Mohon tunggu...
Nida Nur Hanifah
Nida Nur Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga - 21107030016

If Happy Ever After Did Exist

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mengenal Strawberry Generation dan Faktor-Faktor Penyebabnya

14 Juni 2022   11:53 Diperbarui: 14 Juni 2022   12:14 3068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahkah kalian mendengar istilah Strawberry Generation? Jika kalian merasa menjadi pribadi yang mager untuk beraktifitas, kurang percaya diri untuk melakukan sesuatu, malas bepergian untuk menemukan sesuatu yang baru, kerjaannya di kamar mulu, sering patah semangat dan overthinking. Nah, kalianlah yang disebut Strawberry Generation.

Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul "Strawberry Generation", generasi ini adalah generasi yang penuh dengan pemikiran kreatif namun juga mudah menyerah dan gampang baper alias sakit hati. Istilah Strawberry Generation sendiri merujuk pada buah Stroberi yang indah namun lunak. Pemilihan buah Stroberi untuk menyebut generasi ini adalah generasi sekarang yang bagaikan buah stroberi yang tampak indah dan matang tetapi, ketika ia dipijak atau tertekan stroberi akan mudah hancur.

Hal tersebut sudah menggambarkan banyak fenomena zaman sekarang dimana anak-anak muda dalam usia yang seharusnya produktif mereka lebih suka bermalas-malasan atau istilahnya mager. Mereka takut untuk mencoba sesuatu yang baru, takut gagal, takut mendapat kritik ini dan itu sehingga ketakutan-ketakutan tersebut membuatnya menjadi pribadi yang malas beraktifitas dan lebih memilih menyimpan pemikiran-pemikiran bagusnya seorang diri. Fokus pada dunianya sendiri dan membiarkan orang lain berproses maju tetapi, mereka stuck di tempat.

Selain itu definisi ini sendiri banyak kita temui melalui curhatan-curhatan mereka di media sosial, curhatan berisi sakit hati, mudah menyerah, dan keresahan yang mereka alami, gagal melakukan sesuatu dan tidak bersemangat lagi walaupun sebenarnya mereka adalah anak-anak muda yang seharusnya mempunyai tekad untuk mencoba lagi dan bangkit dari kegagalan.

Lalu apa saja sih yang menjadi penyebab hadirnya Strawberry Generation itu? Menurut Prof. Renald Kasali ada beberapa hal yang mempengaruhi hadirnya Strawberry Generation tersebut, hal tersebut antara lain:

1.       Mendiagnosis diri sendiri tanpa melibatkan pihak ahli

Kita sebagai generasi millenial tentunya menjadikan media sosial sebagai salah satu kebutuhan sehari-hari dalam mencari dan mendapatkan informasi. Bisa dihitung berapa kali kita bermain gadget dalam sehari, karena memang tidak bisa dipungkiri pada era ini teknologi memang sangat diperlukan. Oleh karena itu, informasi-informasi dan segala hal apapun yang lewat di media sosial kita akan cepat menangkapnya. Kita terpapar informasi-informasi yang ada dan mencocok-cocokan dengan realita yang tengah kita hadapi. Kita berkesimpulan bahwa apa yang terjadi pada kita seperti apa yang dikatakan di media sosial.

Seperti misalnya ada curhatan seseorang yang mengalami masalah kesehatan mental karena masalah kuliah, kemudian ia didiagnosa terkena gangguan mental yang menyebabkan ia depresi, sedih yang berlebihan dan sebagainya. Kita yang merasa merasakan hal yang sama kemudian mendiagnosa diri sendiri bahwa kita mengalami hal serupa. Padahal, kita tidak tahu bahwa sebenarnya apa yang kita alami sama atau tidak dengan yang dikatakan di dalam media sosial. Kita mendiagnosa diri sendiri tanpa konsultasi kepada pihak ahli yang bisa memutuskan.

Contoh lainnya misalnya kita merasakan keluhan-keluhan yang terjadi pada tubuh kita tapi kita malah mencari-cari asal di internet dan langsung mempercayainya. Tidak salah memang mencari informasi di internet. Namun, sebaiknya kita tetap perlu pemeriksaan langsung dari para ahlinya. Hal ini tentunya menyebabkan kita menjadi pribadi yang suka overthinking, gampang bersedih dan putus asa.

2.       Anak dibesarkan dalam kondisi yang sejahtera dibandingkan generasi sebelumnya

Kehidupan masa kini tidak bisa dipungkiri memang umumnya lebih sejahtera. Dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan akan membuat seseorang menjadi pribadi yang bisa dibilang manja. Karena kebutuhan-kebutuhan yang seringkali merasa tercukupi, kita meminta apa mudah diberikan, kita ingin apa bisa cepat mendapatkan sehingga karena keadaan ini seseorang tidak merasakan arti penting sebuah perjuangan mendapatkan sesuatu. Seseorang cenderung ingin cepat mendapatkan apa yang ia mau karena ia terbiasa dimanjakan, sehingga ketika seseorang mendapatkan suatu kegagalan ia akan mudah lembek, patah semangat, dan lelah jika ingin mencobanya lagi.

3.       Generasi masa kini lebih mudah lari dari kesulitan

Generasi Strawberry ini jika mereka mendapatkan kegagalan mereka lebih mudah melupakan dan melampiaskannya ke hal-hal lain yang begitu mudah dilakukan. Mereka mudah baper karena kenyataan yang menyedihkan, mereka menghibur diri dan lari dari masalah. Sebenarnya tidak apa-apa jika kita melakukan hal tersebut untuk refreshing dan menenangkan pikiran. Namun, jika refreshing terus-terusan dilakukan itu akan membuat kita menjadi sosok yang terlanjur jatuh di zona nyaman. Kita kemudian susah untuk memulainya dari awal karena rasa kecewa kita. Padahal kesuksesan itu akan datang apabila kita menyikapi masalah-masalah yang terjadi dengan kembali percaya diri dan berani mencoba sesuatu yang baru untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kemarin.

4.       Narasi-narasi orang tua yang kurang tepat

Kadang orang tua menyebut anaknya dengan istilah-istilah tertentu yang membuat anaknya akan mengecap dirinya demikian ketika besar nanti. Contohnya kita disebut anak yang mood nya suka berubah-ubah atau moody, nah hal tersebut kemudian akan berpengaruh kepada kita dan kita mengakui bahwa kita memang berubah-ubah moodnya sehingga hal tersebut akan diajarkan. Padahal jika kita susah untuk mengatasi mood yang berubah-ubah akan berdampak buruk ketika kita akan melakukan sesuatu. Hal yang dikerjakan sesuai mood juga tidak baik, karena kehidupan yang kita lakukan harus mempunyai prosedur yang apik sehingga aktivitas yang kita jalani terasa menyenangkan.

Nah, apabila kamu merasa menjadi generasi ini kita harus berusaha untuk menumbuhkan mental stroberi yang gampang baper, putus asa, dan mager an ini menjadi mental yang tangguh. Generasi yang tangguh adalah generasi yang optimis untuk masa depan yang lebih baik. Kita dapat menghadapinya dengan berbagai macam cara. Walaupun generasi ini disebut juga dengan generasi rebahan, kita harus menjadi orang-orang yang cerdas memanfaatkan teknologi yang ada sehingga kita juga menjadi generasi yang ikut berkontribusi terhadap kemajuan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun