat memahami mengapa ia bertindak seperti yang ia lakukan, serta memperbaiki pola pikir yang negatif.

2. Penghayatan Ajaran Moral
Ajaran moral yang terkandung dalam kawruh jiwa sangat menekankan pada hidup sederhana, rendah hati, tidak serakah, dan saling tolong-menolong. Setiap tindakan yang dilakukan haruslah berdasarkan nilai-nilai kebaikan dan kasih sayang. Dengan mengamalkan ajaran moral ini dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat membersihkan jiwa dan membangun kedamaian dalam dirinya.

3. Kontemplasi dan Doa
Kontemplasi dan doa adalah cara lain untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan mengembangkan kedalaman batin. Dengan berdoa dan merenung, seseorang membuka hatinya untuk menerima petunjuk dan rahmat dari Tuhan, serta memperkuat hubungan spiritual yang dapat menuntunnya ke jalan kebenaran.

4. Mengamalkan Nilai-nilai Kebajikan dalam Kehidupan Sehari-hari
Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa kebatinan tidak hanya tentang aktivitas ritual atau doa, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan sehari-hari. Oleh karena itu, untuk mengamalkan kawruh jiwa, seseorang harus menjaga kebajikan dalam setiap aspek kehidupannya, baik dalam hubungan sosial, pekerjaan, maupun dalam interaksi dengan lingkungan sekitar.

Pendahuluan

Korupsi telah menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam berbagai aspek kehidupan, baik di tingkat pemerintahan, lembaga sosial, maupun dalam kehidupan pribadi. Di Indonesia, seperti juga di banyak negara lain, korupsi tidak hanya menggerogoti sumber daya negara, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan dan institusi negara. Di tengah upaya-upaya untuk memberantas praktik korupsi yang terus berkembang, seringkali yang terabaikan adalah dimensi moral dan spiritual dari para pelaku. Padahal, pengendalian diri yang berlandaskan pada prinsip-prinsip kebatinan yang mendalam bisa menjadi salah satu kunci untuk mencegah korupsi sejak dini, serta membantu pemimpin dan masyarakat dalam melakukan transformasi diri menuju kehidupan yang lebih baik.

Salah satu sosok yang banyak dipelajari dalam konteks kebatinan Jawa adalah Ki Ageng Suryomentaram, seorang tokoh spiritual yang dikenal dengan ajaran-ajarannya yang berfokus pada pembersihan jiwa dan pengendalian nafsu. Ajaran beliau, meskipun memiliki akar kuat dalam tradisi Islam Jawa dan tasawuf, juga mengandung nilai-nilai universal yang sangat relevan dengan kebutuhan untuk mencegah korupsi dan membentuk pemimpin yang memiliki integritas. Dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, pencegahan korupsi tidak hanya dilihat dari perspektif hukum dan politik, tetapi juga dari perspektif moral dan spiritual, yang menekankan pada kedalaman batin dan kesadaran akan nilai-nilai luhur.

Transformasi memimpin diri sendiri juga menjadi fokus penting dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Pemimpin yang baik, menurut beliau, adalah mereka yang mampu memimpin dirinya terlebih dahulu sebelum memimpin orang lain. Kepemimpinan diri yang dimaksud bukan hanya tentang kekuatan dalam mengatur dan mengarahkan orang lain, melainkan kemampuan untuk mengendalikan emosi, nafsu, dan ego dalam diri sendiri. Pemimpin yang telah melalui transformasi batin, yang didasari oleh pengendalian diri yang kokoh, akan mampu menjadi teladan dalam segala hal, termasuk dalam upaya mencegah korupsi.

Melalui pendekatan kebatinan, Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan prinsip-prinsip yang sangat relevan dalam konteks kehidupan modern, terutama di tengah tantangan moral dan etika yang ada. Dengan mengintegrasikan ajaran-ajaran kebatinan beliau, kita tidak hanya dapat membangun karakter pribadi yang kuat dan jujur, tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang lebih adil dan bebas dari korupsi.

Oleh karena itu, artikel ini akan membahas kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dalam konteks pencegahan korupsi dan transformasi memimpin diri sendiri, dengan mengaitkan prinsip-prinsip yang beliau ajarkan dalam kehidupan sehari-hari dan relevansinya untuk mengatasi permasalahan korupsi yang masih melanda bangsa ini. Melalui kajian ini, diharapkan kita dapat lebih memahami bagaimana ajaran-ajaran kebatinan yang bersumber dari kesadaran batin yang murni dan pengendalian diri bisa berkontribusi dalam menciptakan pemimpin yang lebih baik dan masyarakat yang lebih adil.

Konsep Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram

Pengertian Kebatinan dalam Ajaran Ki Ageng Suryomentaram

Kebatinan, dalam konteks ajaran Ki Ageng Suryomentaram, mengacu pada proses pengolahan batin atau jiwa seseorang agar bisa hidup sesuai dengan prinsip-prinsip spiritual yang tinggi. Ajaran kebatinan beliau tidak hanya meliputi aspek ritual atau ibadah, tetapi juga tentang pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam mengelola nafsu dan ambisi.

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa kebatinan sejati adalah pencapaian kedamaian batin dan keselarasan antara keinginan duniawi dan spiritual. Seorang individu yang telah mencapai kebatinan yang tinggi akan terhindar dari perilaku yang merugikan dirinya maupun orang lain, termasuk tindakan korupsi.

Kesadaran Diri dan Pengendalian Nafsu

Penting dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah kesadaran diri yang dapat mengarah pada pengendalian nafsu. Menurut beliau, nafsu merupakan sumber utama dari perilaku buruk dan korupsi. Jika seseorang tidak mampu mengendalikan keinginan pribadi yang berlebihan, maka ia akan mudah terjebak dalam godaan duniawi, termasuk dalam penyalahgunaan kekuasaan.

Korupsi dan Akar Penyebabnya dalam Perspektif Kebatinan

Korupsi sebagai Manifestasi dari Ketidakmampuan Mengendalikan Diri

Ki Ageng Suryomentaram memandang korupsi bukan hanya sebagai masalah hukum atau administratif, tetapi juga sebagai masalah moral dan spiritual. Dalam pandangan beliau, korupsi adalah buah dari ketidakmampuan seseorang untuk mengelola keinginan dan ambisinya. Nafsu yang tidak terkendali akan membuat seseorang tergoda untuk mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan umum.

Praktik Korupsi dan Dampaknya terhadap Kehidupan Masyarakat

Dalam konteks sosial-politik, korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan dan menciptakan ketidakadilan. Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa pemimpin yang bijaksana harus mampu mengendalikan dirinya terlebih dahulu sebelum mampu memimpin orang lain dengan adil dan tanpa kepentingan pribadi. Praktik korupsi dalam pemerintahan atau perusahaan seringkali terjadi ketika pemimpin tidak mampu mengendalikan nafsu dan ambisinya, serta terjerumus dalam keinginan untuk memperkaya diri secara tidak sah.

Mengatasi Korupsi melalui Kebatinan

Kebatinan dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan cara untuk mengatasi korupsi dengan menumbuhkan kesadaran diri yang lebih tinggi. Seseorang yang telah memahami hakekat kehidupan dan mengendalikan nafsu akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Sebagai contoh, ajaran untuk hidup sederhana dan tidak terikat dengan kekayaan duniawi sangat relevan untuk mencegah korupsi, karena ini mengajarkan bahwa kekayaan bukanlah tujuan hidup.

Transformasi Memimpin Diri Sendiri untuk Menghindari Korupsi

Pemimpin yang Sejati: Transformasi Diri dalam Kebatinan

Transformasi kepemimpinan, menurut Ki Ageng Suryomentaram, dimulai dari perubahan diri dalam batin. Seorang pemimpin yang sejati adalah seseorang yang mampu mentransformasi dirinya melalui pengendalian diri dan pemahaman spiritual. Pemimpin yang bijaksana tidak akan terbawa oleh keinginan untuk mencari kekuasaan atau kekayaan pribadi, melainkan akan fokus pada kepentingan bersama dan keadilan sosial.

Pemimpin yang Mengedepankan Kejujuran dan Integritas

Dalam konsep kebatinan, integritas adalah nilai yang sangat ditekankan. Seorang pemimpin harus memiliki hati yang tulus, tidak ada motif tersembunyi dalam setiap tindakan yang dilakukan. Kejujuran dalam kepemimpinan adalah langkah awal untuk membangun kepercayaan publik dan menciptakan pemerintahan yang bersih. Transformasi diri dalam kebatinan melibatkan perubahan sikap dan pola pikir yang lebih besar terhadap diri sendiri, yang kemudian tercermin dalam tindakan kepemimpinan yang adil dan tidak koruptif.

Menjadi Teladan dalam Kepemimpinan

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menjadi teladan bagi orang lain. Teladan dalam hal kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab. Sebagai pemimpin, ia harus mampu memimpin dengan contoh dan tidak hanya mengandalkan aturan atau hukum. Pemimpin yang mampu menuntun diri menuju kebaikan akan lebih mudah menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dalam Pencegahan Korupsi di Tingkat Masyarakat

Pendidikan Kebatinan untuk Membentuk Karakter Anti-Korupsi

Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah melalui pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral dan kebatinan yang kuat sejak dini. Dalam konteks ini, ajaran Ki Ageng Suryomentaram bisa dijadikan sebagai kurikulum kehidupan yang mengedepankan kebijaksanaan dan pengendalian diri. Pendidikan kebatinan yang berbasis pada nilai-nilai spiritual dapat membantu masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya menjaga integritas dalam setiap aspek kehidupan.

Kebatinan sebagai Pengendali Nafsu dalam Berpolitik

Politik sering kali menjadi arena yang rentan terhadap praktik korupsi, namun kebatinan dapat menjadi solusi untuk mengatasi hal ini. Pemimpin yang memiliki kebatinan yang kuat tidak akan mudah tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi. Sebaliknya, pemimpin yang sadar akan nilai-nilai kebatinan akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan politik dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat.

Menyelaraskan Kebatinan dengan Sistem Pemerintahan dan Tata Kelola Negara

Membangun Sistem Pemerintahan yang Bersih melalui Nilai-nilai Kebatinan

Sistem pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi membutuhkan nilai-nilai kebatinan yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan sosial dan politik. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa keberhasilan sebuah pemerintahan tidak hanya bergantung pada peraturan atau hukum, tetapi juga pada perubahan batin para pemimpin dan pejabat publik. Pemerintahan yang berbasis pada kesadaran moral dan kebatinan akan menghasilkan keputusan-keputusan yang adil, transparan, dan bermanfaat bagi rakyat.

Kebatinan dan Pembangunan Karakter Pemimpin di Era Modern

Pembangunan karakter pemimpin yang berbasis kebatinan akan membantu menciptakan sebuah kepemimpinan yang berintegritas. Dalam konteks ini, ajaran Ki Ageng Suryomentaram tetap relevan sebagai sarana untuk memperkuat karakter dan moralitas seorang pemimpin di era modern yang penuh tantangan.

 

Pertanyaan

1. Mengapa kebatinan Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan dalam konteks pencegahan korupsi di zaman modern?

Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan dalam konteks pencegahan korupsi di zaman modern karena ia menawarkan suatu pendekatan yang mendalam terhadap pembentukan karakter, pengendalian diri, dan pemahaman spiritual yang dapat mengatasi akar penyebab korupsi—yaitu keserakahan, kesombongan, dan keinginan berkuasa yang berlebihan. Ajaran beliau mengutamakan kesadaran diri, pengendalian nafsu, serta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan dan sesama. Dalam masyarakat modern yang sering kali terjebak dalam budaya materialistik dan kepentingan pribadi, prinsip-prinsip kebatinan ini menjadi sangat penting sebagai penyeimbang terhadap godaan kekuasaan dan harta yang sering kali memicu praktik korupsi.

