Aku melanjutkan sisa barangku ke dalam mobil. Hari ini sudah hari keenam, waktunya pulang untuk bertemu anak dan istriku. Aku berpamitan kepada Mas Bakir. Namun nenek tersebut belum juga kembali.
"Ndak apa-apa Mas. Nanti saya pamitkan saja".
"Mbah kemana Mas?"
"Ndak tahu, tadi sih nyari Mas Gusti buat ngajak makan dulu sebelum pulang".
"Ya sudah kalau begitu, saya nitip pamit ya, Mas".
Perlahan mobilku menjauhi rumah kayu nenek. Tanpa memastikan jalanan aman, aku telah menyusur jalan aspal rusak sebagai akses utama di kampung itu. Masih melaju lirih, mataku seperti tak ingin melewatkan untuk memandang sekali lagi rumah klasik itu. Namun kali ini aku benar-benar terkejut. Dalam jendela kaca, sepintas terlihat nenek dan pria plontos itu berdiri memandang ke arahku. Tanpa sadar, mobilku melaju dengan pesat seakan siap terbang menembus awan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H