Untuk posisi kedua di oleh Ratna Andi Irawan, dia sangat suka dengan membaca. Mempunyai berbagai koleksi buku dari berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi menulisnya masih kumat-kumatan. Belum disiplin, belum intens. Ia menulis ketika ada pesanan dan paksaan. (santai bro...)
Padahal penulis adalah perintis bacaan, pelindung buku-buku, perongrong yang ngotot: harga buku mestinya tidak menjadi penghalang bacaan di negara-negara yang lebih miskin atau kelas-kelas tak berpunya. Dirikan perpustakaan-perpustakaan umum yang terbuka untuk semua. Biarkan anak muda tahu bahwa bila mereka tak ada uang untuk membeli buku, ada perpustakaan-perpustakaan umum tempat mereka bisa membaca buku menurut Carlos Fuentes. Â
Â
Perintah Ketiga: Tradisi dan KreasiÂ
Keduanya kusatukan sebab aku yakin betul bahwa tak ada ciptaan sastra baru tanpa topangan tradisi sastra sebelumnya, sebagaimana halnya takkan ada tradisi yang bertahan tanpa kesegaran kreasi baru. Tak ada T. S. Eliot tanpa John Donne---tapi mulai sekarang, tak ada pula John Donne tanpa T. S. Eliot. Dengan begitu penulis di hari kemarin menjadi penulis di hari ini, dan penulis hari ini menjadi penulis hari esok. Hal ini karena pembaca tahu sesuatu yang diabaikan oleh penulis: pembaca tahu masa depan, dan pembaca Don Quixote berikutnya adalah pembaca pertama Don Quixote.
Di Indonesia tradisi menulis kalah dengan tradisi lisan; orang di katakan pintar dan lain sebagainya itu di lihat dari omongannya. Apabila orang tersebut bisa ngoceh dengan berbusa-busa dan mengutip istilah-istilah planet yang jarang di ketuai oleh orang kampung seperti saya, maka orang tersebut di katakan pintar dengan berbagai talenta.
Menulis dalam dunia pendidikan kita sekarang bukan sebagai harga mati. Akan tetapi sebagai pelengkap administrasi. Baru tahun ini pemerintah memberikan sebuah kebijakan yaitu seorang tenaga pendidik harus mampu menulis karya baik ilmiah atau biasa dan harus masuk media. Pemerintah memaksa akhirnya banyak cara untuk menjadi penulis secara cepat dan tepat. Padahal dalam dunia literasi penulis cepat dan tepat tak ada.
Â
Perintah Keempat: Imajinasi
Imajinasi adalah perempuan gila dalam rumahtangga, kata novelis Spanyol Perez Galds. Perempuan gila yang bukan dikurung di loteng seperti dalam fiksi zaman Victoria tapi membuka lebar-lebar semua jendela, menghormat takzim pada vampir-vampir yang tidur di ruang bawah tanah, tapi terbang keluar dan membikin onar di Madrid, Meksiko, atau Manhattan untuk melihat apa yang sesungguhnya berlangsung di kamar-kamar tidur dan ruang-ruang kenegaraan.
Imajinasi (lamunan) bagi seorang penulis melamun adalah sebuah pencarian ide, untuk menghasilkan karya yang dapat menambah ekonomi. Akan tetapi lamunan bukan seorang penulis yang ada adalah kerasukan jin dan sejenisnya. Saya pribadi apabila akan menulis sebuah puisi tentu harus berimajinasi terlebih dahulu, berandai-andai.