Berikut beberapa alasan mengapa ajaran Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan dalam mencegah korupsi di zaman sekarang:

1. Pengendalian Diri sebagai Landasan Etika

Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya pengendalian diri, yang dikenal sebagai konsep "ngling"(mengendalikan nafsu) dan "ngemban"(menjaga amanah). Dalam kebatinan beliau, seseorang harus mampu mengendalikan segala bentuk keinginan duniawi, termasuk ambisi yang bisa mengarah pada perilaku tidak etis, seperti korupsi. Pengendalian diri ini melibatkan disiplin batin untuk tidak tergoda oleh kemewahan, kedudukan, atau kekuasaan. Di dunia modern, godaan untuk mengambil jalan pintas demi kekayaan atau kekuasaan sangat kuat, tetapi dengan adanya pengendalian diri yang diajarkan oleh Ki Ageng, seseorang dapat menahan diri dari praktik-praktik koruptif yang merugikan orang lain dan merusak integritas.

2. Menjaga Hati dan Pikiran (Suci Batin)

Salah satu ajaran utama Ki Ageng Suryomentaram adalah pentingnya menjaga kebersihan hati dan pikiran. Dalam kebatinan beliau, "suci batin" bukan hanya berarti menjauhi perbuatan buruk, tetapi juga mencakup kebersihan niat dan pikiran dalam setiap tindakan. Korupsi sering kali dimulai dari niat yang tidak bersih, seperti keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Dengan menjaga kebersihan hati dan niat, seseorang akan lebih mampu melihat dunia ini dengan lebih bijaksana dan berfokus pada pelayanan publik yang tulus, bukan pada kepentingan diri semata.

3. Pemahaman Tentang Amanah dan Tanggung Jawab

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa kehidupan adalah amanah yang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab. Prinsip "ngemban" (memikul amanah) mengajarkan bahwa setiap posisi atau jabatan yang dipegang oleh seseorang adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan masyarakat. Ini sangat relevan dengan konteks pencegahan korupsi, karena sering kali praktik korupsi muncul akibat pemimpin atau pejabat yang menyalahgunakan amanah untuk keuntungan pribadi. Dalam ajaran Ki Ageng, seorang pemimpin harus selalu ingat bahwa jabatan atau kekuasaan yang dimilikinya adalah titipan yang harus dijaga dengan penuh integritas. Keberhasilan seorang pemimpin tidak diukur dari materi yang diperolehnya, tetapi dari kesuksesannya dalam menjalankan tugas dengan adil dan penuh tanggung jawab.

4. Keharmonisan dengan Alam dan Sesama

Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya harmoni  dalam hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam. Korupsi sering kali terjadi ketika individu atau kelompok merasa terpisah dari masyarakat atau alam semesta, yang pada gilirannya mengarah pada keserakahan dan pemanfaatan sumber daya secara tidak adil. Dengan mengamalkan ajaran Ki Ageng untuk selalu menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan sesama, seseorang akan lebih cenderung untuk bertindak dengan rasa keadilan dan menghindari eksploitasi terhadap orang lain atau lingkungan. Kepentingan kolektif lebih diutamakan daripada kepentingan individu, yang merupakan dasar penting dalam membangun masyarakat yang bebas dari korupsi.

5. Kesadaran Spiritual dan Koneksi dengan Tuhan

Pada inti ajaran Ki Ageng Suryomentaram, terdapat kesadaran spiritual yang mendalam tentang hubungan antara manusia dan Tuhan. Menurut Ki Ageng, setiap tindakan yang dilakukan oleh individu harus dilandasi oleh kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Dalam konteks pencegahan korupsi, kesadaran ini menjadi pengingat bahwa tidak ada yang tersembunyi dari Tuhan, dan setiap tindakan yang tidak adil akan memiliki konsekuensi. Keyakinan ini berfungsi sebagai rem bagi individu untuk tidak terjerumus dalam perilaku curang, karena mereka selalu merasa diawasi dan bertanggung jawab atas tindakan mereka di dunia dan akhirat.

