Mendengar istilah tukang cukur tradisional, saya langsung teringat tukang cukur asgar singkatan asli Garut. Daerah Garut memang dikenal sebagai daerah pencetak tukang cukur terbanyak di Indonesia.
Sejarah tukang cukur asgar dimulai dari tahun 1920an saat Indonesia masih dijajah, konon kebanyakan pelanggannya adalah orang Belanda bukan pribumi.
Ada organisasi Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG) yang mewadahi para tulang cukur asgar. Organisasi ini masih aktif berkumpul bahkan pernah meluncurkan buku Peradaban Rambut Nusantara di tahun 2019.
Seiring berkembangnya jaman, muncul barbershop yang dikenal lebih mewah dibanding tukang cukur tradisional.
Munculnya BarbershopÂ
Di tahun 2011 an Barbershop mulai menjamur di Indonesia, berawal dari ibu kota yang target pasarnya adalah anak muda. Anak muda yang tentu senang memperhatikan penampilan dan mencari tempat yang nyaman untuk memotong rambut dengan model kekinian.
Dengan tempat strategis di pinggir jalan atau tengah kota, ruangan lebar, ber AC, beberapa kursi tempat cukur, serta peralatan yang lebih canggih.
Ada juga beberapa barbershop yang pangsa pasarnya juga adalah anak kecil, dengan harapan ketika ayahnya potong rambut, anaknya bisa turut serta. Barbershop ini menyediakan kursi yang berbentuk mobil-mobilan atau kereta yang bisa berbunyi dan sedikit bergerak. Membuat si anak nyaman dan tenang saat akan di potong rambutnya.
Tukang cukur tradisionalÂ
Keberadaan tukang cukur tradisional seperti asgar masih banyak diminati dan tidak ditinggalkan pelanggan setianya.
Ayah saya setia dengan Tukang cukur langganannya selama 20 tahun, sebelumnya beliau juga punya tukang cukur langganan. Namun tukang cukur tersebut meninggal dan beliau pindah ke Tukang cukur yang lain.
Usia tukang cukur ini tidak beda jauh dengan ayah saya, ada keakraban yang terjalin antara ayah dan tukang cukur langganannya ini.
Bercerita tentang kabar keluarga masing-masing, tentang berita viral di Indonesia bahkan tentang politik.
Keakraban ini yang menjadi nilai plus bagi tukang cukur tradisional yang tentu tidak dimiliki Barbershop.
Harga lebih murah
Perbedaan harga juga menjadi salah satu pertimbangan utama seseorang masih memilih Tukang cukur tradisional dibanding Barbershop. Dengan hasil yang sama namun selisih harga bisa 10 ribu rupiah, untuk kaum mendang-mending atau kaum menengah tukang cukur tradisional menjadi pilihan karena memikirkan isi kantong.
Barbershop dan tukang cukur tradisional punya pangsa pasar sendiri yang berbeda. Kedua pelanggannya sama-sama royal dan setia.
Tukang cukur tradisional tidak akan terganti, tetap akan ada yang membutuhkan jasa tangan handal mereka. Bukankan rejeki setiap orang sudah diatur oleh tuhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI