Â
Perintah Kelima: Realitas Sastra
Yang artinya realitas sastra tidak terbatas hanya sebagai cerminan patuh dari realitas objektif. Ia menambahkan pada realitas objektif sesuatu yang sebelumnya tak ada di sana. Ia memperkaya dan melambungkan realitas primer. Bayangkan -- coba bayangkan dunia tanpa Hamlet atau Don Quixote. Kita takkan berlambat-lambat memahami bahwa Pangeran Denmark dan Ksatria Berparas Duka itu kadar "realitasnya" sebanyak atau lebih tinggi daripada kebanyakan tetangga kita.
Maka sastra membentuk realitas yang tidak bisa menceraikan dirinya dari lingkungan historis --secara fisik, kronologis, geografis, imajinatif---tempatnya berlangsung. Itu sebabnya penting untuk membedakan sastra dari sejarah dengan pertimbangan premis berikut ini: Sejarah --meski terdengar janggal---masuk dalam jagat logika, artinya zona univokal: serbuan Napoleon ke Rusia berlangsung pada 1812. Kreasi sastra, sebaliknya, masuk dalam semesta puitis plurivokal: Apa hasrat-hasrat kontradiktif yang merisaukan batin Natasha Rostova dan Andrei Volkinski dalam novel Tolstoy?
Sastra adalah sebuah bentuk etika dan estetika dalam kehidupan. Tentang bagaimana kita bertingkah, berinteraksi dengan masyarakat luas. Sebab sastra mewakili jadi diri kita masing-masing. Dan kejujuran pribadi seorang sastrawan harus di tegakkan.
Perintah Keenam: Sastra dan Zaman
Sastra mengubah sejarah --apa yang berlangsung di medan tempur Waterloo atau apa yang berlangsung di kamar pengantin Natasha Rostova dan Pierre Bezhukov---ke dalam puisi dan fiksi. Sastra melihat sejarah, dan sejarah mensubordinasikan diri kepada sastra sebab sejarah tak mampu melihat dirinya sendiri tanpa bahasa.
Dari karya-karya sastra peradaban zaman dapat di baca. Menurut saya, karya sastra menasihati tapi tidak melukai. Meskipun sedih akan nampak bersenang hati, itulah yang saya alami ketika menulis puisi.
Â
Perintah Ketujuh: Kritik Sesungguhnya
Begitu terbit, karya sastra tak lagi menjadi milik penulisnya untuk menjadi milik pembaca. Ia juga menjadi sasaran kritik. Dan ketika kubilang "kritik," yang aku maksud adalah sebuah keterampilan yang tidak lebih unggul tidak lebih rendah dibanding karya yang dibahas, tapi lebih bersifat setara. Kritik yang sama tinggi dengan karya yang dikritik. Dialog antara karya dan kritik atasnya.