Mohon tunggu...
Nico Erdi Purwanto
Nico Erdi Purwanto Mohon Tunggu... Penjelajah -

Ecclesia et Patria - Ora et Labora ||| Ikuti saya di Instagram melalui akun @nicopurwanto

Selanjutnya

Tutup

Bola

Masa Lalu yang Mengalir dalam Timnas Jerman

18 Juni 2018   15:55 Diperbarui: 18 Juni 2018   16:03 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mundur lagi ke Piala Dunia 2002. Ya, Piala Dunia pertama di benua Asia, tepatnya Korea Selatan-Jepang. Sengaja saya melewatkan Piala Dunia 2006 Jerman karena Brazil, juara bertahan di edisi tersebut, mampu melaju ke perempat final sebelum usaha ke semifinal digagalkan oleh Prancis.

Di Piala Dunia 2002, yang 'menjabat jabatan' juara  bertahan adalah timnas Prancis, setelah Les Bleus mejuarai edisi 1998 di negara sendiri. Di Korea-Jepang, Les Bleus memulai dengan kekalahan, yang tentu saja mengejutkan, dari Senegal. Kemudian bermain imbang tanpa gol dengan Uruguay di laga kedua, dan yang terakhir, dihantam Denmark 0-2. Dengan hasil-hasil tersebut, Prancis gagal lolos dari fase grup.

Entah mengapa, nasib tim juara bertahan selalu terseok-seok di Piala Dunia berikutnya. Sebenarnya jika mau menelaah lebih jauh, para juara bertahan juga mengalami hal-hal serupa. Seperti sebuah tulah.

Tapi, bukan berarti tidak ada negara yang mampu menjuarai turnamen Piala Dunia secara konsekutif. Tanyakan pada orang Italia dan Brazil, pasti mereka dengan lantang menjawabnya, bahwa negara mereka pernah melakukannya, menjuarai Piala Dunia secara beruntun. 

Italia melakukannya pada Piala Dunia 1934 dan 1938. Dan Brazil, mampu menjuarai turnamen sepak bola terbesar sejagad tersebut pada edisi 1958 dan kemudian edisi 1962, yang fakta tersebut tetap saya percayai meski saya belum lahir pada gelaran tersebut, bahkan mungkin Anda pun juga belum lahir di tahun-tahun tersebut?.

Dalam tulisan ini, pembahasan mengenai juara bertahan memang hanya membahas juara bertahan di edisi Piala Dunia setelah era pergantian milenium kedua. Selain masih segar di ingatan Anda, rasanya tidak perlu menyusuri sampai hulu 'sungai' seperti dalam ungkapan di awal tulisan tadi.

Kembali ke Jerman, atau ke timnas Jerman. Meski para pendukung Der Panzer sedikit khawatir jika melihat para juara bertahan edisi terdahulu, dan mengaitkannya dengan Jerman tentunya, saya kira mereka juga perlu mendalami ungkapan time is but a river flowing from our past dengan makna lain.

Joachim Loew selaku pelatih dan para pemain timnas Jerman perlu 'mencuri' ilmu atau inspirasi pada Italia (Maaf saya sebut meskipun negara ini tidak lolos) dan Brazil soal menjuarai Piala Dunia secara berturut-turut. Bahkan, Real Madrid pun bisa dijadikan inspirasi. 

Ya, Los Blancos tahun ini menjuarai Liga Champions untuk ketiga kali secara berturut-turut mulai tahun 2016 hingga 2018, setelah sebelumnya hal tersebut dianggap sebagai mitos belaka!

Jika melihat pada hasil dan statistik pertandingan Jerman kontra Meksiko kemarin, rasanya tidak adil mengadili Jerman bersalah atas ketimpangan statistik dan hasil akhir tersebut. Nyatanya, Die Mannschaft mampu melepaskan 25 tembakan dengan 9 di antaranya tepat sasaran. Sedangkan Meksiko melepaskan 'hanya' 12 tembakan dan 4 di antaranya tepat sasaran.

Bahkan, jika melihat statistik lain, seperti penguasaan bola dan pasing serta pasing akurat, Der Panzer lebih unggul daripada El Tri. Meksiko lebih banyak bertahan, dan melakukan serangan balik, namun serangan balik ini begitu efektif sehingga menghasilkan gol tunggal Hirving Lozano ke gawang Manuel Neuer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun