Mohon tunggu...
Nicholas Gunawan
Nicholas Gunawan Mohon Tunggu... Editor - Pelajar

Murid SMA Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Ambisi Melawan Realita

8 November 2024   22:43 Diperbarui: 9 November 2024   00:53 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut artikel, biaya total yang dikeluarkan akan menelan Rp466 triliun dengan sumber Dana sebesar Rp89,4 triliun diharapkan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan Rp253,4 triliun direncanakan diperoleh melalui kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha swasta (KPBU) dan pihak swasta lainnya. Selain itu, kontribusi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ditargetkan sebesar Rp 123,2 triliun. 

Biaya yang tidak tergolong sepele ini menuai kritik dan memunculkan antisipasi atas besarnya kemungkinan terjadi kasus korupsi dan biaya yang membengkak layaknya proyek Hambalang yang menyebabkan proyek tersebut harus diberhentikan dan hingga sekarang masih belum diketahui wujudnya. 

Bahkan, perubahan pemerintahan kepresidenan juga menjadi faktor besar yang bisa menjadi penentu keberlanjutan dari proyek IKN, setelah berpindah kekuasaan daripada Joko Widodo terhadap Prabowo Subianto sebagai presiden NKRI. 

Apakah proyek ini benar-benar penting?

Mengingat kisah-kisah suram proyek terdahulu yang akhirnya terbengkalai, rasa skeptis pun tidak bisa dihindari. Apalagi ketika dana yang dialokasikan begitu besar, mengingatkan kita pada proyek-proyek masa lalu yang penuh dengan skandal dan kemunduran akibat tata kelola yang kurang transparan.

 Ironisnya, sementara biaya terus membengkak, rakyat masih harus bergelut dengan kebutuhan-kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Apakah megaproyek ini benar-benar prioritas yang tepat di tengah tantangan besar yang dihadapi bangsa ini?

Proyek IKN ini menjadi lambang kurangnya transparansi dan preparasi dari pemerintah, layaknya pembangunan rumah yang mahal tanpa persiapan yang matang, ditambah diri sendiri yang terlilit utang. 

Alih-alih menjadi rumah impian dengan tempat tinggal yang nyaman, modern, dan berjangka panjang, lengkap dengan segala fasilitas yang diinginkan semua orang, pembangunan ini justru memiliki risiko besar yang justru akan menjerumuskan ke sebuah lubang yang tidak diketahui dalamnya dikarenakan konstruksi yang membutuhkan dana besar dan waktu yang tidak sebentar, sementara keberadaan dari janji kesejahteraan dan kedaulatan rakyat masih dipertanyakan. 

Dalam kondisi Indonesia di masa sekarang ini, proyek ini menjadi semacam "taruhan" besar: di satu sisi, ada potensi manfaat jangka panjang yang akan mengangkat citra negara di kancah Internasional sekaligus menjadi realisasi dari Indonesia tidak bersifat jawa sentris, tapi di sisi lain, jika tidak dikelola secara matang, akan terdapat risiko keuangan yang lebih berat lagi dampaknya. Hal yang sama pun juga menjadi kekhawatiran dari banyak orang 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun