Berdasarkan pengamatan Engkos Perdana, betkaitan dengan tulisan Imanudin, tidak semua rumah di Cigumentong pakai rumah panggung kabuhunan. Mereka sebagian berkebun. Tentang kemanutan gunakan pupuk organik. Karena keterpaksaan lokasi yang jauh dari tempat jual beli pupuk. Sehingga, mereka terpaksa gunakan pupuk organik yang berasal dari serasah tumbuhan dan kotoran hewan," Tapi, itu bisa jadi modal untuk terbentuknya satu kampung adat." kata Engkos
Penetapan Cigumentong sebagai kampung adat, lanjut Engkos, perlu adanya pendalaman karakter kampung adat, "Sejarah, sebenarnya, tak terlalu penting. Sebab, Kampung Naga pun belum memiliki sejarah yang utuh. Perlu dibutuhkan pondasi mental warga Cigumentong itu sendiri. Telah siap belum untuk dijadikan warga adat. Dalam arti, sanggup bertahan jalankan kearifan lokal yang selama ini berlaku. Bila komponen-komponennya belum mendukung, jangan paksakan untuk jadi kampung adat," tutur Engkos.
Tak terasa waktu pun telah beranjak sore. Bertudung mega mendung, kami tinggalkan kampung Cigumentong. Â Namun, belum sampai di pertengahan jalan, taburan butiran air deras menahan kami untuk berteduh di bawah rindangan pohon besar. Terlihat Sang Pemerhati Sejarah Sumedang itu membuat tulisan kesimpulan dari perjalanan jurnalistik kami ke Cigumentong. Isi tulisannya, "Kampung adat itu biasanya terisolir. Tapi, tak semuanya yang terisolir itu, kampung adat" ( TATANG TARMEDI )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H