Akibat videonya yang baru-baru ini viral karena meremehkan penjual Es Teh. Kini muncul sebuah video lawas yang memperlihatkan candaan pendakwah Gus Miftah terhadap Bu Yati. Dalam video yang beredar di media sosial, Gus Miftah memberikan pernyataan menohok pada Bu Yati kala itu. Gus Miftah mengucapkan "Kulo niki bersyukur Bude Yati elek. Nek ayu dadi lonte, to? (Saya bersyukur Bude Yati jelek. Kalau ayu jadi PSK kan?)". Hal tersebut memicu reaksi publik, yang menilai ucapan tersebut tidak pantas dilontarkan karena dianggap merendahkan fisik dan juga menghina Bu Yati, serta tidak mencerminkan sikap seorang tokoh agama.
Pada saat kejadian berlangsung Bu Yati langsung diam tertegun. Karena dia tak menyangka Gus Miftah akan melontarkan ucapan seperti itu. "Saiki kok dadi suarane koyo ngono. Oh untung Gus, saiki sampeyan ora dadi ustad, ora kiai. (Sekarang kok ngomongnya kayak gitu. Oh untung Gus, sekarang di sini kamu bukan ustad, bukan kiai)," kata Bu Yati.Â
Bu Yati, seorang seniman senior, mengungkapkan rasa tidak terimanya terhadap candaan yang dilontarkan Gus Miftah. Ia merasa ucapan tersebut tidak hanya melukai harga dirinya, tetapi juga menunjukkan sikap kurangnya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan Bu Yati menegaskan pentingnya menjaga adab dan etika, terutama ketika berbicara di hadapan banyaknya audiens.
Candaan yang dilontarkan oleh Gus Miftah sangat-sangat tidak etis, karena tidak mencerminkan sikap seorang tokoh agama yang seharusnya menjadi panutan.
Jika dikaitkan dengan Kelima Nilai-Nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa:
Pada sila pertama sebagai tokoh agama, Gus Miftah diharapkan mampu mencerminkan nilai-nilai keimanan dalam sikap dan ucapannya. Setiap individu yang beriman diajarkan untuk menjaga kehormatan orang lain, karena menghina sesama berarti melanggar nilai-nilai ajaran agama. Ucapan yang tidak pantas bertentangan dengan nilai ketuhanan yang mengajarkan kasih sayang dan penghormatan.
2. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:
Pada sila kedua, diharapkan setiap individu diajarkan untuk menghormati martabat manusia dengan menunjukkan sikap sopan dan berbudi pekerti luhur. Ucapan yang merendahkan fisik seseorang bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang menjunjung tinggi martabat manusia. Setiap individu memiliki hak untuk dihormati tanpa diskriminasi.Â
3. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia: