Mohon tunggu...
Nicholas Evan Ferdinand
Nicholas Evan Ferdinand Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

i love learning.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Perkembangan dan Pengaruh Masuknya Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Seni Bangunan Masyarakat Indonesia

22 Maret 2023   19:56 Diperbarui: 22 Maret 2023   19:58 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap bangsa atau negara di dunia ini pasti memiliki identitas dan ciri khasnya masing-masing. Lantas, apa hal yang menjadi ciri khas bagi bangsa kita, Indonesia? Bangsa kita dikenal oleh karena keberagaman dan keanekaragaman budaya pada kancah internasional. 

Indonesia merupakan negara yang sangat multikultural dan plural kebudayaannya, walaupun hal tersebut tidak selalu tercerminkan secara nyata oleh tingkat toleransi dari masyarakat kita (Putra, 2021). Kepulauan Indonesia memiliki sekitar 18.110 pulau, 700 bahasa, dan kurang lebih 1300 kelompok etnis yang hampir seluruhnya berasal dari kepulauan Indonesia (Yuniarni, 2016). 

Pemerintah dan pendiri bangsa Indonesia sejak lama berusaha menonjolkan hal ini sebagai ciri khas dalam profil bangsa Indonesia di mata dunia. Semboyan negara kita, "Bhinneka Tunggal Ika", memiliki inti sari dan nilai penting yang erat dengan persatuan dalam keberagaman. 

Presiden Indonesia ke-4, Bapak Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan nama "Gus Dur", diberikan julukan "Bapak Pluralisme" oleh karena aksi dan semangat beliau dalam memperjuangkan hak dari kaum minoritas. Tak hanya itu, pendidikan Indonesia juga sangat menitikberatkan pada edukasi terkait keberagaman budaya dan sikap-sikap yang perlu dimiliki oleh setiap insan dalam menanggapi hal tersebut. 

Dalam berbicara mengenai keberagaman budaya Indonesia, kita tidak bisa melepaskan pembahasan dari awal mula eksistensi kebudayaan-kebudayaan tersebut di tanah air. 

Apakah kebudayaan yang eksis dan populer saat ini memang native dan asli dari Indonesia? Apakah ada kebudayaan di Indonesia yang tergerus oleh kebudayaan lain dan ditelan oleh waktu? Dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang ada, pada kesempatan ini penulis ingin menyorot tentang bagaimana kebudayaan Hindu-Buddha, dua corak kebudayaan tertua di Nusantara, dapat mempengaruhi seni bangunan pada masyarakat Indonesia. 

Secara keseluruhan, hampir seluruh penemuan historis mengenai perkembangan peradaban manusia mengindikasikan bahwa Animisme merupakan sistem kepercayaan yang pertama dan tertua, lalu diikuti oleh Dinamisme, Shamanisme, dan pemujaan terhadap leluhur (Ege & Budke, 2022). 

Dinamisme merupakan sistem kepercayaan di mana sebuah objek diyakini memiliki kekuatan besar yang dapat mendatangkan bencana atau kebaikan, sedangkan animisme merupakan kepercayaan yang meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki esensi spritual dan roh yang mendiami mereka (Utama et al., 2019). Kedua sistem kepercayaan ini tidak menjadi aspek yang dominan dalam peradaban manusia sampai pada zaman Megalithikum. 

Setidaknya, manusia baru mulai mengenali sistem kepercayaan Shamanisme pada zaman Upper Paleolithic, akhir dari zaman Palelolithikum, yang diduga juga mendorong ekspansi manusia modern ke luar Afrika pada waktu tersebut (Balme et al., 2009; Rosanno, 2009). 

Pada zaman Megalithikum, sistem kepercayaan Animisme dan Dinamisme mulai menjadi komponen yang cukup menonjol dalam peradaban manusia. Hal ini dibuktikan melalui banyaknya peninggalan bersejarah yang memiliki nilai-nilai religi pada saat itu, mulai dari menhir, dolmen, sarkofagus, dan lain-lain. Situs-situs peninggalan bersejarah zaman Megalithikum sepertinya tersebar di seluruh penjuru kepulauan Indonesia dan pada umumnya memiliki rupa yang mirip. 

Mereka tidak memiliki bentuk, corak, atau pahatan khusus yang menunjukkan suatu pesan, visualisasi, atau pun narasi. Hal ini dengan jelas mengatakan bahwa peradaban manusia di Nusantara menganut sistem kepercayaan Animisme dan Dinamisme sebelum masukanya kebudayaan bercorak Hindu-Buddha. 

Walaupun tidak dapat dipastikan dengan tepat dan presisi, namun kebanyakan ahli berpendapat bahwa kebudayaan Hindu-Buddha pertama kali berhasil melakukan penetrasi ke Nusantara pada abad ke-5 masehi atau tahun 500 setelah masehi. Terdapat sejumlah teori yang berbeda mengenai proses Hinduisasi atau penetrasi kebudayaan bercorak Hindu-Buddha ke Nusantara, namun belum ada satu teori yang bisa dipastikan benar menjadi sebuah fakta (Gunawan, 2020). 

Pertama, teori Ksatria, menerangkan bahwa kebudayaan Hindu-Buddha diperkenalkan oleh ekspansi kaum Ksatria dari India kepada Nusantara. Kedua, teori Waisya, menjelaskan bahwa kebudayaan Hindu-Buddha dapat hadir di Nusantara oleh karena kaum pedagang. Ketiga, teori Brahmana, menerangkan bahwa kebudayaan Hindu-Buddha dibawa oleh kaum Brahmana atau pemuka agama dari India ke Indonesia. Keempat, teori Arus Balik, menjelaskan bahwa kebudayaan Hindu-Buddha diperkenalkan oleh orang Indonesia yang bepergian ke India, lalu kembali dan memperkenalkan ajaran tersebut. 

Kebudayaan bercorak Hindu-Buddha mempengaruhi peradaban masyarakat di Nusantara/Indonesia pada berbagai aspek, seperti sistem kepercayaan, kebahasaan dan sastra, sistem pemerintahan, seni bangunan, dan lainnya. 

Sistem kepercayaan yang dulunya terbatas pada dinamisme dan animisme sebagai produk dari proses-proses kognitif yang memampukan manusia untuk memiliki kecerdasan sosial dan kepercayaan akan roh atau makhluk supranatural, kini mengenal sistem kepercayaan Hindu dan Buddha (Tylor, 1871; Bird-David, 1999; Charlton, 2007; Klingensmith, 1953; Piaget, 1929). 

Dalam kebahasaan, masuknya kebudayaan Hindu-Buddha juga menyebabkan normalisasi dalam penggunaan bahasa Sansekerta yang disertai huruf Pallawa (Kelas Pintar, 2020). Tak hanya itu, peradaban di Nusantara juga turut mengimplementasikan struktur monarki dengan tingkatan/kasta yang jelas ketika masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, misalnya kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta Sudra (Rohman, 2023; Kelas Pintar, 2020).

Terlepas dari banyaknya teori yang ada, awal masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ditandai oleh munculnya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan bercorak Hindu-Buddha pertama di Nusantara. Setelah itu, ada lebih banyak lagi kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri, seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, dan lain-lain (Jateng Prov, 2014). Walaupun Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit memiliki kesan yang paling megah, namun pengaruh yang ditimbulkan oleh Kerajaan Mataram Kuno bisa jadi lebih signifikan bila dikaji dalam seni bangunannya. 

Kerajaan Mataram Kuno, atau Kerajaan Medang, membina pembangunan dua candi besar di Nusantara, yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Candi Borobudur merupakan candi bercorak Buddha yang dibangun pada zaman dinasti Syailendra dalam rentang waktu abad ke-8 sampai 9 masehi (UNESCO World Heritage Centre, 1991). Sama seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan juga merupakan hasil pembinaan Kerajaan Mataram Kuno, namun dibangun pada zaman dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu, beberapa puluh tahun setelah pembangunan Candi Borobudur (UNESCO World Heritage Centre, 1991). Fitur bangunan paling berkesan dari Candi Borobudur ialah bentuknya yang menyerupai piramida punden berundak atau tangga. 

Keseluruhan seni bangunan pada Candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha tersebut merefleksikan konsep-konsep dasar mengenai pemujaan leluhur, dan pencapaian Nirvana dalam sistem kepercayaan Buddha (UNESCO World Heritage Centre, 1991). Sedangkan, Candi Prambanan dibangun sebagai bentuk pemujaan dan dedikasi terhadap Trimurti, 3 dewa besar dalam sistem kepercayaan Hindu, yang terdiri dari Brahma, Wisnu, dan Siva. 

Relief bangunan pada Kompleks Candi Prambanan secara keseluruhan mengilustrasikan kisah Ramayana dalam versi Nusantara  (UNESCO World Heritage Centre, 1991). Kompleks Candi Prambanan memiliki pola konsentris dengan total 16 candi, 3 candi utama bagi 3 dewa besar, 3 candi wahana bagi hewan-hewan yang melayani mereka, dan 10 candi lainnya (Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D. I. Yogyakarta, 2020). 

Melalui pemaparan ini, kita bisa mengamati perbedaan yang ada sebagai hasil dari pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan di Indonesia. Walau megalit dan bangunan bersejarah dengan corak kebudayaan Hindu-Buddha umumnya memiliki fungsi yang serupa, dalam konteks ini untuk keperluan keagamaan, namun kita dapat melihat perkembangan kompleksitas dari segi arsitekturnya. 

Megalit umumnya hanya berupa seonggok batuan yang digunakan untuk keperluan tertentu. Sedangkan, bangunan bersejarah bercorak Hindu-Buddha memiliki relief dan pahatan indah yang mencerminkan suatu hal, disertai dengan aksen dan detail yang menambah nilai estetika. 

Misalnya saja, Candi Prambanan dan Candi Borobudur sebagai contoh-contoh dari Candi Klasik Tua memiliki ragam hias seperti hiranyagarbha (bonggol dengan sulur daun), motif hias kertas tempel, medalion, guirlande (untaian bunga), motif hias awan, pilaster (tiang semu), dan agni (lidah api) (Munandar, 1999). 

Hal-hal ini sedikit, atau bahkan tidak ditemukan pada struktur peninggalan sejarah zaman Megalithikum. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa masuknya kebudayaan bercorak Hindu-Buddha berpengaruh terhadap peningkatkan kompleksitas, relief, arsitektur, dan estetika dari bangunan di Nusantara/Indonesia.

Setelah mendapat begitu banyak informasi dan pengetahuan baru mengenai sejarah kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia, penulis merasa sangat kagum. Penulis kagum sekaligus merasa bersyukur kepada Tuhan oleh karena penyertaan-Nya kepada umat manusia. 

Ternyata memang benar bahwa Ia tidak pernah meninggalkan kita, Ia terus bersama dan berada di samping kita dalam rentang waktu yang tak berkesudahan. Dulu, sekarang, dan sampai selama-lamanya. Penulis juga menjadi teringat akan Amsal 1:7 yang berbunyi, "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." 

Melalui ilmu yang didapatkan dan miliki saat ini, penulis berkomitmen dan akan berusaha untuk menggunakannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai penguasa atas semua ciptaan-Nya. Aksi konkret yang bisa dilakukan untuk mengupayakan hal tersebut bisa dilakukan dalam skala kecil sampai besar. Misalnya, tidak mentah-mentah menerima informasi, melainkan memilah dan menyaringnya menurut kebenaran Firman Tuhan. 

Lalu, penemuan historis mengenai peradaban manusia juga dapat kita gunakian sebagai referensi mengenai bagaimana cara membudidayakan masyarakat dengan lebih baik. 

Intinya, ilmu yang didapatkan harus bisa kita olah, putar, dan salurkan menjadi berkat kepada orang banyak. Penulis mau berusaha untuk menghidupi tujuan tersebut dan memanfaatkan ilmu serta kemampuan yang saya miliki untuk mensejahterakan dan melayani masyarakat sehingga pemerintahan Kerajaan Allah bisa tercerminkan di dunia ini. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan!

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D. I. Yogyakarta. (2020, July 31). Kompleks Candi Prambanan. Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/kompleks-candi-prambanan/

Balme, J., Davidson, I., McDonald, J., Stern, N., & Veth, P. (2009). Symbolic behaviour and the peopling of the southern arc route to Australia. Quaternary International, 202(1-2), 59--68. https://doi.org/10.1016/j.quaint.2008.10.002

BirdDavid, N. (1999). "Animism" Revisited. Current Anthropology, 40(S1), S67--S91. https://doi.org/10.1086/200061

Centre, U. W. H. (1991). Prambanan Temple Compounds. UNESCO World Heritage Centre. https://whc.unesco.org/en/list/642/

Charlton, B. G. (2007). Alienation, recovered animism and altered states of consciousness. Medical Hypotheses, 68(4), 727--731. https://doi.org/10.1016/j.mehy.2006.11.004

Ege, R., & Budke, A. (2022). "[Culture] Makes Each Country Unique, It's Kind of like a Trademark." Empirical Results on Students' Perceptions of Culture and Space as Learning Prerequisite for Geography Lessons. European Journal of Investigation in Health, Psychology and Education, 12(2), 98--113. https://doi.org/10.3390/ejihpe12020009

Jateng Prov. (2014). PENINGGALAN KERAJAAN HINDU- BUDHA DI INDONESIA ( MATERI OBSERVASI PERTAMA ). http://pintar.jatengprov.go.id/uploads/users/dakhori/materi/SD_Kerajaan_Hindu_Budha_2014-11-28/Kerajaan_Hindu_Budha.pdf

Kelas Pintar. (2020, July 22). Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Kelas Pintar. https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/pengaruh-kebudayaan-hindu-budha-di-indonesia-5932/#:~:text=Pengaruh%20kebudayaan%20Hindu%2DBudha%20di%20Indonesia%20membawa%20perubahan%20signifikan%20dalam

Klingensmith, S. W. (1953). Child Animism: What the Child Means by "Alive." Child Development, 24(1), 51. https://doi.org/10.2307/1126300

Munandar, A. A. (1999). Journal of the Humanities of Indonesia Wacana. Journal of the Humanities of Indonesia, 1(1), 3. https://doi.org/10.17510/wacana.v1i1.280

Peoples, H. C., Duda, P., & Marlowe, F. W. (2016). Hunter-Gatherers and the Origins of Religion. Human Nature, 27(3), 261--282. https://doi.org/10.1007/s12110-016-9260-0

Putra, H. (2021). From Pluralism to Multiculturalism: Challenges in Indonesia. Proceedings of the 1st International Seminar on Cultural Sciences, ISCS 2020, 4 November 2020, Malang, Indonesia. https://doi.org/10.4108/eai.4-11-2020.2308923

Rohman, N. (2023, January 4). Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Hindu dan Buddha | Universitas Islam An Nur Lampung. UNIVERSITAS an NUR LAMPUNG. https://an-nur.ac.id/kehidupan-masyarakat-indonesia-pada-masa-hindu-dan-buddha/

UNESCO World Heritage Centre. (1991). Borobudur Temple Compounds. Unesco.org. https://whc.unesco.org/en/list/592/

Utama, B. B., Hayati, F. K., & Alfaniah, Z. (2019). THE TRANSITION BETWEEN ANIMISM AND DYNAMISM BELIEF TO ISLAMIC CULTURE FOUND IN SANG PENCERAH MOVIE. NATIONAL SEMINAR of PBI (English Language Education), 84--89. https://proceeding.unikal.ac.id/index.php/nspbi/article/view/258/197

Yuniarni, S. (2016, July 16). Unity in Diversity: Indonesia's Six Largest Ethnic Groups. Jakarta Globe. https://jakartaglobe.id/culture/unity-diversity-indonesias-six-largest-ethnic-groups#:~:text=As%20one%20of%20the%20most%20ethnically%20diverse%20societies%2C%20Indonesia%20consists

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun