Aku menerjemahkan praxis kehidupan yang dimaksud Habermas lebih menyinggung pola masyarakat kita yang sarat dengan heteronormativitas, dan penolakan pada seksualitas diluarnya. "Love is love, love has no gender", Â narasi ini dianggap mengancam bagi heteronormativitas. Bagi aku, love has no gender itu adalah praxis kehidupan yang ditawarkan oleh Habermas.Â
Pola heteronormativitas seiring dengan dengan rasionalitas bertujuan, yang menurut  Habermas "ilmu pengetahuan beserta teori-teorinya sudah terlanjur berada di menara gading dan ketika dilibatkan dalam praktik kehidupan sehari-hari, manusia malah terkurung oleh belitan rasionalitas yang menjadi landasan teori-teori tersebut.Â
Mereka dibius oleh sebuah daya yang menempatkan tujuan di atas segala-galanya dan dibikin percaya bahwa yang mesti diusahakan adalah sarana dan cara mencapai yang seampuh-ampuhnya."
Mari lebih lanjut melihat sisi lain, dimana Habermas sendiri mengidealkan suatu kondisi di mana manusia tak saling sikut dan gencet demi kepentingan dan tujuan instrumental masing-masing. Dia membayangkan masyarakat komunikatif, yang menjadi tempat perbedaan kepentingan dibicarakan lewat cara-cara yang elegan dan tak menutup ruang gerak masing-masing pihak.
 Itu semua bisa berlangsung di ruang publik yang terbuka dan steril dari tekanan ideologi yang hanya meniupkan angin surga. Kepentingan heteronormativitas, tidak jauh lebih penting dari kepentingan ruang hidup bagi seksualitas lainnya. Aku rasa pemikiran Habermas perlu dihadirkan dalam ruang perdebatan mengenai seksualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H