Terdapat salah satu adegan Bu Tejo dalam film ini yang menunjukkan secara tidak langsung dia memamerkan 'kepunyaannya'. Ketika sedang berbicara dengan pengemudi truk, Yu Ning, dan beberapa yang lain, ia seolah menggerakkan tangannya yang penuh dengan perhiasan (gelang emas dan cincin). Hal semacam ini tentu tak kerap kali kita jumpai di masyarakat. Bukanlah hal yang begitu buruk, justru terkadang lucu bukan? Hehehe.
Refleksi dan Pesan
Apabila dilihat dari sisi paradigma film, hal utama atau yang menjadi dominasi dari film ini adalah penggunaan paradigma fenomenologi. Di mana paradigma ini mengambil sisi atau sudut pandang dari fenomena (gejala) yang terjadi di masyarakat. Paradigma ini ingin menjelaskan bagaimana fenomena perilaku manusia yang dialami secara sadar.
Di sisi lain, paradigma empiris juga masuk di mana ketika film mengedepankan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Pengetahuan yang juga berasal dari pengenalan indrawi. Sisi empiris terlihat ketika bagaimana Dian kemudian menjadi bahan gosip akibat adanya foto yang terpampang di internet dan juga beberapa warga yang melihat tingkah lakunya.
Selain itu, paradigma kritis juga sedikit masuk dalam film ini di mana hal tersebut justru yang menjadi hal menarik dari filmnya. Bahwasanya  tidak selalunya 'gosip' adalah hal yang buruk (informasi yang salah). Pada akhir film ini mengungkap bahwa ternyata Dian memang memiliki hubungan dengan 'lelaki tua'.Â
Keseluruhan film ini juga ingin menjelaskan, bahwasanya dalam suatu masyarakat akan ada 'pentolan' yang memiliki power kuat (berpengaruh besar) terhadap pemikiran atau pola pikir masyarakat. Semua hal tersebut tercermin dalam diri Bu Tejo. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H