Selanjutnya, aspek personal individu turut menjadi pertimbangan dalam mengatasi masalah pengangguran. Di Eropa, para lulusan universitas akan diberikan bekal tambahan keterampilan yang akan disesuaikan dengan kebutuhan industri masa kini.
 Para pemuda yang masih dalam kategori usia dibawah tiga puluh tahun ini nantinya akan menjalankan serangkaian program yang dibuat oleh UE, salah satu diantaranya yaitu Korps Solidaritas Eropa (ESC) untuk mendapatkan berbagai pengalaman terkait dengan komunitas sekaligus menunjang kebutuhan untuk memperbesar koneksi. Tawaran pasca lulus tidak hanya berhenti sampai disitu.Â
Akses langsung pelatihan kerja yang dilakukan oleh industri, pendidikan formal pasca kampus, bahkan magang di perusahaan yang dipilih juga menjadi program prioritas pemerintah. Menariknya, semua program ini dapat dinikmati terbebas dari umur peserta.Â
Berkaca sedikit ke Indonesia, batas usia pelamar kerja masih menjadi sorotan sejak tuntutan diskriminasi usia ditolak oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).Â
Para penuntut yang kala itu memprotes bahwa batas usia yang biasanya ditetapkan oleh pemberi kerja, 25 tahun, dirasa kurang tepat karena menutup akses kepada masyarakat yang memiliki keterampilan lebih tetapi terhalang oleh syarat biologis tersebut (BBC Indonesia, 2024).Â
Eropa menetapkan syarat usia pelamar pekerja bukanlah sebuah hal yang tepat dan biasanya seseorang tidak cocok dengan suatu pekerjaan apabila dinyatakan sudah tidak mampu untuk bekerja.
Eropa sejatinya tepat untuk dijadikan sebagai standar kesejahteraan.Â
Dengan tingkat ketahanan yang sangat baik yang mampu melewati masa-masa krisis pandemi COVID-19 dimana bahkan terjadi penurunan pengangguran yang sangat signifikan ke 6,5% di tahun 2020 dari 11,7% di tahun 2013 dan kini tinggal 6% di tahun 2024.Â
Semangat dan etos kerja dan semangat untuk terus bertahan hidup adalah motivasi utama baik dari masyarakat maupun dari otoritas tinggi untuk menjadikan Uni Eropa sebagai kawasan ideal sesuai yang dicita-citakan.Â
Adapun sebenarnya mekanisme ini sedikit banyak mengalami dinamika yang beragam bahkan penyesuaian masing-masing kembali ke kebijakan domestik dan lokal setiap negara, tetapi terdapat sintesis di setiap elemen kebijakan yang dikeluarkan yang berasal dari keinginan untuk memajukan kawasan regional.Â
Selain itu, konsep dan sistem negara kesejahteraan menurut penulis tidak cocok untuk diterapkan ke negara-negara dengan pendapatan masyarakatnya masih tergolong menengah atau rendah.