6. Transformasi Diri Sebagai Pemimpin

Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa transformasi diri adalah langkah pertama yang harus ditempuh oleh seorang pemimpin sebelum memimpin orang lain. "Memimpin diri sendiri" dalam kebatinan beliau berarti mengendalikan ego, nafsu, dan segala bentuk keinginan duniawi yang dapat merusak integritas. Seorang pemimpin yang telah melalui proses transformasi diri yang mendalam, yang melibatkan pemurnian batin dan pengendalian diri, akan mampu memimpin dengan bijaksana, tidak tergoda oleh kedudukan atau materi, dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan keadilan. Konsep ini sangat relevan dalam mencegah korupsi, karena pemimpin yang mampu memimpin diri sendiri dengan baik akan menjadi teladan bagi orang lain dan dapat menciptakan budaya kepemimpinan yang bersih dan transparan.

7. Relevansi dalam Membangun Budaya Anti-Korupsi

Pencegahan korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah moral dan budaya. Dalam konteks kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, ajaran-ajaran beliau bisa membangun budaya yang menghargai nilai-nilai luhur seperti kejujuran, keadilan, dan transparansi. Dengan menginternalisasi prinsip-prinsip kebatinan ini dalam masyarakat, kita bisa menciptakan kesadaran kolektif yang mendorong orang untuk bertindak dengan integritas, menjaga keadilan, dan menjauhi perilaku yang merugikan orang banyak, seperti korupsi.

2. Apa saja prinsip-prinsip utama dalam ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram yang bisa diterapkan dalam pencegahan korupsi?

Prinsip-prinsip utama dalam ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram yang dapat diterapkan dalam pencegahan korupsi secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Diri (Ngling)
Mengendalikan nafsu dan keinginan duniawi yang dapat menggoda seseorang untuk melakukan tindakan tidak etis, seperti korupsi. Pengendalian diri membantu individu untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang luhur.

2. Memikul Amanah (Ngemban)
Menjaga amanah atau tanggung jawab dengan penuh integritas. Setiap jabatan atau kekuasaan dianggap sebagai titipan yang harus dipertanggungjawabkan, sehingga mencegah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

3. Pembersihan Jiwa (Suci Batin)
Menghilangkan sifat-sifat buruk, seperti keserakahan, kebohongan, dan ketamakan, yang menjadi akar penyebab korupsi. Pembersihan jiwa berfokus pada pengembangan moral dan spiritual agar tindakan selalu dilandasi oleh kebaikan. 

4. Keadilan dan Kebijaksanaan (Bening)
Menjaga hati dan pikiran tetap jernih dan bijaksana dalam membuat keputusan. Pemimpin atau individu yang berpegang pada keadilan dan kebijaksanaan tidak akan tergoda oleh godaan untuk melakukan korupsi.

5. Kesadaran Moral dan Spiritual
Menyadari bahwa setiap tindakan, baik atau buruk, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Kesadaran ini mendorong seseorang untuk selalu bertindak dengan integritas, menghindari perilaku curang atau tidak adil. 

3. Bagaimana seseorang bisa mengimplementasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah perilaku korupsi?

Untuk mengimplementasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam kehidupan sehari-hari guna mencegah perilaku korupsi, seseorang dapat melakukan beberapa langkah praktis berikut:

1. Mengendalikan Nafsu (Ngling)
Secara sadar mengendalikan keinginan pribadi yang berlebihan, baik dalam hal materi, kekuasaan, atau kesenangan. Hindari godaan untuk mengambil jalan pintas atau melakukan tindakan tidak etis demi keuntungan pribadi.

2. Mempertanggungjawabkan Amanah (Ngemban)
Setiap jabatan atau tanggung jawab harus dipahami sebagai amanah yang harus dijaga dengan penuh integritas. Bertindaklah dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dan jujurlah dalam mengelola kekuasaan atau sumber daya yang diberikan.

3. Melakukan Refleksi Diri (Pembersihan Jiwa)
Luangkan waktu untuk merenung dan membersihkan hati dari sifat-sifat negatif seperti keserakahan, iri hati, dan kebohongan. Berlatih meditasi atau introspeksi diri untuk meningkatkan kesadaran moral dan spiritual.

4. Menjaga Keadilan dan Kebijaksanaan
Selalu berusaha untuk bertindak adil dalam setiap situasi. Buat keputusan yang bijaksana dengan mempertimbangkan kepentingan umum, bukan hanya keuntungan pribadi.

5.  Membangun Kesadaran Spiritualitas

Tanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dengan keyakinan ini, seseorang akan lebih cenderung untuk bertindak sesuai dengan prinsip moral yang tinggi dan menjauhi praktik korupsi.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, seseorang tidak hanya dapat menjaga integritas pribadi, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang bebas dari korupsi.


Kesimpulan

Ki Ageng Suryomentaram merupakan salah satu tokoh kebatinan yang sangat berpengaruh dalam sejarah Jawa, terutama dalam aspek spiritualitas dan moralitas. Ajarannya mengajarkan tentang pentingnya pengendalian diri, kesederhanaan, dan hubungan batin yang kuat dengan Tuhan. Beliau tidak hanya berperan dalam penyebaran Islam, tetapi juga menjadi figur yang mengajarkan kebijaksanaan hidup yang relevan dengan tantangan zaman, termasuk dalam mengatasi masalah sosial seperti korupsi. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran beliau, kita bisa menemukan jalan menuju kehidupan yang lebih adil, damai, dan bermoral.

Enam "SA" yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram adalah prinsip-prinsip yang sangat mendalam dan relevan dalam kehidupan spiritual dan sosial. Dengan mengamalkan Sambung, Sabar, Suci, Santosa, Sabar (lagi), dan Sosial, seseorang dapat mencapai kedamaian batin, menghindari perilaku negatif, dan menjalani hidup dengan penuh rasa syukur, keikhlasan, serta keseimbangan.

Prinsip-prinsip ini bukan hanya relevan untuk individu dalam konteks kebatinan, tetapi juga sangat penting untuk membentuk masyarakat yang lebih baik, harmonis, dan bebas dari keserakahan serta ketamakan. Dengan memahami dan mengamalkan Enam "SA", kita dapat mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram.

Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram bukan hanya terbatas pada dimensi spiritual, tetapi juga memiliki relevansi yang sangat besar dalam mengatasi masalah sosial-politik, terutama dalam pencegahan korupsi dan transformasi kepemimpinan diri. Dengan mengintegrasikan kebatinan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat membangun individu dan pemimpin yang lebih bijaksana, jujur, dan adil, yang pada akhirnya dapat mewujudkan masyarakat yang bebas dari korupsi.

Kawruh Jiwa dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah suatu pengetahuan yang sangat mendalam tentang jiwa manusia yang mencakup pemahaman spiritual dan moralitas. Dengan mengamalkan kawruh jiwa, seseorang diharapkan dapat mencapai kedamaian batin, mengelola hawa nafsu, dan menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan. Konsep ini mengajarkan bahwa pencapaian spiritual yang sejati tidak hanya bergantung pada ibadah formal, tetapi juga pada kesadaran diri, pengendalian hati, dan penghayatan terhadap nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kawruh jiwa, seseorang dapat meraih kesadaran yang lebih tinggi, kedekatan dengan Tuhan, dan akhirnya mencapai kebahagiaan batin yang abadi. Prinsip-prinsip ini sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan modern, di mana banyak tantangan yang menguji integritas dan ketenangan batin seseorang.

Daftar Pustaka 

1. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Singapore: Abdul Majeed & Co., 1975.

2. Nasr, Seyyed Hossein. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity. New York: HarperOne, 2002.

3. Suryomentaram, Ki Ageng. Ajaran Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

4. Andayani, Siti. Pemikiran Spiritual Ki Ageng Suryomentaram: Pengaruhnya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2005.

5. Haryono, Joko. Moralitas dalam Kepemimpinan: Perspektif Tasawuf Ki Ageng Suryomentaram. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun