Baru saja beberapa hari yang lalu saya membahas mengenai jurnalisme warga. Kini saya akan kembali membahas jurnalisme online yang sebenarnya tidak akan habis untuk dibahas, karena ia terus berubah dan berinovasi. Jumat (17/3) kemarin, kelas Jurnalisme Online yang saya ikuti kedatangan seorang tamu online. Ya, karena mata kuliah tentang online, maka tamunya pun juga online. Giras Pasopati, alumnus FISIP UAJY yang juga pernah aktif di Pers Mahasiswa "PASTI", Koran Tempo, Bisnis Indonesia, dan kini CNNIndonesia.com, adalah tamu online kami. Â Banyak yang telah ia ceritakan kemarin, mulai dari ketertarikannya di dunia jurnalisme online, hingga berbagai pengalaman kerjanya di dunia jurnalisme online.Â
"Membedah Jurnalisme Online" adalah judul presentasi dan obrolan yang ia bawa kepada kami kemarin. Dari judul tersebut pun membuat penasaran kami. Apa yang perlu dibedah dalam jurnalisme online? Mengapa jurnalisme online perlu dibedah? Semua telah dibawa oleh Giras dalam kuliah online kemarin. Penasaran dengan apa yang kami obrolkan? Saya akan ceritakan kepada kompasianers semua.
Obrolan kami diawali ketika Giras menceritakan dan menjelaskan apa itu definisi dari kata jurnalisme. Ia menyebutnya dengan jurnal.is.me. Jurnal.is.me menurutnya adalah pekerjaan mengumpulkan dan menulis berita di media massa cetak atau elektronik; kewartawanan. Satu definisi kata telah didapat oleh kami, selanjutnya Giras kembali menjelaskan tentang apa itu daring atau online. Giras menyebutnya dengan dar.ing, menurutnya dar.ing adalah akronim dari dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Kedua hal yang tadi dijelaskan didapat Giras dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Giras melanjutkan penjelasan mengenai 10 elemen jurnalisme. Meski kami sudah cukup paham mengenai 10 elemen jurnalisme, namun dirasa pengingatan kembali akan hal ini sangat penting, agar nantinya kami tidak lupa ketika sudah menjadi wartawan sesungguhnya. Ada pun 10 elemen jurnalisme tersebut adalah:
- Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
- Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga
- Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
- Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
- Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
- Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
- Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
- Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
- Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka
- Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dengan berita
Dari 10 elemen jurnalisme tersebut, Giras dapat menyimpulkan definisi jurnalisme online. Bagi dirinya, jurnalisme online adalah seni meramu 10 elemen tersebut dan menyajikannya kepada publik melalui media daring yang terus berinovasi.
Media online di luar negeri
Obrolan kami semakin dalam mengenai jurnalisme online, kini sampailah pada obrolan bagaimana media online di luar negeri. Giras menceritakan bahwa media cetak pertama di luar negeri ini ia ambil contoh di Amerika Serikat. Adalah Mercury Center yang menjadi media cetak pertama yang tampil daring di Amerika Serikat pada tahun 1993. Meskipun pada awalnya Online Editor Mercury Center yang diterbitkan koran San Jose Mercury News ini tak percaya media daring bakal bisa bersaing dengan media cetak, begitu kata Giras. Selain itu, ada pula "Newsweek" media cetak yang terbit di Amerika Serikat sejak tahun 1933 ini sempat sepenuhnya berubah ke dalam media online atau daring pada tahun 2012. Meskipun belakangan pada tahun 2014, ia kembali pada ranah cetak, tetapi oplahnya terbatas setelah dibeli taipan media digital, International Business Times, pada tahun 2013.
Media online dalam negeri (Indonesia)
Lantas bagaimana dengan situasi awal media online di Indonesia? Giras pun kembali melanjutkan kuliah onlinenya kepada kami, dan obrolan sampai pada situasi awal berdirinya jurnalisme online di Indonesia. Menurutnya, media online pertama di Indonesia adalah Republika Online atau ROL (Republika.co.id) yang tayang dua tahun setelah Harian Republika terbit yakni pada 17 Agustus 1995. Publikasi tersebut didapat setelah Giras membaca buku buatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada tahun 2014 yang berjudul "Media Online: Pembaca, Laba, dan Etika" karangan J. Heru Margianto, dan Asep Syaefullah.
Era Media Baru di Indonesia
Masyarakat kita Indonesia, kini memang sedang dilanda arus globalisasi. Globalisasi di sini membahas tentang fenomena media sosial dan juga identik dengan semakin canggihnya teknologi seperti gadget atau pun smartphone. Masyarakat kita begitu mudah mengakses berita hanya dengan genggaman tangan melalui handphone pintar. Giras menceritakan bahwa kita sedang dilanda era media baru. Media ini menawarkan 'sensasi' baru dalam menikmati sajian fakta yang diramu dengan laman interaktif, infografis, animasi hingga laporan khusus 'longform', begitu kata Giras.Â
Giras melanjutkan bahwa produk ini menawarkan atau mengedepankan user inferface sesuai perkembangan teknologi dan kedekatan interaksi dengan publik melalui sosial media, aplikasi dan gadget.
Nah, media baru ini yang kini sering kita lihat dan gunakan seperti CNNIndonesia.com, Katadata.co.id, Beritagar.id, Tirto.id, Kompasiana.com
Apa itu Longform?
Kita tadi telah membahas era media baru dan juga menyinggung soal 'Longform', namun apa sebenarnya 'longform' itu? Mari kita bahas bersama.Â
Menurut Giras, Longform adalah cabang jurnalisme yang didedikasikan untuk artikel yang lebih panjang dengan jumlah konten beragam sisi. Karena terkenal panjang, maka artikel longform ini biasanya berisi antara 1000 dan 20.000 kata. Lanjutnya, artikel longform ini seringkali mengambil bentuk penulisan nonfiksi kreatif atau jurnalisme sastrawi. Jika kita sering berkunjung ke laman CNNIndonesia.com, Tirto.id kita telah menemukan contoh dari artikel longform tersebut yang tanpa kita sadari, media online di Indonesia telah menerapkan hal ini.
Munculnya era jurnalisme baru
Ya, tak bisa dipungkiri semua hal yang kita bahas ini merupakan produk dari jurnalisme baru. Kita sedang memasuki hal itu. Munculnya artikel longform juga merupakan penanda bagi hadirnya era jurnalisme baru. Berawal dari Tom Wolfe, yang pernah saya bahas sebelumnya, ia memperkenalkan genre jurnalistik baru pada tahun 1960an yaitu "new journalism"
Lalu pada tahun 1973, Wolfe dan EW Johnson menerbitkan buku antologi berjudul The New Journalism yang berisi narasi-narasi terkemuka dari generasi penulis antara lain Joan Didion, Truman Capote, Jimmy Breslin, dan Hunter S. Thompson, kata Giras.
Giras melanjutkan bahwa ada satu genre yang berkembang kemudian, genre itu adalah jurnalisme sastrawi. Jurnalisme sastrawi menurut Giras adalah di mana reportase dikerjakan secara mendalam, penulisan dilakukan dengan gaya sastrawi, sehingga hasilnya enak dibaca.Â
Berbeda dengan jurnalisme yang lain, genre ini memakai adegan-adegan di dalamnya, memakai sudut pandang orang ketiga, penuh dengan detail dan reportase yang menyeluruh. Ini lah yang menjadikan jurnalisme sastrawi diminati banyak orang.
Konvergensi Media
Giras juga menjelaskan mengenai konvergensi media yang kerapkali disebut di dunia jurnalisme. Lantas apa sebenarnya konvergensi media? Berikut penjelasannya.
Konvergensi media menurut Giras adalah bergabungnya atau terkombinasinya berbagai jenis media, yang sebelumnya dianggap terpisah dan berbeda (misal, komputer, televisi, radio, suratkabar), ke dalam sebuah media tunggal. Tanpa kita sadari, kini kita sedang dilanda arus konvergensi media tersebut. Sebagai contoh, di Indonesia kita dapat melihat media-media massa yang mana diatur oleh tiga pimpinan media besar yaitu Hary Tanoesudibjo dengan MNC Groupnya, Aburizal Bakrie dengan VIVA grupnya, dan Surya Paloh dengan Media Indonesianya.Â
Giras melanjutkan bahwa gerakan konvergensi media ini tumbuh berkat adanya kemajuan teknologi, khususnya dari munculnya internet dan digitalisasi informasi. Konvergensi media ini menyatukan "tiga C" (computing, communication, content)
Tantangan Media Online
Obrolan kami hampir selesai, Giras pun menutupnya dengan menjelaskan tantangan dari media online. Media ini sebenarnya bagus, cepat, namun tidak akurat. Giras mengatakan dengan kalimat "Speed Kills, bro" atau "Kecepatan ini membunuhmu, sayang." Ini lah yang dikhawatirkan dari media online, dan juga sisi jurnalistik yang terabaikan. Bagiaman kedangkalan berita dipertanyakan, kecepatan diutamakan, sehingga kecermatan dan ketegasan redaksional yang sangat penting untuk memilih berita layak unggah diabaikan.Â
Giras menambahkan bahwa seringkali hanya demi mengejar klik, media online mengunggah berita yang minim esensi, tapi penuh sensasi. Ini lah yang nantinya membahayakan kualitas literasi di masyarakat. Hal tersebut yang kini kita kenal dengan berita "hoax" atau berita palsu, tidak benar, hanya mencari sensasi belaka.Â
Ya, begitulah dunia media online saat ini, kompasianers
Saya harap, kita harus mengkritisi segala kebaruan yang ada, karena bisa jadi kebaruan justru me
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H