Mohon tunggu...
Nicholas Andhika Lucas
Nicholas Andhika Lucas Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelajaran Berharga dari Tragedi Kanjuruhan

6 Desember 2022   18:23 Diperbarui: 6 Desember 2022   23:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kronologi

Pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi kerusuhan pasca pertandingan sepak bola Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang yang menimbulkan korban sebanyak 712 orang, dengan rincian 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, dan 484 orang luka ringan/sedang. Tragedi ini terjadi pasca derbi tim Arema FC dengan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3. Para suporter yang murka memasuki lapangan. 

Petugas keamanan yang berusaha mengendalikan suporter, namun tidak mampu meredam amarah mereka, bahkan dibalas dengan aksi impulsif seperti melempar flare dan benda tajam ke lapangan. 

Mendapatkan reaksi ini, aparat keamanan mengerahkan kekuatan dan perlengkapan penuh untuk mengendalikan situasi, yang berujung pada penembakan gas air mata. 

Sebanyak 11 personal melakukan tembakan membabi buta sebanyak 7 kali ke aras tribun selatan dan 1 kali ke tribun utara. Gas air mata yang dilepaskan ini mengakibatkan suporter menyelamatkan diri.

Ribuan penonton berusaha keluar di pintu 3, 11, 12, 13, dan 14. Namun, pintu keluar tersebut yang seharusnya dibuka belum terbuka sempurna akibat ketidakhadiran dari petugas keamanan yang menjaga pintu. 

Korban jiwa mulai berjatuhan. Begitu banyak orang berdesak-desakan dan saling menginjak satu sama lain, tidak memperdulikan lagi nilai kemanusiaannya, demi menyelamatkan diri. Akibatnya, banyak penonton yang mengalami luka patah tulang, kepala retak, hingga kematian. Kemudian, sebagian besar korban jiwa yang berjatuhan juga diakibatkan penonton yang sesak napas akibat asap dari gas air mata.

Penyebab

Dengan demikian, siapakah yang sepatutnya bertanggungjawab atas tragedi ini? Berdasarkan hasil laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dibentuk oleh Presiden Jokowi, seluruh pihak sama-sama bertanggung jawab atas tragedi ini yang secara terperinci dijelaskan di bawah berikut:

  1. PSSI

PSSI tidak melakukan sosialisasi regulasi peraturan yang berlaku pada penyelenggara pertandingan dan tidak mempersiapkan match commissioner yang terkualifikasi untuk melaksanakan pertandingan. Pasca kejadian, PSSI enggan bertanggung jawab terhadap tragedi yang terjadi dan melemparkan tanggung jawab ke pihak lain.

  1. PT Liga Indonesia Baru

PT LIB menempatkan jadwal pertandingan high risk ini di malam hari, yang meresikokan keamanan agar mendapatkan keuntungan komersial, mengingat bahwa PT LIB menolak untuk mengundur pertandingan ini agar dilaksanakan di siang harinya. Kemudian, PT LIB memberikan pembekalan minim dan tidak menjamin kompetensi dari personil yang bertugas selama pertandingan berlangsung.

  1. Panitia Pelaksana

Panitia pelaksana tidak memperhitungkan kapasitas maksimal Stadion Kanjuruhan dengan batas kapasitas 38 ribu. Nyatanya, jumlah tiket yang terjual pada hari-H adalah sebanyak 42 ribu. Panitia pelaksana juga ditemukan tidak menjalankan tanggung jawabnya karena tidak memperhitungkan penggunaan pintu untuk evakuasi dan mempersiapkan keamanan selama pelaksanaan pertandingan.

  1. Aparat Keamanan

Aparat keamanan yang bertugas pada pertandingan tidak mendapatkan pembekalan mengenai pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan yang sesuai dengan aturan FIFA. Aparat keamanan kemudian melakukan tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah penonton, dan ditemukan melakukan aksi kekerasan terhadap penonton.

  1. Suporter

Suporter melakukan tindakan dan mengeluarkan ucapan bersifat provokatif yang mengakibatkan konflik, serta mengabaikan larangan memasuki area lapangan dan melempar flare  ke lapangan. Kemudian, penonton melakukan tindakan kekerasan melawan petugas dan juga pemukulan terhadap pemain cadangan Arema.

Menyimpulkan penemuan dari laporan TGPIF, seluruh pihak bertanggungjawab atas tragedi ini yang memakan begitu banyak korban. Baik penonton, aparat keamanan, maupun penyelenggara pertandingan ini melakukan kesalahan yang berujung pada tragedi ini. Peristiwa ini dapat dicegah apabila aparat keamanan berlaku sesuai dengan peraturan, apabila penonton menjaga sportivitas, maupun apabila penyelenggara pertandingan mempersiapkan ini sebaik mungkin dan tidak tergesa-gesa tanpa kualitas.

Solusi

Demi mencegah peristiwa serupa terulang kembali, diperlukan suatu upaya perombakan dari seluruh pihak pelaksana dari pertandingan ini. Sesuai dengan arahan TGPIF, solusi yang diajukan adalah:

  1. Transformasi PSSI

Program ini dilaksanakan dengan tujuan mencegah agar tragedi ini terulang kembali di masa depan. Program ini sedang berlangsung di bawah naungan FIFA bersama dengan tim Gugus Tugas PSSI.

  1. Pembenahan stadion-stadion di Indonesia

Mengulas kembali tragedi Kanjuruhan ini menyadarkan kita akan dibutuhkannya revitalisasi stadion-stadion, maupun fasilitas olahraga lain yang menampung orang banyak. Kenyataannya, masih banyak stadion di Indonesia kurang terawat dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Selain dari segi ekonomi, masih banyak stadion yang memiliki kekurangan dari segi keamanan, dan banyak stadion belum mempersiapkan fasilitasnya untuk skenario terburuk. Oleh karena itu, stadion di Indonesia harus dibenahi kembali agar keamanannya terjaga.

  1. Menyusun standarisasi pejabat, petugas, dan penyelenggara pertandingan

Kesimpulan

Tragedi Kanjuruhan menyadarkan kembali seberapa pentingnya penyelenggara mampu memilih panitia pelaksana yang ahli, berkompetensi, dan bertanggung jawab dalam bidangnya. 

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu standarisasi yang dapat secara konkret memberikan kajian kualitas dari penyelenggara pertandingan. Kajian ini dilihat dari persiapan pelaksanaan pertandingan yang matang, pembenahan dan sosialisasi dari peraturan/SOP yang berlaku, pembentukan satuan keamanan khusus yang terlatih, dan memprioritaskan faktor resiko dan keamanan dalam menyelenggarakan suatu pertandingan.

Dengan demikian, tragedi Kanjuruhan ini menjadi suatu alarm pembangun bagi Indonesia. Kita tidak lagi bisa acuh tidak acuh terhadap aspek keamanan yang menyangkut nyawa seseorang. 

Pelajaran besar yang didapatkan dari tragedi ini adalah agar selalu memprioritaskan keselamatan di atas keuntungan, karena sesungguhnya tidak ada benda material yang lebih besar harganya dari nyawa manusia. Oleh karena itu, sesuai dengan solusi yang disampaikan, kami terus berharap bahwa seluruh pihak yang bersangkutan benar-benar belajar dari peristiwa ini dan tidak mengulanginya di masa depan, demi kemajuan sepak bola Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun