Mohon tunggu...
Tatang Tarmedi
Tatang Tarmedi Mohon Tunggu... Jurnalis - Untuk share info mengenai politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Hidup akan jauh lebih bernilai, jika kau punya sebuah tujuan penting.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Cinta di Dunia Maya

16 Januari 2021   14:52 Diperbarui: 16 Januari 2021   15:17 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali buka Facebook (FB), aku selalu sempatkan buka akun fb milik Mutiara,  fb yg telah lama tak digunakan oleh pemiliknya. Kenapa sang pemilik fb tak menggunakannya lagi ? apa alasannya? lantas, kemana dia selama ini ?. Inilah kisah  penuh haru yg  sangat sayang bila anda lewatkan begitu saja.

Pertama kali berkenalan dengan Mutiara di dunia maya, saat ulang tahunku yg ke 30. Mutiara waktu itu ngucapkan Selamat Ulang Tahun kepadaku. Tapi disertai dengan seuntai kalimat, " SELAMAT BERBAHAGIA, TEMAN. BIARKAN HANYA AKU SAJA YANG MENDERITA ". Dari sekian banyak yg ngucapkan ulang tahun kepadaku lewat fb, hanya dia yg memberikan lampiran kata-kata seperti itu. Lainnya, paling HBD, selamat ulang tahun dan ucapan2 biasa saja.  Aku tak hiraukan lampiran kata2 Mutiara kala itu, hanya beri jempol saja.

Besoknya, aku buat postingan, sedikit agak mengarah pada kalimat yg dia kirim buatku itu, statusku begini, " Apa yg Kau deritakan ". Sejam kemudian kubuka kembali status itu,  ada 40 yg suka. Satu komentar. Ternyata yg komentar Mutiara, " Derita itu sangat melelahkan," tulisnya.

Apa yg menjadi penderitaan Mutiara ? Tanyaku dalam hati. Beberapa hari aku selalu terpikirkan kata-kata Mutiara itu. Penasaran kubuku profil Mutiara, ia hampir seumuran denganku. Hanya beda beberapa bulanan saja. Profesi ngakunya seorang guru SD di Kecamatan Buahdua. Kelihatan dari Foto profilnya, ia berhijab. Wajahnya mengingatkan aku pada istrinya alm Ustad Jepri.

Dari mulai itulah, hampir tiap hari aku chatingan terus dengan Mutiara. Setiap kali aku tulis status, Mutiara selalu memberikan jempol. Begitu pula, setiap ia buat status, selalu aku yang pertama ngelike. Hubunganku dengan Mutiara di dunia maya, kadang bikin ngiri teman lainnya yg tahu kedekatanku. Pernah ada satu teman yg ngomentar agak sinis," wah, cerita cinta lewat fb nih," katanya.

Ke teman yg bikin komentar itu, aku suka marah. Ia memang teman sebangkuku waktu SMP, kuserang dia dengan kata-kata lewat inboxnya, " Kamu jangan macem-macem depan cewekku," tulisku. Temanku itu malah kirim jawaban wk.wk.wk. ah dasar pikirku orang suka iseng, tak mau teman lihat bahagia.

Pertama kali aku merasakan begitu tersiksanya dibantai rindu oleh Mutiara. Setiap malam aku ingin terus chatingan dengan Mutiara. Berkali-kali air mata mengalir saat ia ngungkapkan bila dirinya sedang berduka. Ia tak menjelaskan tentang penderitaannya itu. Oh, begini rasanya cinta sejati itu. Meskipun hanya lewat dunia maya, namun ada rasa rindu yg mendalam.

Pada suatu hari, aku terkena musibah. Ketika di angkutan umum, hpku tak terasa ada yg nyambar dari dalam tas kecilku. Aku lama kemana-mana tak bawa hp. Rasanya, ada nyamannya juga hidup tak miliki hp. Daripada punya hp, tapi hati jadi tersiksa. Sekitar lima bulanan aku coba menjalani kehidupan tanpa dengan hp. Senang juga.

Desi, iparku, pada suatu malam datang ke rumah. Ia sengaja datang menghadiahkan hp kepadaku," Mang, ini hp buat Emang. Lumayan buat foto-foto. Desi punya hp baru," katanya. Aku terima hp pemberian Desi. Esoknya aku beli kartu perdana. Sedikit kaku juga mengoperasikan hp yg baru dikenal. Apalagi telah lama aku tak pegang-pegang hp lagi. Entah kenapa, ada rasa ingin buka fb. Rindu beberapa bulan tak lihat status-status Mutiara.

Saat pintu fbku terbuka, ada beberapa pesan di inbox. Kubuka pesan itu. Ternyata dari Mutiara. Ditulis sekitar tiga bulan lalu. Dia menulis," Kemana saja, kita lama tak jumpa lewat fb". Kubuka status-statusnya. Ada satu status yg nyentuh perasaanku," Bulan, kemana menghilang, padahal aku ingin kau tampakkan diri, terangi hidupku yang kelam,". Aku tulis dalam komentar," Bulan kembali terangi dunia,".

Tapi, semalaman aku menunggu jawaban, Mutiara tak pernah menjawabnya. Mungkin saja ia ingin membalasku. Bagaimana rasanya bila pesan atau komentar tak dibalas. Malam itu aku tak bisa tidur. Ada suara mobil masuk pekarangan rumah. Setelah dilihat Pak Usup Direktur media cetak tempatku bekerja. Ia memberi tahu, ada sekolah SD rusak, " Coba kamu angkat beritanya. Konfirmasi pihak-pihak terkait,"

Sebenarnya aku malas untuk pergi. Apalagi semalaman tak tidur. Tapi, aku takut dimarah Pemred, bila tugasnya tak dikerjakan. Pagi itu memaksakan aku meluncur ke lokasi kejadian. Satu sekolah SD rubuh. Untung, kata masyarakat setempat, kejadiannya malam hari. Siswa tampaknya diliburkan. Guru-guru pun tak ada satu pun. Penasaran aku datangi kantor UPTD Pendidikan. Di kantor UPTD pun lengang tak ada orang. Dari ibu kantin,aku dapat kabar, karyawan UPTD sedang  melayat Bu Tiara guru meninggal.

" Maksud ibu, guru itu meninggal tertimpa reruntuhan sekolah ?" Tanyaku. Ibu kantin menjelaskan bahwa Bu Tiara telah lama ngidap kanker darah;" Kasihan, mana ia tak bersuami." Katanya. Aku sedikit penasaran. Ibu kantin dicecar pertanyaanku, akhirnya aku ingin membuktikan siapa yg meninggal. Hatiku mulai tak enak, mungkinkan Bu Tiara itu, Mutiara, kekasihku dalam dunia maya.

Setengah ngebut aku meluncur ke alamat Bu Tiara. Benar di halaman rumah banyak pelayad. Aku bergegas nyerobot melewati jubelan orang di halaman dan di dalam rumah. Ada seorang tersengol, ia menggerutu," Mau kemana bung" ketusnya. Tak hiraukan omongan mereka. Sesampainya di pinggir tubuh terbujur kaku. Aku buka selimut yg menutupi jenajah, Ternyata, sepertinya bukan Mutiara yg pernah kutahu di media fb. Tapi, betapa tersentak ketika melihat ke dinding kamar yg pintunya terbuka. Ada foto profil Mutiara dan foto profil aku di Fb dibuat dalam figura ukuran besar. Di bawah foto, ada tulisan besar,dibuat dengan tinta merah ," Kenapa kau datang terlambat, kekasihku. Aku menanti kehadiranmu dari dulu..".

Setelah membaca tulisan itu, aku langsung memeluk jenajah. Tangis tak bisa kuhindari. Air mata membanjiri muka jenajah yg pucat. Ia meninggal, dengan mulut yg seolah tersenyum manis ke arahku. Maafkan aku terlambat datang kekasihku. Doakan kau bisa tentram di disisi Tuhanmu. Aku berdiri, ada seseorang mendekatiku, dia berkata, " Almarhumah begitu ingin bertemu kamu. Namun, memang ini telah jadi kehendakNya, pertemuan pertama yg harus jadi pertemuan terakhir buat kalian," tutur lelaki itu. Mutiara sekali lagi maafkan aku. Selamat jalan Mutiara. ( Tatang Tarmedi )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun