Mohon tunggu...
Nida Basyariyyah
Nida Basyariyyah Mohon Tunggu... Guru TK -

Seorang penulis pemula yang ingin membentangkan sayapnya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"The Secret of Cassandra" (Part 3)

25 Maret 2019   06:54 Diperbarui: 25 Maret 2019   07:09 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: instagub.com

Part-3  

The Secret of Cassandra

Oleh: Nida Basyariyyah

Ryo tersadar oleh tepukan Beni. Kedua temannya menatap dengan penuh rasa ingin tahu. Ryo hanya mengangkat bahu secara acuh dan bangkit berdiri untuk kembali ke kelas. Tepat saat posisi Ryo telah berdiri, bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi. Ketiganya segera kembali ke kelas.

Tempat mereka berkumpul kini kembali sunyi. Gedung sekolah yang membentuk huruf U memiliki taman pada sisi kanan dan kirinya. Pada bagian tengah belakang gedung sekolah diisi dengan kantin dan koperasi. Untuk memudahkan para siswa dan staf sekolah membeli segala keperluan.

Markas geng ribut berada pada sisi kanan gedung sekolah, tepat belakang kelas mereka. Sehingga ketika bel istirahat berakhir mereka dengan mudahnya kembali ke kelas. Terkadang mereka duduk di kantin untuk membeli camilan. Tak jarang pula mereka membelinya sebelum jam pelajaran dimulai. Maka saat jam istirahat tiba, mereka hanya perlu membawanya saja.

Tak banyak siswa yang mengunjungi taman, meskipun hanya beberapa saat. Hanya siswa-siswa tertentu yang mau tinggal berlama-lama di taman. Di dalam taman terdapat beberapa pohon besar, tumbuhan bunga beraneka ragam dan sebuah gazebo yang dibangun tepat di atas kolam ikan hias. Sehingga menambah keasrian alam di dalam taman tersebut. Saat jam istirahat tiba, beberapa siswa senang duduk di dalam gazebo dan memandangi ikan. Namun, sejak ada kabar tak mengenakkan tentang kejadian di gazebo, membuat para siswa enggan mengunjungi taman tersebut.

Beberapa siswa mengatakan ada tragedi di gazebo yang terkenal dengan kenyamanannya. Ryo yang sudah memasuki tahun kedua di SMU Teladan, belum pernah sedikitpun mendengar kisah tersebut. Baginya, cerita-cerita takhayul di sekolah hanya ulah orang-orang usil yang ingin menakuti para siswa.

"Yo, udah denger, belum?" Toni yang baru saja tiba di kelas segera menghampiri Ryo.

"Ada kabar apa, Ton? Guru Matematika enggak masuk, ya?" Beni bertanya dengan polosnya.

"Itu kabar yang pertama. Jadi selama dua jam kita nganggur di kelas ...." Ucapan Toni terpotong.

"Kok nganggur di kelas seneng, sih?" protes Ryo yang tak tertarik dengan perkataan Toni.

"Kabar kedua, ada penampakan hantu di belakang sekolah kita. Di tempat kita biasa nongkrong lagi, hiiyy." Toni mengabaikan ucapan Ryo dan bergidik ngeri dengan cerita yang beredar.

"Cemen, loe! Masa sama hantu aja takut," ledek Beni membuat Toni malu.

Ryo hanya membisu. Tatapannya beralih pada buku Matematika yang sedang terbuka. Meskipun Pak Budi tidak masuk kelas, ia tetap ingin belajar. Karena mata pelajaran Matematika yang paling sulit ia taklukan selama ini.

"Kayaknya gue mesti ambil les Matematika, nih," ucap Ryo dengan tiba-tiba seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Lagian loe sok pinter banget, Yo. Tauk gak bisa malah tetep dibaca," celetuk Toni yang disetujui oleh Beni berupa anggukan kepala.

"Justru itu, karena gue gak bisa makanya belajar. Eh, malah jadi puyeng begini."

"Tanya Susi aja, Yo!" usul Beni. Ryo menjawab dengan kedua jempol dan segera keluar kelas, menuju kamar mandi.

Sebenarnya ia tadi sempat mendengar ucapan Toni tentang kabar hantu di sekolah. Ia pun termasuk seorang yang penakut tapi demi gengsi, kelemahannya itu tak ditunjukkan depan Toni maupun Beni.

"Loe ke toilet gak ngajak gue, Yo," protes Toni yang kini berada di sisi kiri Ryo.

"Eh, Susi udah masuk ya? Kalau gurunya belum ada, gue mau ke kelasnya, nih."

"Bahas Matematika lagi? Bilang aja loe kangen Susi." Toni meledek.

Ryo hanya mengacuhkan dan berjalan kembali ke kelasnya setelah mengintip ke ruangan tempat Susi belajar. Ternyata guru Susi sudah datang sehingga Ryo mengurungkan niatnya.

                                           ***

Keesokan harinya, Ryo datang agak terlambat karena menunggu Susi berangkat. Namun, rupanya Susi tidak masuk disebabkan demam tinggi.

"Hei, Yo! Tumben loe telat?" seru Beni yang menunggu kedatangannya di dekat gerbang sekolah.

"Loe telat juga, Ben? Toni mana?" Ryo mencari Toni di antara para siswa yang tergesa-gesa masuk ke dalam lingkungan sekolah.

"Gue udah dateng dari tadi, pas liat ke kelas loe sama Toni belum dateng. Ya udah gue tungguin di gerbang. Kayaknya Toni gak masuk deh. Tadi dia kirim chat ke WA gue, katanya pusing." Beni menjelaskan, Ryo hanya menganggukkan kepala.

Mereka berjalan beriringan dan tanpa sengaja Ryo melihat wajah seseorang yang sangat dikenalnya. Namun, sosok tersebut menghilang terhalang oleh tubuh para siswa yang berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing. Tak lama bel masuk berbunyi, Ryo akhirnya memilih memasuki kelas.

Selama jam pelajaran berlangsung, pikiran Ryo terus teralihkan oleh sosok yang selama ini dirindukannya. Cassandra. Ia yakin telah melihat perempuan yang selama ini mendiami hatinya. Setelah sekian lamanya mencari kini ia yakin telah menemukan Sandra. Ryo bertekad untuk mencarinya pada jam istirahat.

"Yo, gue enggak ikut ke belakang dulu ya. Tadi ada janji sama Bella. Hehe, doain gue ya berhasil nembak dia." Beni mengatakan dengan malu-malu. Ryo pun hanya mengacak rambut Beni dan tertawa.

"Sukses deh, ya. Gue juga mau cari seseorang, nih. Doain ya," pinta Ryo dengan wajah berseri-seri dan membuat Beni sedikit heran.

Tidak seperti biasanya Ryo terlihat gembira. Namun, karena bel istirahat telah berbunyi dengan waktu yang sangat singkat, maka Beni mengabaikan rasa ingin tahunya.

Ryo berjalan dengan cepat mengelilingi setiap kelas lalu menuju kantin. Ia masih belum menemukan Sandra. Langkahnya kali ini menuju belakang sekolah, taman yang belum pernah ia datangi. Saat itulah ia mendengar kembali suara tangis yang menyayat hati. Suara tangis seorang perempuan yang seolah sedang menyesali sesuatu.

Langkahnya terhenti saat ia tiba di depan gazebo taman yang terlihat sunyi. Matanya menangkap sosok yang selama ini ia rindukan. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya. Amarah dan sakit hatinya bercampur menjadi satu. Ia bimbang, antara mendekatinya atau tidak. Kakinya terasa berat untuk melangkah. Hatinya terlalu sakit, kala teringat isi surat dan sikap Sandra yang menghindar selama ini.

"Sandra!" panggil Ryo lembut dan tak percaya dengan sosok di hadapannya.

                           -bersambung-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun