Mohon tunggu...
Nia Putri Angelina
Nia Putri Angelina Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

In a world where you can be anything, be kind.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ingat Tiga Hal Ini Jika Kamu Beruntung Masih Memiliki Ibu

12 Agustus 2018   02:29 Diperbarui: 18 Mei 2019   13:58 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"My mom is dead. "

Aku mengulangi empat kata tersebut dengan berulang kali sambil menggoyangkan kursi rumah sakit beberapa saat setelah aku menyaksikan sahabat yang kusayangi mengambil nafas terakhirnya.

Saat ini, hampir setahun sejak hari itu. Perasaan yang aku rasakan hari itu belum meninggalkanku, tetapi mereka masih tetap hidup membayangi langkah, hal itu sering mengingatkan bahwa betapa cepatnya ketidaktahuan dapat mendobrak hingga kemudian mengguncang jiwa yang tidak siap kehilangan. 

Dua hari yang lalu saat aku membeli make up di sebuah departement store bersama kakak perempuanku. Seorang pramuniaga mengatakan,

"Wah, orang tua kalian seharusnya memisahkan kalian nih. Bak pinang dibelah dua kalian mirip sekali!"

Bahkan sebelum itu, ditengah obrolan kencan pertama pria itu bertanya,

"Jadi, bagaimana orang tua kamu, kegiatan mereka apa saat ini? Apakah mereka masih bersama? "

Sekitar satu atau dua kali sebulan, biasanya di supermarket tempat biasa aku dan ibu berbelanja. Ada pula yang mengatakan 

"Wow, kamu itu terlihat seperti ibumu yah."

Percakapan santai. Pernyataan yang sopan. Frasa yang kemudian tergali di dalam diriku, mencoba menyeruak hingga ke permukaan.

Kendati demikian, aku sangat mahir mendorong emosi yang menggerogoti diri. Hampir terlalu bagus. Sangat baik, pada kenyataannya, bagi sebagian besar orang mereka beranggapan kalau aku adalah salah satu "orang terkuat" yang pernah mereka temui.

Meskipun kematian ibu tidak terduga, aku cukup yakin bahwa jika kita semua sudah diberikan cap waktu dengan tanggal expiration, tidak akan ada mekanisme penanggulangan yang benar atas bagaimana rasa sakit yang dirasakan akibat hal tersebut.

Berkat hal tersebut aku telah belajar bahwa kesedihan tidak memiliki agenda, tidak ada jadwal. Sebuah komentar dari orang asing, sebuah lagu di radio, tanggal 31 setiap bulan; masing-masing dapat memicu gelombang emosi dan mengubah hari yang cukup baik menjadi hari di mana aku membiarkan pikiran itu mengembara terlalu jauh.

Aku memiliki begitu banyak momen dengan ibu, tetapi ada begitu banyak momen yang tidak akan pernah aku miliki. Merencanakan pernikahan, merawat anak-anak di masa depan, merawat ayahku saat ia semakin tua, menyelenggarakan liburan dan sejenisnya.

Ini adalah beberapa hal yang aku anggap akan aku bagikan dengan ibu. Dia tidak sakit. Dia tidak tua. Dalam pikiranku dia tidak bermaksud untuk pergi hari itu, tetapi dia melakukannya. Tuhan punya rencana yang jauh lebih besar daripada milikku.

Kita belajar ketika kita tumbuh, tetapi kita terkadang tidak tumbuh sampai kita terluka. Terkadang yang hancur, mereka adalah orang-orang yang telah belajar terlalu banyak. Pelajaran yang kami lakukan melemahkan kami, menghancurkan kami, sedikit demi sedikit.

Namun seperti yang aku katakan, aku tidak merasa seperti orang terkuat di luar sana. Aku menangis, berteriak, berbicara keras kepada burung dan kupu-kupu bahwa makhluk-makhluk ini adalah tanda dari langit di surga.

Ketika kehidupan nampak seperti terpotong begitu singkat, aku merasa masih ada pekerjaan yang harus dilakukan di sini di bumi. Tapi ini pekerjaan yang tidak bisa dia lakukan lagi. Dia tidak membesarkan kakakku dan aku dengan cara yang dia lakukan untuk kami hanya duduk dan membiarkan rasa sakit ini menguasai kami terus menerus.

Well jika kamu cukup beruntung masih memiliki ibu, aku ingin mengingatkan tiga hal kecil ini untuk dilakukan

1. Terima setiap pelukan dengan pelukan yang lebih besar lagi.


Sewaktu kita tumbuh dewasa, pelukan dan kasih sayang ibu hanya diperlukan pada saat dibutuhkan. Bukan salam, bukan selamat tinggal. Ini bukan pelukan yang saya bicarakan. Misalnya saja, ketika kamu mampir hanya untuk makan malam ke rumah ibu, kamu bisa mengambil cuciannya yang terlipat. Kejutkan dia. Peluk dia dengan erat dan hingga beberapa detik jangan lepaskan.

2. Pahami nasihatnya yang berasal dari pengalaman bertahun-tahun.


Salah satu hiburan favorit ibuku adalah berbicara tentang kehidupan romansa. Namun salah satu hal yang paling aku sukai adalah mengabaikannya. Dia akan mencoba dan memberi tahu  cara terbaik menangani suatu situasi dan aku akan mengatakan kepadanya bahwa dia tidak tahu seperti apa dunia saat ini. 

3. Ajukan pertanyaan padanya. Tentang hal apapun.


Sejak aku berusia sekitar 12 tahun, aku tahu bahwa aku dapat menanyakan apa pun kepada ibu dan beliau pun akan memberikan jawaban yang jujur. Masalahnya adalah, aku sangat yakin dengan hubungan jujur kami sehingga aku hampir tidak pernah menanyakan apa-apa padanya.

Disamping itu, sebelum beliau menjadi seorang ibu, dia adalah seseorang dan dia mampu membuat semua keputusannya sendiri. Seiring bertambahnya usia orang tua kita, justru kita cenderung berpikir bahwa kita memiliki minat yang terbaik dari mereka.

Saya ingin mengajak kamu untuk berkomunikasi, jangan mendikte. Bagikan pemikiran kamu, buat keputusan penting bersama, dan kenali ibu kamu apa adanya: wanita luar biasa, ibu yang luar biasa, dan sahabat terbaik yang pernah kamu miliki.

Salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun