Menurut survei statistik terbaru pemerintah kabupaten, dari semua industri yang beroperasi di kabupaten Sidoarjo, 361 industri berskala besar (memiliki 100 karyawan atau lebih), 3.718 industri berskala menengah (memiliki 20 hingga 99 karyawan), 8.433 industri berskala kecil (memiliki 15 hingga 19 karyawan), dan sejumlah besar lainnya merupakan bisnis rumah tangga dengan 1 hingga 4 karyawan. Meskipun Sidoarjo adalah rumah bagi beberapa bisnis berteknologi tinggi, seperti sektor elektronik, sebagian besar bisnis di wilayah ini bergerak di sektor pengolahan makanan, memproduksi barang-barang seperti kerupuk udang, sepatu, tempe, barang-barang dari kulit, dan kerajinan tangan.
2. Bencan Lumpur Lapindo dan Ganti Rugi
Teknisi pengeboran di sumur eksplorasi gas Banjarpanji melaporkan adanya getaran di bawah permukaan yang parah pada tanggal 27 Mei, bersamaan dengan terjadinya gempa bumi yang melanda Yogyakarta, yang berjarak 250 kilometer. Ini terjadi dua hari sebelum semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Para teknisi kemudian menemukan penurunan tekanan yang signifikan secara tiba-tiba di dalam sumur, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana bawah permukaan yang sangat besar di sekitarnya.Â
Kemudian, untuk melindungi sumur tersebut, para teknisi Lapindo menghentikan pengeboran dan mengikuti prosedur operasi rutin. Meskipun tidak disadari pada saat itu, kejadian ini merupakan pertanda bahwa gunung berapi Lumpur Lapindo Sidoarjo yang berjarak 300 meter dari sumur eksplorasi akan meletus dua hari kemudian. Sejak saat itu, para ahli geologi mengaitkan perubahan mendadak pada formasi geologi di daerah tersebut dengan pergeseran lempeng tektonik.Â
Pecahnya dua saluran bawah tanah yang telah lama terbentuk, yang memungkinkan lumpur vulkanik merembes ke permukaan dan mulai memuntahkan material dari dalam ke permukaan daerah tersebut, merupakan salah satu dampak dari perubahan geologi ini, menurut para ahli geologi. Ketika semburan lumpur panas muncul entah dari mana di lapangan di sebelah lokasi pengeboran, para ahli pengeboran dari sumur Banjarpanji tidak dapat menentukan penyebab bencana tersebut.Â
Para teknisi segera menghubungi perwakilan Lapindo Brantas yang berbasis di Surabaya dan kantor pusatnya di Jakarta. Jumlah material lumpur yang keluar dari dalam tanah terus meningkat, dan dalam waktu singkat, lumpur tersebut telah menutupi sebagian besar wilayah di sekitarnya, termasuk pemukiman penduduk, meskipun tidak ada pendapat yang pasti mengenai kejadian yang disaksikan oleh para petugas.Â
Penduduk setempat mulai merasa takut pada saat itu, dan pemerintah kecamatan meminta bantuan Lapindo Brantas.pejabat-pejabat eksekutif Bakrie dengan berkonsultasi pada badan otoritas migas Pemerintah, BPMIGAS, mulai menyelidiki sumber letusan lumpur dan mencari cara untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Penanggulangan Jangka Panjang
Akibat meluasnya semburan lumpur dan kerusakan yang parah pada tanah dan infrastruktur milik masyarakat, lebih dari 7.000 warga harus dievakuasi. Manajemen Lapindo Brantas dan Bakrie memutuskan untuk memperluas komitmen mereka dengan memperkenalkan paket bantuan keuangan jangka panjang yang komprehensif setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Wakil Presiden Republik Indonesia menyatakan komitmen ini dan menyatakan bahwa Bakrie "harus diakui sebagai pelopor, perusahaan nasional yang memberikan contoh positif bagi kita semua."Â
Beberapa pihak mendiskusikan penyebab bencana pada hari-hari awal. Para peneliti internasional bergegas ke Sidoarjo untuk mempelajari fenomena tersebut. Ada ketidakpastian yang cukup besar pada saat itu mengenai apakah lokasi pengeboran yang berjarak 200 meter dari lokasi tragedi merupakan penyebabnya.
Para eksekutif Lapindo Brantas dan Bakrie bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan dan layanan kepada para korban, meskipun pada saat itu asal muasal semburan lumpur belum diketahui. Mereka juga mengerahkan staf dan tenaga profesional untuk mencari jawaban atas bencana yang terus berkembang. Lapindo Brantas mengambil alih manajemen berikut ini pada saat itu.