Perkembangan sosial anak usia dini adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam psikologi perkembangan. Kedua tokoh terkemuka, Lev Vygotsky dan Jean Piaget, mengemukakan teori yang berbeda mengenai cara anak-anak belajar dan berkembang secara sosial. Meskipun keduanya berfokus pada perkembangan kognitif dan sosial, pendekatan mereka memiliki perbedaan yang signifikan, terutama dalam hal peran lingkungan sosial, budaya, dan interaksi.
1. Teori Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Menurut Lev Vygotsky
Lev Vygotsky adalah tokoh yang mengemukakan teori perkembangan sosial-kultural, yang menekankan bahwa perkembangan kognitif dan sosial anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain dan oleh budaya tempat mereka dibesarkan. Menurut Vygotsky, perkembangan sosial pada anak usia dini tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, karena anak-anak belajar melalui interaksi sosial dan budaya. Berikut adalah beberapa konsep kunci dari teori Vygotsky yang relevan dalam perkembangan sosial anak usia dini:
a. Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Vygotsky memperkenalkan konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD), yang merujuk pada jarak antara apa yang dapat dilakukan anak secara mandiri dan apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan dari orang lain yang lebih berpengetahuan. Pada usia dini, anak-anak sering berada dalam ZPD mereka, di mana mereka mampu melakukan tugas-tugas tertentu dengan sedikit bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih berpengalaman.
ZPD ini menunjukkan bahwa interaksi sosial, terutama dengan orang dewasa atau anak yang lebih tua, memainkan peran kunci dalam membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, ketika seorang anak sedang belajar mengenali huruf atau angka, orang dewasa dapat memberikan petunjuk atau panduan yang membuat proses belajar lebih mudah. Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat melampaui keterbatasan mereka dan mencapai pemahaman yang lebih mendalam.
b. Scaffolding
Konsep scaffolding adalah bentuk dukungan yang diberikan oleh orang dewasa atau individu yang lebih berpengetahuan kepada anak-anak saat mereka belajar sesuatu yang baru. Scaffolding adalah dukungan sementara yang diberikan selama anak belajar, dan secara bertahap dikurangi seiring dengan meningkatnya keterampilan dan pemahaman anak. Pada usia dini, orang dewasa seperti orang tua, guru, atau pengasuh sering kali memberikan scaffolding dalam bentuk penjelasan, demonstrasi, atau dorongan ketika anak menghadapi tantangan baru.
Misalnya, ketika seorang anak belajar berbicara, orang dewasa mungkin memberikan dorongan verbal dan memperbaiki kesalahan mereka dengan cara yang mendukung. Secara bertahap, anak mulai memahami pola bahasa dan akhirnya mampu berbicara secara mandiri tanpa bantuan. Proses scaffolding ini penting dalam perkembangan sosial karena membantu anak-anak mengatasi tantangan kognitif melalui interaksi dengan orang lain.
c. Peran Bahasa dalam Perkembangan Sosial
Vygotsky menekankan bahwa bahasa memainkan peran sentral dalam perkembangan sosial dan kognitif anak-anak. Pada usia dini, bahasa digunakan untuk komunikasi eksternal dengan orang lain, tetapi seiring dengan waktu, bahasa menjadi alat untuk berpikir internal atau berbicara kepada diri sendiri. Ini adalah langkah penting dalam perkembangan sosial karena anak-anak mulai memahami aturan sosial dan norma budaya melalui komunikasi dengan orang dewasa dan teman sebaya.
Bahasa juga memungkinkan anak untuk menginternalisasi pengetahuan dan nilai-nilai sosial. Misalnya, ketika anak-anak berbicara dengan orang dewasa, mereka tidak hanya belajar kata-kata baru tetapi juga mempelajari bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan memahami konsep-konsep sosial seperti berbagi, bekerja sama, dan memahami sudut pandang orang lain.
d. Interaksi Sosial sebagai Inti Pembelajaran
Bagi Vygotsky, pembelajaran sosial pada usia dini sangat bergantung pada interaksi sosial. Anak-anak belajar melalui percakapan, pengamatan, dan imitasi dari orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak usia dini sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat dan dengar dari orang dewasa dan teman sebaya. Interaksi ini memberikan dasar bagi mereka untuk belajar keterampilan sosial dan kognitif yang lebih kompleks.
2. Teori Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Menurut Jean Piaget
Jean Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang menyoroti tahapan-tahapan tertentu yang dilalui anak dalam perkembangan pemikiran mereka. Piaget menekankan bahwa anak-anak belajar dan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan mereka, termasuk lingkungan sosial. Namun, fokus utama Piaget adalah pada eksplorasi individu daripada pada interaksi sosial sebagai sumber utama pembelajaran. Meskipun begitu, ia mengakui bahwa perkembangan sosial menjadi penting pada tahap-tahap tertentu, terutama ketika anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya.
Menurut Piaget, anak-anak usia dini berada dalam tahap praoperasional (sekitar usia 2 hingga 7 tahun), di mana cara berpikir mereka memiliki karakteristik yang unik terkait dengan interaksi sosial dan dunia di sekitar mereka. Dalam teori Piaget, interaksi sosial terjadi lebih secara alami melalui eksplorasi individual daripada pembelajaran yang diarahkan secara eksplisit dari orang dewasa.
Berikut adalah beberapa aspek penting dari perkembangan sosial pada anak usia dini menurut Jean Piaget:
a. Tahap Praoperasional (2-7 Tahun)
Piaget mendefinisikan anak-anak usia dini sebagai berada dalam tahap praoperasional, yang merupakan tahap kedua dari empat tahapan perkembangan kognitif yang ia deskripsikan. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir simbolis, seperti penggunaan bahasa dan gambar, tetapi cara berpikir mereka masih sangat egosentris. Mereka kesulitan memahami perspektif orang lain dan sering kali beranggapan bahwa orang lain melihat dunia sama seperti mereka.
Berikut adalah beberapa ciri khas dari tahap praoperasional yang mempengaruhi perkembangan sosial anak usia dini:
•Egosentrisme: Piaget menjelaskan bahwa anak-anak pada tahap ini cenderung egosentris, yang berarti mereka sulit memahami bahwa orang lain mungkin memiliki sudut pandang, pikiran, atau perasaan yang berbeda dari mereka. Ini mempengaruhi kemampuan mereka untuk berinteraksi secara sosial karena mereka cenderung menganggap bahwa setiap orang berbagi pengalaman dan perspektif yang sama dengan mereka. Contohnya, seorang anak mungkin menganggap bahwa jika mereka menyukai sebuah mainan, semua orang lain juga menyukainya.
•Permainan Simbolis: Pada tahap praoperasional, anak-anak mulai terlibat dalam permainan simbolis, di mana mereka menggunakan objek atau tindakan untuk mewakili sesuatu yang lain. Permainan ini sangat penting dalam perkembangan sosial karena melalui permainan peran, anak-anak belajar memahami peran sosial, hubungan, dan norma-norma sosial. Misalnya, mereka mungkin berpura-pura menjadi orang tua, dokter, atau guru, yang memungkinkan mereka mengeksplorasi peran sosial dalam lingkungan yang aman.
•Pemikiran Animisme dan Artifisialisme: Anak-anak pada tahap ini cenderung memiliki pandangan dunia yang animistik, yaitu keyakinan bahwa benda mati memiliki perasaan atau kehidupan. Selain itu, mereka sering berpikir secara artifisial, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu diciptakan untuk tujuan tertentu oleh manusia. Pemikiran ini memengaruhi cara mereka memahami hubungan sosial, karena mereka belum sepenuhnya mengerti perbedaan antara benda hidup dan benda mati atau alasan di balik tindakan orang lain.
2. Teori Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Menurut Jean Piaget
Piaget percaya bahwa interaksi sosial, terutama dengan teman sebaya, memainkan peran penting dalam perkembangan sosial anak, meskipun ia tidak memberi penekanan sebesar Vygotsky terhadap pengaruh orang dewasa. Menurut Piaget, teman sebaya menyediakan peluang bagi anak-anak untuk belajar tentang kerja sama, negosiasi, dan resolusi konflik. Ketika anak-anak bermain bersama, mereka sering kali harus berhadapan dengan perbedaan pendapat dan kebutuhan, yang memaksa mereka untuk mengembangkan pemahaman tentang perspektif lain dan belajar bekerja sama.
Dalam pandangan Piaget, interaksi dengan teman sebaya lebih berpengaruh daripada interaksi dengan orang dewasa, karena anak-anak merasa sejajar dengan teman sebaya dan lebih cenderung terlibat dalam diskusi dan pertukaran ide. Sementara itu, hubungan dengan orang dewasa sering dianggap hierarkis, di mana orang dewasa memberikan instruksi dan anak-anak mengikuti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H