Mohon tunggu...
Nicholas Gunawan
Nicholas Gunawan Mohon Tunggu... Pelajar

Murid SMA Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Ambisi Melawan Realita

8 November 2024   22:43 Diperbarui: 9 November 2024   00:53 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Proyek IKN adalah salah satu mega proyek yang sedang berjalan di Indonesia pada masa ini. Walaupun ide pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan timur sudah diawali dari masa Presiden Soekarno, rencana tersebut dibatalkan karena adanya gejolak politik. 

Hingga pertama kali diumumkannya kembali pada tahun 2019, memercik adanya rencana pemerintah dalam meneruskan ide tersebut. Hingga kini, telah diketahui mulainya pembangunan dasar dan infrastruktur vital mulai dari kantor pemerintahan hingga berbagai rumah dinas. 

Masyarakat Indonesia, termasuk banyak dari menteri mendukung dirancangnya IKN karena dipercaya dapat menjadi batu loncatan dari Indonesia yang selama ini terkesan Jawa sentris dengan cara memperluas tempat pemerintahan menjadikan Indonesia sentris. 

Namun, disisi lain para pakar Indonesia dan praktisi di dalamnya termasuk profesor dan pengamat politik beranggapan bahwa perwujudan IKN menjadi tidak sesuai harapan. Hal ini dikarenakan biaya yang besar serta sumber pembiayaan yaitu 15 persennya berasal dari investasi asing sehingga dianggap memiliki ketergantungan dari negara asing memunculkan kekhawatiran.
Pemindahan ibu kota seharusnya bukan hanya tentang gedung-gedung megah yang berdiri menjulang atau jalan-jalan lebar yang membelah perbukitan Kalimantan. 

Proyek sebesar ini memerlukan visi dan jiwa yang berpihak pada rakyat, bukan semata-mata demi kepentingan politik dan keuntungan bisnis. Jika tidak, IKN akan menjadi sekadar simbol kosong yang berdiri di atas fondasi ketidakadilan dan ketidakpastian. Sebuah ibu kota tanpa jiwa, di mana rakyat hanya menjadi bayang-bayang di bawah bayang-bayang kekuasaan. 

Hal ini disampaikan bahwa pembangunan IKN bukanlah mata-mata sebuah proyek presiden melainkan menjadi keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh para DPR yang berdomisili di Jakarta. Pada praktiknya hal ini justru dibantah melalui survei yang menunjukan mayoritas justru merasa tidak setuju apabila IKN dipindahkan ke Kalimantan Timur menandakan bahwa keputusan ini tidak dapat dibilang sebagai perwujudan dari keinginan masyarakat. 

Secara teori, proyek ini dibutuhkan karena padatnya populasi di pulau Jawa bersamaan dengan segala kegiatan perekonomian yang memang cukup membludak. Namun, bukan berarti dengan didirikannya IKN maka segala permasalahan yang ada akan menjadi hilang begitu saja, justru apabila tidak dikelola dengan baik akan memberi imbas balik yang dapat dialami oleh seluruh warga Indonesia. 

Di tengah-tengah gejala politik yang ada, IMF menyatakan bahwa akan terjadi perlambatan ekonomi secara internasional sehingga banyak investor masih mencari aman dalam berinvestasi. 

Belajar dari kegagalan

IKN bukan satu-satunya megaproyek yang pernah dimiliki Indonesia, beberapa proyek sebelumnya bahkan pernah mengalami mangkrak atau gagal dalam diselesaikan karena beberapa masalah besar. Proyek yang dimaksud adalah Proyek Hambalang dan Proyek Garuda Raksasa Cileungsi. Meskipun alasan mangkrak dari kedua proyek berbeda tetapi sangat memungkinkan terulang kembalinya peristiwa yang serupa. 

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Good Stats pada Agustus 2024 dengan judul "Rp140,7 Triliun Sudah Dihabiskan Buat Bangun IKN, Dari Mana Sumber Dananya?", penulis Lubis Raka membahas mengenai jumlah nominal dari biaya yang akan direncanakan untuk digunakan pada pembangunan IKN. 

Menurut artikel, biaya total yang dikeluarkan akan menelan Rp466 triliun dengan sumber Dana sebesar Rp89,4 triliun diharapkan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan Rp253,4 triliun direncanakan diperoleh melalui kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha swasta (KPBU) dan pihak swasta lainnya. Selain itu, kontribusi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ditargetkan sebesar Rp 123,2 triliun. 

Biaya yang tidak tergolong sepele ini menuai kritik dan memunculkan antisipasi atas besarnya kemungkinan terjadi kasus korupsi dan biaya yang membengkak layaknya proyek Hambalang yang menyebabkan proyek tersebut harus diberhentikan dan hingga sekarang masih belum diketahui wujudnya. 

Bahkan, perubahan pemerintahan kepresidenan juga menjadi faktor besar yang bisa menjadi penentu keberlanjutan dari proyek IKN, setelah berpindah kekuasaan daripada Joko Widodo terhadap Prabowo Subianto sebagai presiden NKRI. 

Apakah proyek ini benar-benar penting?

Mengingat kisah-kisah suram proyek terdahulu yang akhirnya terbengkalai, rasa skeptis pun tidak bisa dihindari. Apalagi ketika dana yang dialokasikan begitu besar, mengingatkan kita pada proyek-proyek masa lalu yang penuh dengan skandal dan kemunduran akibat tata kelola yang kurang transparan.

 Ironisnya, sementara biaya terus membengkak, rakyat masih harus bergelut dengan kebutuhan-kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Apakah megaproyek ini benar-benar prioritas yang tepat di tengah tantangan besar yang dihadapi bangsa ini?

Proyek IKN ini menjadi lambang kurangnya transparansi dan preparasi dari pemerintah, layaknya pembangunan rumah yang mahal tanpa persiapan yang matang, ditambah diri sendiri yang terlilit utang. 

Alih-alih menjadi rumah impian dengan tempat tinggal yang nyaman, modern, dan berjangka panjang, lengkap dengan segala fasilitas yang diinginkan semua orang, pembangunan ini justru memiliki risiko besar yang justru akan menjerumuskan ke sebuah lubang yang tidak diketahui dalamnya dikarenakan konstruksi yang membutuhkan dana besar dan waktu yang tidak sebentar, sementara keberadaan dari janji kesejahteraan dan kedaulatan rakyat masih dipertanyakan. 

Dalam kondisi Indonesia di masa sekarang ini, proyek ini menjadi semacam "taruhan" besar: di satu sisi, ada potensi manfaat jangka panjang yang akan mengangkat citra negara di kancah Internasional sekaligus menjadi realisasi dari Indonesia tidak bersifat jawa sentris, tapi di sisi lain, jika tidak dikelola secara matang, akan terdapat risiko keuangan yang lebih berat lagi dampaknya. Hal yang sama pun juga menjadi kekhawatiran dari banyak orang 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun