Â
Â
Â
Aku selalu menemani giyatni kemanapun ia melakukan aktivitasnya. Di Jogja, Aku hanya tinggal ber-3 dengan simbok dan budeku. Ayah dan ibuku, bekerja di Jakarta mencari nafkah untukku. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Ah, Tiba-tiba aku ingat ketika aku menemani Giyatni ke Gunung Jati  mencari kayu, kami membakar walang (belalang) untuk camilan kami. Aku jadi tertawa geli sekaligus takjub bila mengingatnya. Tertawa karena menyadari, betapa ‘nggragas’ nya kami dulu. serta takjub, karena ternyata walang memiliki unsur protein yang tinggi. Pantas Giyatni sering juara kelas. Kalau aku? Ah jangan ditanya. Malu jawabnya :p
Giyatni, meski hanya anak kampung, otaknya sangat cerdas. Tubuhnya kurus, kaki-kakinya panjang. Jika tersenyum, kalian akan melihat gigi geligi yang tersusun rapi. Makin gemas pokoknya.Â
Hmmm, seperti apa Giyatni sekarang?
Setelah kepindahanku ke jakarta, Aku pernah berjumpa lagi dengannya 5 tahun yang lalu, ketika kami masih duduk di bangku SMA. saat itu ia bercerita dengan penuh semangat, bahwa ia mengikuti organisasi Pecinta Alam di sekolahnya. Saat itu, ia berjanji, akan mengajakku naik gunung suatu saat nanti.
Sekarang aku pulang lagi, di liburan semesterku yang panjang. Ingin menagih janji itu…
tapi Giyatni sudah tidak di sini…Hanya cerita tentangnya saja yang kudengar. Ia sudah menikah, dan pindah ke Solo 2 tahun yang lalu…..