Mohon tunggu...
Nia Dwi Yuniawanti
Nia Dwi Yuniawanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jendral Achmad Yani

Mahasiswi Universitas Jenderal Achmad Yani

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rancangan Undang-Undang Penyiaran Sebagai Ancaman Demokrasi di Indonesia

17 Januari 2025   07:50 Diperbarui: 17 Januari 2025   07:50 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat ditarik simpulan bahwa Demokrasi adalah sistem kerakyatan, dimana kekuasaan di suatu negara secara penuh berada di tangan rakyat. Sehingga para pejabat atau pemerintah di suatu negara yang menganut demokrasi hanyalah sekumpulan orang yang menjalankan mandat yang dibebankan oleh rakyatnya.

Demokrasi dan RUU Penyiaran

Era Reformasi (1998-Sekarang) merupakan gerbang awal masyarakat mampu meraup hak-hak yang sempat terbelenggu di era Rezim Orde Baru. Reformasi menjadi episode baru untuk meniti implementasi demokrasi yang sesungguhnya di Tanah Air. 

Dalam buku karangan Purnawati yang berjudul Perjalanan Demokrasi di Indonesia (2020) menjelaskan bahwa salah satu indikator utama penyelenggaraan demokrasi yang sah di Indonesia adalah adanya kebebasan pers. Hadirnya kebebasan pers ini kemudian menjadi ruang publik yang menjamin dan memastikan partisipasi masyarakat dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. 

Namun, dalam beberapa pekan yang lalu, Indonesia menghadapi tantangan demokrasi yang cukup serius. Publik dibuat risau dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dibersamai dengan pasal-pasal dalam tubuh-nya yang memicu polemik yang cukup panjang, baik dari aktor media maupun warga sipil.

RUU Penyiaran menjadi perhatian karena dianggap berpotensi mengancam kebebasan pers dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Salah satu isu utama dalam rancangan ini adalah adanya pasal-pasal yang dikhawatirkan dapat membatasi kebebasan jurnalistik, termasuk pelarangan praktik jurnalisme investigatif. Ketentuan tersebut dinilai sebagai upaya untuk mengurangi pengawasan terhadap pemerintah sekaligus mengekang kebebasan berekspresi, yang merupakan pilar penting dalam demokrasi. Selain itu, beberapa pasal dalam RUU ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pers yang saat ini berlaku, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini berpotensi melemahkan posisi jurnalis dalam menjalankan tugas mereka, baik dari segi hukum maupun etika.

RUU Penyiaran memberikan kewenangan lebih besar kepada KPI dalam menangani sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi tugas Dewan Pers. Perluasan kewenangan ini menimbulkan kekhawatiran atas meningkatnya kontrol terhadap media dan melemahkan independensi pers. Selain itu, proses penyusunannya dikritik karena kurang transparan dan minim partisipasi publik, sehingga dinilai tidak mencerminkan aspirasi masyarakat. Beberapa ketentuan dalam RUU ini juga dianggap melanggar hak konstitusional, khususnya kebebasan berekspresi dan akses informasi yang dijamin UUD 1945. Jika disahkan, regulasi ini berpotensi melemahkan kebebasan pers, mengancam hak dasar warga negara, dan menjadi kemunduran bagi demokrasi di Indonesia.

Latar Belakang Lahirnya RUU Penyiaran

Percepatan pembahasan RUU Penyiaran didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan regulasi baru yang mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Selain itu, perubahan dalam pola konsumsi media oleh masyarakat turut menjadi alasan penting untuk melakukan pembaruan undang-undang. Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih jelas bagi masyarakat dan pelaku penyiaran, serta mendukung terciptanya ekosistem penyiaran yang lebih sehat, transparan, dan berintegritas di Indonesia.

Komisi I DPR RI berkomitmen mempercepat pembahasan RUU Penyiaran untuk menjawab berbagai tantangan akibat regulasi yang dianggap sudah usang. Langkah ini diambil guna menyesuaikan aturan dengan perkembangan era digital dan melindungi masyarakat dari konten yang tidak sesuai dengan norma budaya Indonesia. Regulasi baru juga diharapkan memperkuat penegakan hukum dengan sanksi yang lebih tegas, menciptakan sistem penyiaran yang lebih tertata, sesuai nilai budaya, serta responsif terhadap perkembangan teknologi.

Namun, beberapa ketentuan dalam draf RUU Penyiaran 2024 menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk Dewan Pers. Mereka mengkhawatirkan pasal-pasal yang berpotensi bertentangan dengan regulasi yang ada, khususnya terkait kebebasan pers dan penyiaran. Regulasi yang dinilai terlalu ketat dikhawatirkan dapat membuka peluang penyalahgunaan kewenangan, seperti penyensoran kritik terhadap pemerintah, sehingga mengancam independensi media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun