Mohon tunggu...
Nicko Kharisma Gunawan
Nicko Kharisma Gunawan Mohon Tunggu... Penerjemah - -

Membaca itu seperti menyaksikan kisah dalam setiap dunia yang berputar, melainkan menulis adalah bagian teristimewa dari setiap dunia itu diciptakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita yang Berbisa

19 Mei 2023   18:28 Diperbarui: 19 Mei 2023   18:36 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala ruangan telah ia telusuri, sampai akhirnya ia terhenti di kamar wanita itu yang terdapat meja rias dengan berbagai macam peralatan kecantikan. Ia tertegun melihatnya, sampai-sampai ia terlena dan lupa tujuan utamanya menyusuri rumah itu. Sontak Sukma memalingkan wajahnya, saat seekor ular berukuran sedang melintas di bawah meja itu. Ia hanya terdiam, dan secepat yang ia bisa pukulan dengan kayu itu melesat di kepala sang ular. Buru-buru ia merangkapnya dengan karung hingga ular tersebut terkurung di dalamnya.

Keesokan hari, saat Sukma bersiap untuk menjalankan tugas harian di jalanan, wanita itu menghampirinya. Beberapa buah alat kecantikan dan dua potong kaus serta celana jeans ia berikan padanya. Itu sebagai ucapan terima kasihnya atas kerepotan yang terjadi semalaman.

"Tak usah repot seperti ini", ucap Sukma dengan pipi yang perlahan menghangat.

"Tak apa, terimalah. Kamu sudah membantuku", sahut wanita itu sembari tersenyum bangga.

Alangkah bahagia hatinya pagi itu. Belum kaleng yang bakal ia bawa terisi uang logam, namun sepertinya Sukma tak ingin melanjutkan perjalanannya hari itu. Ia sungguh ingin bersolek. Duduk di hadapan cermin dan menghias dirinya seapik mungkin. Barangkali sore hari, akan ada seseorang yang entah datang dari mana akan menawarinya untuk bekerja. Hotel, kafe, atau mungkin saja pelayan restoran. Atau sore nanti Tuhan telah lelah mengujinya, Ia akan mengirimnya seorang pria jutawan dari langit dan melamarnya. Yang oleh kecantikannya dunia akan berpihak padanya.

Menjelang malam, benar saja Sukma masih terpaku di depan cermin. Tak biasanya ia merasa tenang, Murni tak menggonggong seperti halnya hari-hari biasa untuk jatah belanja esok hari. Mungkin itu hari terbaik di usia remajanya. Namun, sepertinya pemberian wanita itu dirasa belum cukup. Sukma perlu beberapa perias wajah yang lain, hanya saja ia tak mampu menyebutkan nama dengan istilah bahasa asing itu. Ia begitu menggebu-nggebu, seakan jiwa perawannya telah setengah tersembul. Ia tak bisa menunggu terlalu lama. Wanita itu mungkin akan memberinya kembali imbalan jika ia membantunya.

Malam begitu tenang, tanpa gonggongan Murni yang melolong terang. Sukma pun tak terlalu peduli kemana sang ibu pergi. Sama halnya yang dilakukan Murni padanya di setiap persimpangan jalan. Sukma mengambil karung beras yang telah terikat di antara semak belakang rumahnya yang telah semalaman ia samarkan. Sesekali karung itu bergerak-gerak, sesuatu di dalamnya menubruk paksa mencari kebebasan. Sukma mengendap-endap menembus kabut dingin yang membatasi penglihatan. Ia sungguh mengingat jendela kecil di kamar yang sengaja di buka oleh pemiliknya. Celah itu jalan satu-satunya untuk mengembalikan ular dalam karung ke tempat pertama kali mereka bertemu. Seakan drama kehidupan itu hanya diputar kembali beberapa jam ke belakang. Dan ia akan kembali mendapati imbalan yang bisa memuaskan jiwanya.

Sukma telah siap membuka karung itu tatkala kedua kakinya yang gemetar bertumpu di bawah jendela. Kini kedua tangannya turut bergetar hebat. Semua dilakukannya dengan begitu hati-hati. Perlahan-lahan ia membuka lilitan tali untuk putaran yang terakhir. Semakin pelan tangan kanannya bergerak, menjaga diri agar sang ular tak mencoba melawan dengan serangan mendadak. Saat itu juga, ia seperti mendengar bisik-bisik dari arah kamar. Perlahan Sukma bangkit, menyoroti ke dalam kamar dari sisi jendela. Bisik itu kini termengah-mengah. Sukma mendelik tak percaya. Murni tengah berkecupan dengan wanita itu. Hati Sukma seakan jatuh, dadanya mulai gemetar mengikuti. Seketika lilitan tali karung yang telah longgar diterobos dengan cepatnya. Ular itu mencuat dan telah menancapkan gigitannya di lengan Sukma. Sukma menjerit hebat, alangkah lara yang dirasanya. Kedua wanita itu sontak menoleh ke luar jendela. Sukma telah jatuh terkapar di atas tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun