Pendahuluan
Kehidupan pada abad pertengahan diwarnai oleh pengaruh iman Kristen yang tumbuh kuat di tengah masyarakat. Pandangan filsafat pada zaman ini pun berkembang sekaligus dipengaruhi oleh teologi Kristen.
Pertanyaan sentral dan masalah utama yang dihadapi oleh para filsuf abad pertengahan yaitu bagaimana menghubungkan iman dan rasio yang pada masa itu dianggap sebagai dua sumber utama pengetahuan. Iman dan rasio selalu dibanding-bandingkan bahkan dipertentangkan satu dengan yang lainnya.
Dalam konteks ini, pergumulan intelektual yang dihadapi oleh para filsuf adalah masalah menghubungkan iman kristiani (monoteisme) dan tradisi Yunani Klasik. Â Pada abad ini hadir seorang filsuf sekaligus teolog yaitu Santo Agustinus dari Hippo yang berusaha menjawab pertanyaan sentral dengan menghubungkan dua sumber utama pengetahuan manusia seturut argumen-argumen filsafatinya.
Agustinus yang merupakan murid dan pengikut Plato, hadir sekaligus menawarkan konsep tentang illuminatio (penerangan ilahi) sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi pada abad tersebut. Pergumulan yang dihadapi oleh para filsuf dan teolog untuk menghubungkan dua sumber pengetahuan tersebut diselesaikan oleh Agustinus.Â
Baca juga :Mark Zuckerberg, Iluminati dan Sejuta Khayalan Itu
Dengan konsep penerangan ilahi yang menjelaskan betapa manusia begitu tergantung dan terarah pada Tuhan sebagai sumber segala sesuatu. Pengetahuan manusia pun pada dasarnya hanya berpartisipasi dalam sumber segala pengetahuan yaitu Tuhan.
Agustinus meyakini bahwa manusia tidak bisa memiliki pengetahuan dari dirinya sendiri kalau tidak disinari dan dicahayai oleh Tuhan. Filsafat yang dikembangkan Agustinus secara essensial adalah filsafat pengalaman keagamaan dan merupakan sumber bagi mistisisme dan etika barat.
Menurut Agustinus penciptaan adalah suatu creatio ex nihilo, penciptaan keluar dari pada "yang tidak ada". Dasar penciptaan ini adalah akal dan hikmat Tuhan. Di dalam akal Tuhan terdapat gagasan-gagasan atau ide-ideNya. Dunia diciptakan sesuai dengan ide-ide tersebut dan proses penciptaan yang terjadi dilaksanakan dengan perantaraan logos.Â
Agustinus melihat hubungan antara Tuhan dan jiwa manusia sebagai perhatian utama agama. Karena jiwa diciptakan "dalam citra Tuhan", pengetahuan diri menjadi alat untuk mengenal Tuhan, tak lagi dipahami sebagi soal pengamatan dua akal budi, tetapi juga perasaan.
Dalam visi Agustinus tentang pengetahuan manusia, Tuhan bukan hanya sang pencipta, tetapi juga pelaku aktif di dalam alam semesta. Menurut Agustinus, wahyu melalui Kitab Suci amatlah penting untuk memahami sepenuhnya rencana ilahi dan tempat manusia di dalam rencana tersebut.
Namun demikian, pengalaman-pengalaman kita terhadap dunia alamiah dapat juga menunjukkan kita ke arah kebenaran religious (Solomon dan Higgins, 2003: 226). Agustinus menganggap filsafat sebagai suatu aktivitas yang meliputi teknik-teknik penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran tertinggi tentang kehidupan.
Baca juga : Mencari Inspirasi dari Seni Iluminasi Manuskrip Nusantara
Dengan mengikuti Agustinus yang mempertahankan bahwa tidak mungkin ciptaan-ciptaan sama kekal (co-eternal) dengan pencipta. Aliran Agustinus menolak kemungkinan penciptaan dari kekekalan (creatio ab qetermo). Agustinus mempertahankan bahwa kesatuan jiwa dengan Allah adalah terutama melalui kehendak. Â Â
Bahkan Agustinus menekankan bahwa iman kristiani merupakan landasan atau titik berangkat seluruh refleksi-refleksi filsafat bagi pengetahuan manusia. Hal ini terlihat jelas di dalam semboyannya yang terkenal yaitu fides querens intellectum (iman mencari pengertian atau pemahaman).
Baginya ini adalah kebenaran mendasar yang mengatasi segala kebimbangan atau kebingungan intelektual. Ia meyakini bahwa ada kebenaran absolut atas dasar iman sebagai landasan pijak.
Key Words
Agustinus, Illuminatio (penerangan ilahi), Creatio ex Nihilo, Penciptaan dan Manusia.
Tesis Dasar
Agustinus mempertahankan kekristenan agar tidak terpengaruh filsafat dualisme dari Plato sekalipun dia sendiri adalah murid Plato. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan teori pengetahuan dan doktrin iluminasi dari Tuhan untuk kepastian pengetahuan sejati yang sudah manusia dapatkan.
Problematika
Bagaimana menghubungkan iman dan rasio yang pada masa itu dianggap sebagai dua sumber utama pengetahuan?
Mengapa pandangan tentang iluminasi dari Agustinus dapat memberikan kepastian pengetahuan tentang manusia sebagai ciptaan?
Penjelasan Problematika
Bagaimana menghubungkan iman dan rasio yang pada masa itu dianggap sebagai dua sumber utama pengetahuan?Â
Semasa hidupnya pada masa abad pertengahan, Agustinus adalah seorang pengkhotbah yang ulung sekaligus filsuf terkenal. Banyak orang yang tak percaya kepada Gereja Katolik, kembali ke dalam pangkuan Gereja Katolik sementara orang-orang Katolik semakin diperteguh imannya.
Baca juga : Para Gembala Gereja Katolik di Indonesia (Tahun Kegembalaan 2021)
Agustinus menulis surat-surat, khotbah-khotbah serta buku-buku dan mendirikan biara di Hippo untuk mendidik biarawan-biarawan agar dapat mewartakan Injil ke daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri.
Gereja Katolik di Afrika mulai tumbuh dan berkembang pesat. Agustinus memiliki dua pandangan yang penting yakni: Manusia harus bergantung kepada kedaulatan Allah dan manusia mempunyai tugas merefleksikan Allah di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, ada hubungan vertikal ke atas antara Tuhan dengan manusia, serta hubungan horizontal ke sekitar antara manusia dengan manusia lain.
Agustinus tidak percaya pada dualisme fisik. Dia berpendapat bahwa kejahatan itu tidaklah positif, kejahatan itu sekedar menunjukkan jarak dari ada yang sebenarnya. Tidak ada Tuhan selain yang Esa, yang mempunyai sifat kesempurnaan.
Dua pandangan penting dari Agustinus ini memberi sumbangan yang baik bagi perkembangan filsafat pengetahuan pada abad pertengahan. Pandangan dan konsep illuminatio dari Agustinus secara langsung menjawab permasalahan yang terjadi di abad pertengahan tersebut.Â
Pengetahuan manusia pada dasarnya bersumber dari Tuhan dan disinari oleh Tuhan, dengan kata lain pengetahuan manusia yang ada merupakan partisipasi di dalam sumber segala pengetahuan dan kebijaksanaan yaitu Tuhan sendiri.
Konsep iluminasi atau penerangan ilahi menjadi solusi terhadap permasalahan untuk menghubungkan dua sumber utama pengetahuan manusia, iman dan rasio. Konsep yang ditawarkan oleh Agustinus menjadi jalan keluar bagi para filsuf dan para teolog abad pertengahan yang berkutat dengan problematika tersebut.Â
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari konsep atau ide yang ditawarkan oleh Agustinus yaitu: Sebagai manusia kita harus sadar bahwa Allah adalah sumber dan tujuan hidup, termasuk pengetahuan kita. Kita juga diajak untuk membangun semangat hidup rohani yang mendalam agar dapat dekat dan tekun menjalankan kehendak Tuhan.
Terlepas dari itu semua, kita harus semakin peka terhadap panggilan dan tuntunan Tuhan yang selalu menerangi pengetahuan kita. Karena pada dasarnya konsep iluminasi memberikan penegasan penting bahwa manusia tidak dapat memahami dan mengetahui sesuatu yang baik apabila tidak disinari dan diterangi oleh Tuhan. Manusia amat bergantung pada penerangan ilahi dan terlebih khusus pada Tuhan sebagai pencipta ilahi.
Mengapa pandangan tentang iluminasi dari Agustinus dapat memberikan kepastian pengetahuan tentang manusia sebagai ciptaan
Selama beberapa tahun, Agustinus membaktikan dirinya untuk mengajar dan menggeluti studi-studinya dengan Neo Platonisme. Ia mencurahkan perhatiannya yang sangat besar pada karya-karya Plato dan Plotinus.
Dari Plotinus, Agustinus menerima pandangan bahwa realitas sejati bersifat spiritual dan bahwa semua berasal dari Tuhan. Dari Plato, Agustinus menerima pandangan bahwa kehidupan kontemplasi, adalah satu-satunya jalan mencapai pengetahuan dan kebahagiaan walaupun menolak kerangka kafir tempat Plato mengembangkan pandangan ini. Dan dengan agama-agama Kristen, ia menerima pandangan bahwa bimbingan yang tepat untuk mencapai kehidupan yang baik adalah Kitab Suci.Â
Filsafat yang dikembangkan Agustinus secara essensial adalah filsafat pengalaman keagamaan dan merupakan sumber bagi mistisisme dan etika barat. Menurut Agustinus penciptaan adalah suatu creatio ex nihilo, penciptaan keluar dari pada "yang tidak ada".
Dasar penciptaan ini adalah akal dan hikmat Tuhan. Di dalam akal Tuhan terdapat gagasan-gagasan atau ide-ideNya. Dunia diciptakan sesuai dengan ide-ide tersebut dan proses penciptaan yang terjadi dilaksanakan dengan perantaraan logos.
Barangkali satu-satunya kontribusi terbesar Agustinus bagi filsafat barat (dan bukannya pemikiran Kristen) ialah penekanannya pada kehidupan personal, kehidupan batiniah seseorang.
Agustinus melihat hubungan antara Tuhan dan jiwa manusia sebagai perhatian utama agama. Karena jiwa diciptakan "dalam citra Tuhan", pengetahuan diri menjadi alat untuk mengenal Tuhan, tak lagi dipahami sebagi soal pengamatan dua akal budi, tetapi juga perasaan.
Dalam visi Agustinus tentang pengetahuan manusia, Tuhan bukan hanya sang pencipta, tetapi juga pelaku aktif di dalam alam semesta. Menurut Agustinus, wahyu melalui Kitab Suci amatlah penting untuk memahami sepenuhnya rencana ilahi dan tempat manusia di dalam rencana tersebut.
Namun demikian, pengalaman-pengalaman kita terhadap dunia alamiah dapat juga menunjukkan kita ke arah kebenaran religious (Solomon dan Higgins, 2003: 226). Agustinus menganggap filsafat sebagai suatu aktivitas yang meliputi teknik-teknik penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran tertinggi tentang kehidupan.
Dengan mengikuti Agustinus yang mempertahankan bahwa tidak mungkin ciptaan-ciptaan sama kekal (co-eternal) dengan pencipta. Aliran Agustinus menolak kemungkinan penciptaan dari kekekalan (creatio ab qetermo). Agustinus mempertahankan bahwa kesatuan jiwa dengan Allah adalah terutama melalui kehendak. Â Â
Bahkan Agustinus menekankan bahwa iman kristiani merupakan landasan atau titik berangkat seluruh refleksi-refleksi filsafat bagi pengetahuan manusia. Hal ini terlihat jelas di dalam semboyannya yang terkenal yaitu fides querens intellectum (iman mencari pengertian atau pemahaman).
Bagi nya ini adalah kebenaran mendasar yang mengatasi segala kebimbangan atau kebingungan intelektual. Ia meyakini bahwa ada kebenaran absolut atas dasar iman sebagai landasan pijak.
Penutup
Topik 'terbaik' untuk memikirkan relasi iman dan rasio ini ialah menyangkut eksistensi Tuhan. Bahwa beban pembuktian atasnya, selain melibatkan dua 'kondisi natural' (iman dan rasio) manusia itu, juga merupakan perdebatan yang menimbulkan pro dan kontra.
Agustinus berpendapat bahwa pengertian yang diproses oleh rasio (akal budi) adalah upah dari iman. Hanya orang yang beriman yang dapat berpikir lurus. Karena upah bagi tindakan menerima pernyataan Allah dengan iman adalah bahwa orang mempunyai pengertian yang lebih utuh dan lengkap tentang kebenaran.
Artinya hanya dengan membangun premis-premis berpikirnya berdasarkan wahyu maka manusia akan dapat sampai kepada kebenaran yang sejati. Allah yang tidak berubah tidak mungkin dapat di pahami oleh akal manusia yang selalu berubah. Dan akal yang berubah tidak mungkin menjadi landasan untuk memahami Allah secara benar.
Oleh karena itu manusia membutuhkan sesuatu yang absolut untuk mengenal Allah, yaitu wahyu Allah sendiri yang absolute dan tidak berubah. Lebih jauh Agustinus menyatakan bahwa iman dan akal berasal dari sumber kebenaran yang sama yaitu Allah. dimana filsafat dapat digunakan untuk menafsirkan kitab suci dan sebaliknya kitab suci dapat digunakan untuk memberikan suatu gambaran terhadap filsafat.
Dalam konteks ini, dapat dipahami selanjutnya bahwa iman adalah langkah pemahaman. Langkah di mana manusia dapat  mencapai kebenaran utuh dan universal tentang Allah, yang tak mampu dipahami dan diselami oleh akal budi (rasio).
Agustinus kemudian menegaskan bahwa pengertian merupakan upah atau pemberian dari iman akan Allah. pemberian dari tindakan menerima kehadiran Allah dengan iman, secara tidak langsung mengarahkan manusia atau subjek itu terarah pada pengertian yang lebih luas, mendalam, utuh, universal, absolut dan tak terbatas tentang kebenaran ilahi yang diwahyukan oleh Allah sendiri.
Kepustakaan
Arif, Purnomo, Pemikiran Historis Agustinus Sebagai Jiwa Zaman Abad Pertengahan, Jakarta: Jurnal Paramitha No. 2 Th X Juli, 2000.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Ehaq, Timoteus Ata Leu. Traktar Epistemologi. Manado: 2018.
Heuken, Adolf. Ensiklopedi Gereja Jilid I. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991.
Https://www.ieo,utm.edu. (Internet Encyclopedia of Philosophy).
Solomon, Robert C dan Higgins, KM, Sejarah Filsafat. Jogjakarta: Bentang Budaya, 2003.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H