Bertani dianggap kuno
Jadi pegawai distempel mental londo
Memilih jadi kere salah
Ingin kaya sangatlah susah
Belum berhasil dihina
Sukses jadi omongan tetangga
Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia
Sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia
Diatas merupakan potongan lirik lagu dari Iksan Skuter yang berjudul "Bingung". Saya  tertarik untuk mencoba menjabarkan beberapa potongan lirik tersebut berdasarkan pendapat serta pengalaman saya dan teman-teman saya. Terlebih perihal 'Menjadi Manusia'. Karena dewasa ini tak sedikit orang yang masih merasa 'bingung' akan arti dan tujuan hidupnya. Terlebih kegelisahan mereka yang tidak bisa/putus sekolah, juga mereka yang sudah berhasil menyandang gelar sarjana, namun belum jua (merasa) menjadi manusia. Padahal, sebagai makhluk yang diberikan kesempurnaan akal, sudah jelas bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah sebagai khalifah di muka bumi dan untuk beribadah kepadaNya menuju kehidupan yang abadi kelak. Namun hal tersebut terkadang terlupakan.
Seperti biasa, sebelum saya menuangkan isi pikiran saya disini, terlebih dahulu saya menyempatkan untuk bertukar pikiran dengan beberapa teman saya.
"Menurut gue lirik lagu ini relate parah... sampai sekarang. Terlebih tentang menjadi manusia. Lingkungan (masyarakat) yang rata-rata hanya memuja orang-orang yang sudah 'menjadi apa-apa'. Contohnya orang yang udah jadi PNS, guru, tentara, pejabat atau lainnya. Baru mereka disebut sebagai manusia."
"Jika menilai manusia dari 'menjadi apakah dia', sekarang ini masih ada saja yang berpandangan dan mengukur kesuksesan dari segi finansial, bukan keilmuan. Sebernarnya, yang membuat masalah buat manusia ya manusia itu sendiri sih. Tergantung bagaimana kita menyikapi asumsi orang-orang disekitar terkait diri kita."
Hmmm... memangnya, seberapa berpengaruh sih pandangan orang disekitar terhadap pribadi seseorang? Sebelum dilanjut, mungkin teman-teman disini sudah pernah tahu tentang satu kisah hikmah yang menceritakan seorang bapak, anak, dan seekor keledai? Jika belum, berikut kisahnya.
Pada suatu masa, dikisahkan ada seorang bapak dan anaknya yang hendak pergi ke pasar untuk menjual seekor keledai. Keadaan bapak, anak, dan keledai tersebut serba tanggung. Bapak itu sudah berumur, tetapi masih cukup kuat untuk berjalan. Si Anak juga seorang remaja tanggung yang belum bisa disebut dewasa, tetapi juga tidak lagi dapat dikatakan anak-anak. Sementara keledai, adalah seekor keledai yang sehat dan kuat. Hanya saja badannya beukuran agak kecil.
Berangkatlah mereka menuju pasar yang letaknya agak jauh dan harus menempuh sekitar setengah hari perjalanan. Bapak dan anak itu menaiki keledai selama beberapa jam, hingga akhirnya tibalah mereka di sebuah kampung dengan kerumunan orang banyak. Mereka melihat seekor keledai kecil yang dinaiki oleh bapak dan anak itu, dan berbisik-bisiklah orang-orang tersebut. Kemudian salah satu dari mereka berkata, "Hai, betapa malangnya nasib keledai kecil itu. Ia harus menanggung beban dua orang seperti kalian. Tidakkah kalian berpikir bahwa keledai itu merasa sangat menderita selama perjalanan kalian?"
Setelah mendengar kata-kata orang kampung itu, akhirnya si bapak turun dari punggung keledai. Mereka kemudian meneruskan perjalanan. Si Bapak berjalan di samping keledai yang ditunggangi Si Anak. Mereka terus berjalan sampai akhirnya tibalah mereka di sebuah perkampungan yang berbeda. Di kampung ini, mereka kembali berpapasan dengan sekumpulan orang yang berbisik-bisik. Si Bapak dan anaknya sadar, bahwa orang-orang itu sedang membicarakan mereka. Lalu karena penasaran, bertanyalah Si Anak tentang apa yang sebenarnya membuat mereka berbisik-bisik. Lalu salah satu orang dari kerumunan itu menjawab, "Hai Anak muda, Tidak kah kamu melihat bapakmu yang berjalan dengan letih, sedangkan kamu duduk santai diatas punggung keledai? Sedemikian tega kah kamu terhadap bapakmu?"
Si Anak berpikir, lalu ia menyadari bahwa Bapaknya mungkin lebih pantas untuk menaiki keledai. Si Anak kemudian turun dan meminta Si Bapak untuk naik. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju pasar. Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di sebuah kampung berikutnya. Disini mereka juga bertemu dengan sekelompok orang. Orang-orang itu saling berbisik sambil memandangi si bapak, anak, dan keledai. Karena penasaran, si Bapak kemudian bertanya, "Wahai Saudara-saudaraku, ada apa gerangan? Adakah sesuatu yang salah dari kami?"
Salah seorang pun menjawab, "Dimana rasa sayangmu terhadap anakmu itu? Anda bertubuh kuat, mengapa anak anda disuruh berjalan? Sungguh keterlaluan."
"Duhai Saudara-Saudaraku, tahukah kalian bahwa sebelumnya kami telah melewati beberapa kampung. Dan tidak ada satu carapun yang kami lakukan dianggap tepat. Terima kasih atas perhatian yang kalian berikan kepada kami." Jawab si Bapak.
Setelah itu, si bapak pun pamit untuk melanjutkan perjalanan, si Anak segera naik ke punggung keledai bersama si Bapak. Ketika keledai kelelahan, mereka berhenti di sebuah pinggir danau. Mereka membuka bekal makanan yang telah dibawa dari rumah, sementara keledai kecil itu memakan rumput dan minum dari air danau dengan puasnya.
Dari kisah diatas, jika berbicara mengenai pandangan orang lain terhadap diri kita, maka itu cukup berpengaruh. Apalagi pada masa perkembangan dan pencarian jati diri, beberapa orang bisa saja memutuskan untuk membentuk jati diri atas pandangan dari orang lain. "Kamu gak boleh begitu, kamu harus begini, harus begitu." Namun sebagian orang juga tidak menganggapnya dan bersikap bodo amat dengan pandangan orang lain. Tak ada yang salah, karena terkadang komentar orang lain juga dapat menjadi bahan evaluasi agar kita bisa terus maju dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan di masa lalu. Yang terpenting kita harus bisa mengontrol diri, dan ada baiknya jika kita mengurangi asupan opini yang berpotensi dapat merusak pendirian kita. Perbanyaklah mengasah logika dengan nuarani sendiri.
Dapat diambil pula hikmah bahwa seharusnya kita memantapkan tekad untuk terus berpegang teguh pada keyakinan kita. Tak perlu mengomentari orang lain, tak perlu juga mendengarkan komentar negatif dari orang lain. Kita hanya perlu memperbaiki sikap dalam menjalani lika-liku kehidupan. Jadikanlah refleksi terhadap diri, bahwa apa yang kita katakan kepada sekitar dapat berpengaruh besar bagi mereka. Seringkali kita memikirkan apa yang orang lain katakan kepada kita, tetapi justru kita sendiri jarang memperhatikan kata-kata yang kita keluarkan pada mereka.
Ini adalah sebuah pengingat, tugas kita sekarang adalah memberikan pengaruh yang baik bagi sekitar. Ya, hari ini, bukan nanti..
Dan jika kamu masih merasa bingung, merasa hidup masih terombang-ambingkan dalam kapal layar yang belum jelas arah tujuan berlabuhnya, cobalah untuk membuat peta konsep sendiri. Karena hidup itu harus mempunyai prinsip. Ya... kalau kamu ingin menjadi manusia. Agar disaat orang lain mempertanyakan 'mengapa' kita melakukan sesuatu, tentu kita harus memiliki alasan dibalik semua tindakan dan langkah yang kita ambil bukan? Â Kenapa 'mengapa'? Â Karena dibalik kata 'mengapa' itu terdapat sebuah alasan yang menggerakkan sesorang untuk bertindak. Baik itu bertindak untuk kebaikan masa depannya, maupun tindakan yang mungkin saja malah menjerumuskannya pada sebuah kegagalan. Tak apa, karena semuanya membutuhkan proses. Hidup itu sebuah perjalanan, dan manusia adalah sang 'pembelajar'
Banyak orang yang overthinking atas kehidupan yang dijalaninya di dunia ini. Mungkin hal tersebut terjadi karena terlalu membandingkan kehidupannya dengan orang lain, yang berada diatasnya. Yang padahal setiap manusia sudah mempunyai jalurnya masing-masing. Tuhan telah menuliskan skenario terbaik untuk kita. Kita tinggal mencari jalan (ikhtiar) dan menjalani segala skenarioNya.
Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang berguna/bermanfaat bagi orang lain?? Jika kita masih menganggap mistar kehidupan orang lain lebih menarik dibandingkan dengan mistar kehidupan kita, itu karena kita hanya melihat mistar kehidupan orang lain dari halaman luarnya saja. Yang rumputnya nampak selalu lebih segar dan hijau. Padahal, di dalamnya juga terdapat banyak masalah kehidupan yang mereka lalui, yang sama dengan kita atau bahkan lebih berat dari masalah yang kita hadapi.
Kawan... menjadi manusia bukanlah sebuah masalah. Kita patut bersyukur 'menjadi manusia'. Dan jika kamu merasa kehidupanmu terasa begitu rumit, itu karena terkadang kita sendiri yang membuatnya rumit. Sesekali mungkin wajar jika kita merasa lelah, tapi jangan sampai pasrah. Mau jadi apapun kita, bagaimanapun takdir kita, tetaplah dan terus bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Life is always worth it.
Kita hidup untuk bisa merasakan hidup. Kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan yang kita jalani sekarang. Tak perlu terlalu memikirkan masa depan. Banyak hal yang bisa dijalani oleh kita, dan banyak pula hal-hal yang dapat terjadi diluar kendali kita. Jadi jangan terlalu cemas jika ada hasil yang tak berjalan sesuai rencana kita. Karena yaa manusia hanya bisa merencanakan, Tuhan-lah yang menentukan.
Lalu, apa cara terbaik untuk menjadi manusia?? Be Your self! Aku ya aku. Kamu ya kamu. Mereka ya mereka, bukan kita. Banyak-banyaklah mendengar, merasa, membaca, mempelajari banyak hal, dan berbagi cerita. Tak perlu memikirkan akan bagaimana kita di-manusiakan oleh orang lain. Manusiakanlah dirimu dahulu dengan menjadi diri sendiri. Semua orang unik dengan caranya masing-masing. Semoga, kita bukanlah manusia yang lupa memanusiakan manusia.
Tak ada yang terlahir dengan sempurna dan menjadi hebat secara tiba-tiba. Orang lain tidak melihat bagaimana proses yang kita lalui, tidak mempedulikan tantangan maupun masalah yang kita hadapi, tapi yang orang lain lihat itu... hasil yang kita raih nantinya.
Nah, kesimpulannya... untuk menjadi manusia yang manusia kita harus mempunyai prinsip dan menjadi diri sendiri. Karena jika kita terus-terusan mengikuti perkataan orang lain tidak akan ada habisnya. Itulah mengapa kita harus mempunyai prinsip hidup sendiri dan berpegang teguh pada prinsip tersebut. Juga kita harus tahu alasannya mengapa kita memilihi prinsip tersebut. Jangan sampai  cuma ikut-ikutan. Orang lain ke kiri, ikut  ke kiri. Orang lain ke kanan, ikut ke kanan. Orang lain gagal? Masa kamu juga mau ikut gagal?? Hidup harus tetap berlanjut. Nikmati dan sabarlah dalam berproses.
Demikian pembahasan tentang "Menjadi Manusia". Jika ada sudut pandang lain terkait lagu ini, dengan senang hati saya persilakan untuk dapat bertukar pikiran di kolom komentar. Atau mungkin teman-teman bisa membahasnya sendiri melalui artikel teman-teman.
Salam Hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H