Journey 1: Senin, 05:00-05:30 am, Berangkat dari Toadhall ke Manuka.
“Apa sih yang kalian NGO kerjakan selama ini, Drach?’, tanya Lawe.
“Banyak boss, ada yang bergerak di bidang kampanye multikulturalisme, pluralisme, meredam konflik komunal, pemantau pemilu, gerakan anti-utang, memperjuangkan HAM, perlindungan kaum minoritas, mengamati kinerja pemerintah, termasuk gerakan anti-korupsi yang mendukung lembagamu saat dikriminalisasi oleh Polisi”, jawab Sadrach bersemangat sambil membenarkan posisi duduknya.
“Dalam konsep demokrasi, kami ini adalah wakil kekuatan masyarakat sipil, kaum terdidik yang kritis untuk melakukan check and ballance kepada kinerja pemerintah”, imbuhnya dengan mimik serius.
“Kami ini kadang mengkritik, kadang mendukung pemerintah. Tergantung apa yang telah dilakukan pemerintah.”, tambah Sadrach.
“Dari mana kalian mendapatkan dana agar tetap hidup, banyak yang dari luar negeri, ya? Bagaimana kalian menjaga agenda kalian tidak disetir oleh pemberi dana?”, tanya Lawe sambil terus menyetir mobilnya.
“Jangan begitu, kawan. Aku tahu arah pertanyaanmu. Bukankah KPK juga mendapatkan dana dari asing. Beberapa dari kami ini kan juga mitra KPK. Yang penting kita tetap fokus dalam memperjuangkan sesuatu.”, jawab Sadrach sambil memusatkan pandangannya pada mayat seekor kanguru di pinggir jalan.
“Lihat Lawe, tadi ada bangkai kanguru di pinggir jalan. Mungkin tertabrak mobil tadi malam”, seru Sadrach sambil jarinya menunjuk ke arah belakang mobil.
“Kita kembali ke laptop saja, Drach”, kata Lawe.
(“Lawe meminjam kata-kata bertuah Tukul Arwana”, batin Sadrach sambil bersungut-sungut.)
“Wah, sayang kita udah sampai Manuka. Itu, si Joe supervisor kita udah nampak batang hidungnya. Nanti perjalanan pulang kita sambung lagi obrolan kita, ya.”, seru Lawe.