Masa-masa kemerdekaan adalah masa yang ditunggu sejuta umat di Indonesia karena kita sudah terlepas dari gemuruhnya siksaan fisik dan batin. Surat kabar tidak kalah penting pada hal ini, dengan adanya surat kabar warga yang berada di kota lain dapat mengetahui bahwa negara kita sudah Makmur dan sejahtera.
Dengan adanya surat kabar menjadikan pijakan kokoh para warga dan sebagai tempat berlindungnya bisikan yang disebar oleh pihak Belanda melalui media massa milik Belanda. Negara Indonesia semakin kuat saat dibubarkannya RIS (Republik Indonesia Serikat) yang diakuinya kedaulatan Indonesia sebagai Republik Kesatuan yang didasarkan melalui UUDS.
Pada masa kejayaan Indonesia inilah jurnalisme di Indonesia perlahan-lahan malah melemah karena dijadikan sebagai alat pendukung politik di Indonesia, bahkan dijadikan alat penyerangan politik lawan, alasannya agar salah satu dari kelompok mendapatkan kekuasaan untuk menduduki negara yang baru ini.
Pada kala itu banyak surat kabar yang ditutup karena dituduh sebagai perlawanan bagi pemerintah. Dan banyak dari wartawan media di tangkap karena dianggap mengancam pemerintah.
Pada 1 Oktober 1958 ditetapkan sebagai hari kematian kebebasan pers di Indonesia, karena saking parahnya kebebasan pada masa itu. Pada 5 juli 1959 saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden ini tambah membuat ruang gerak kebebasan di Indonesia semakin sempit.
Tidak hanya itu beberapa pekan setelahnya Departemen Penerangan memberi pengumuman yang berisi peraturan baru yang mewajibkan surat kabar dan majalah harus ada dukungan setidaknya satu partai politik atau tiga organisasi massa.
Dengan keadaan seperti inilah surat kabar dan majalah tidak ada yang bersifat netral, karena mereka harus menggendong partai yang sudah mereka naungi. Yang padahal tujuan di dirikannya media massa ini sebagai tempat bernaung masyarakat-masyarakat kecil.
Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada masa pemerintahan Orde Baru ini sangat berpengaruh pada kebebasan pers di Indonesia yang dimana pada masa awal kemerdekaan orang-orang mendapatkan tekanan secara mental atas keberpihakan media massa.
 Pada masa inilah para pemilik modal diperbolehkan langsung untuk membangun media massa yang berupa koran maupun majalah tanpa harus mendapatkan izin dari pihak manapun.
Namun dibalik legalnya media massa pada zaman ini membuat para pemilik saham media massa berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan. Saking bebasnya muncullah suatu konten pornografi di berbagai majalah atau yang biasa  kita sebut majalah dewasa.