Napas habis dan jantung terasa copot, Rhida muak, tapi pelukan Rio mengencang saat langkah-langkah terdengar di balik pintu. Rhida tak bisa terus-terusan berhimpitan meski Rio ingin ia mematung.Â
Akhirnya, lutut perempuan ini mengenai pintu lemari cukup keras. Pintu terbuka dan perempuan berkuncir berteriak.
"Mereka di siniii!"
Seketika, pria tinggi dengan rambut belah tengah hadir dari balik lemari hitam besar di seberang. Mata selidik Rhida menyorot tak aman. Entah apa lemari-lemari ini pandai menyimpan rahasia atau pria di sampingnya yang jago mencari tempat.
"Apa pintunya jebol?" Rhida bertanya seperti orang bodoh.
"Pintu itu tidak akan roboh hanya dengan didobrak," sahut perempuan berkuncir. Bicaranya santai.
"Kau mungkin terpental jika mendobraknya," kata pria belah tengah mengamati sekitar.
Rhida akhirnya dirangkul Rio, perempuan ini tak menyangka tangan di sampingnya selalu dekat.
"Tenang saja, Rhida!" ucap Rio melindungi. "Tadi kita hanya kelelahan," lanjutnya diakhiri senyum.
Rhida tak percaya bahwa mengantuk akan membuat nyata segala hal. Ia masih merasa musuh tim Rio akan menghabisinya.