Polemik tersebut dimulai dari unggahan Facebook yang ditulis oleh Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional, Thomas Djamaluddin. Beliau menyebut bahwa Muhammadiyah tidak taat dengan keputusan pemerintah terkait penetapan awal Syawal 1444 Hijriyah, dan juga menyinggung permintaan jamaah Muhammadiyah untuk bisa mendapatkan fasilitas shalat Idul Fitri. Kemudian unggahan tersebut dikomentari Andi Pangerang Hasanuddin yang berisi ujaran kebencian berupa penghalalan darah warga Muhammadiyah, yang akhirnya membuat kegaduhan tersebut berbuntut panjang hingga dilaporkan ke polisi. Komentar Andi dan Thomas dianggap menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA.
Namun Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tak ambil pusing dengan pernyataan Andi Pangerang Hasanuddin. Mengutip dari ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dadang Kahmad, beliau meminta warga Muhammadiyah tetap bersikap bijak dan tidak terpancing dengan cemoohan, sinisme, tudingan, dan hujatan dari Andi Pangerang Hasanuddin. Menurut Dadang Kahmad, Muhammadiyah sudah sering mendapatkan pengalaman negatif, seperti pernah dituding kafir saat K. H. Ahmad Dahlan memelopori arah kiblat yang benar secara syariat Islam.
Karena kasus yang telah menjadi buah bibir di kalangan masyarakat, Thomas Djamaluddin akhirnya meminta maaf ke jamaah Muhammadiyah atas kegaduhan yang diperbuatnya dengan Andi Pangerang Hasanuddin. Beliau menjelaskan, komentarnya semata-mata ditujukan sebagai kritik berlandaskan ilmu astronomi yang dipelajarinya. Mengutip dari pernyataan Thomas bahwa beliau tidak mempunyai kebencian dan kedengkian terhadap Muhammadiyah, hanya saja beliau mendorong perubahan untuk bersama-sama untuk mewujudkan kesatuan umat secara nasional.
Padahal ini bukan pertama kalinya lebaran antara Muhammadiyah dan pemerintah jatuh di hari yang berbeda, tetapi masih saja diperdebatkan dan dipermasalahkan.Â
Sebenarnya perbedaan tidak seharusnya menjadi masalah yang dapat menimbulkan perpecahan di antara kalangan masyarakat. Justru dengan adanya perbedaan tersebut memberikan pemahaman mendalam bagi umat islam bahwa ilmu itu sangat luas. Dari perbedaan itulah masyarakat dapat belajar bertenggang rasa dan bertoleransi sebab setiap keputusan yang diambil baik lebaran di Hari Jumat ataupun lebaran di Hari Sabtu, sama-sama mempunyai dasar keilmuan dan landasan dalam menetapkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H