3. EkonomiÂ
  Secara terbatas dan sesuai aturan adat, masyarakat diperbolehkan memanfaatkan hasil hutan non-kayu seperti madu hutan, rotan, dan tanaman obat obatan tradisional. Pemanfaatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan
4. Edukasi dan PenelitianÂ
  Hutan larangan adat ini juga berpotensi menjadi tempat penelitian bagi akademisi yang tertarik mempelajari keanekaragaman hayati dan kearifan lokal masyarakat adat. Selain itu, masyarakat sekitar menjadikannya sebagai sarana edukasi untuk menanamkan nilai-nilai pelestarian lingkungan kepada generasi muda.Â
 Aturan Adat dalam Pengelolaan Ghimbo PotaiÂ
  Pengelolaan Ghimbo Potai didasarkan pada hukum adat yang melarang aktivitas seperti penebangan pohon secara sembarangan, perburuan liar, dan perambahan hutan untuk kepentingan pribadi. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi adat berupa denda, hukuman sosial, atau ritual permintaan maaf kepada alam.Â
 Tantangan dalam PelestarianÂ
  Meskipun memiliki nilai penting, Hutan Larangan Adat Ghimbo Potai menghadapi berbagai tantangan, antara lain:Â
- Tekanan Ekonomi: Aktivitas ilegal seperti penebangan liar dan perambahan hutan sering kali didorong oleh kebutuhan ekonomi.Â
- Kurangnya Dukungan Hukum Formal: Konflik antara hukum adat dan hukum formal sering menjadi hambatan dalam pengelolaan hutan.Â
- Perubahan Iklim: Dampak perubahan iklim dapat memengaruhi keberlanjutan ekosistem hutan ini.Â