Mohon tunggu...
Ni Putu Novi Ardiyani
Ni Putu Novi Ardiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Pendidikan Ganesha

saya seorang mahasiswa program studi Akuntansi, Universitas Pendidikan Ganesha dan hobi saya memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banten dalam Tradisi Umat Hindu di Bali

10 Juli 2024   15:32 Diperbarui: 10 Juli 2024   15:34 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Air dari uap atau kukus yang diwakili oleh arak.

4. Air dari sari bunga yang diwakili oleh madu.

5. Air dari tanah atau bumi yang diwakili oleh air jernih atau hening.

Selain unsur air sarana upacara juga terdiri dari unsur Api dalam bentuk dupa. Dan tidak lepas dari unsur Angin dalam bentuk asap yang harum.

Dalam sebuah sarana upakara atau banten mempunyai beberapa fungsi yang menentukan tujuan pembuatan dan penggunaannya. Fungsi pertama dari banten adalah sebagai simbolisasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan semua manifestasinya, seperti dalam byakala yang melambangkan Dewa Brahma, durmenggala yang melambangkan Dewa Wisnu, dan prayascita yang melambangkan Dewa Siwa. 

Terutama, banten merupakan wujud rasa syukur umat Hindu atas pemberian kehidupan, anugerah, dan perlindungan pada alam semesta. Fungsi keduanya adalah sebagai upaya untuk menyeimbangkan alam semesta, seperti nyomia bhuta kala agar tidak mengganggu. 

Fungsi ketiga adalah sebagai persembahan, seperti banten gebogan, ajengan, atau tipat kelanan. Fungsi keempat adalah sebagai sarana permohonan, seperti sesayut tulus ayu, sida lungguh, anteng sakti, sida karya, sida purna, amerta dewa, dan lainnya. Fungsi kelima adalah sebagai sarana penyucian, seperti dalam banten byakala, durmanggala, prayascita, caru, dan segehan.

Selain memiliki fungsi, banten juga memiliki makna tertentu sebagaimana dijelaskan dalam lontar yadnya prakerti. Makna banten sebagai asta karaning yadnya adalah bahwa bebantenan merupakan simbol dari diri kita sendiri. Oleh karena itu, ada banten daksina, pejati, atau suci sebagai simbol kepala, jerimpen sebagai simbol tangan, banten pengambean sebagai simbol dada kiri, banten peras sebagai simbol dada kanan, sesayut sebagai simbol perut, dapetan sebagai simbol pusar, dan caru atau segehan sebagai simbol kaki.

Salah satu banten yang paling umum digunakan oleh umat Hindu di Bali adalah banten pejati. Pejati berasal dari kata 'jati' dalam bahasa Bali yang berarti sungguh-sungguh. Dengan awalan 'pa', kata 'jati' menjadi 'pejati', yang maknanya adalah ungkapan dari kesungguhan seseorang. Pejati digunakan sebagai cara untuk mengekspresikan kesungguhan hati kepada Sang Hyang Widhi dan manifestasinya saat hendak melakukan upacara tertentu, banten pejati termasuk dalam kategori banten pokok yang sering digunakan oleh umat Hindu di Bali dalam pelaksanaan Panca Yadnya. 

Contohnya, saat seseorang pertama kali memasuki pura dan bersembahyang, mereka biasanya menghaturkan banten pejati. Sama halnya ketika memohon bantuan dari pemangku atau sulinggih, atau untuk melengkapi upacara lainnya. Sebagian masyarakat Bali juga sering menyebut banten pejati sebagai "Banten Peras Daksina".

Selain itu jenis-jenis banten laiinya adalah:

  • Canang sari yang merupakan persembahan atau banten yang sangat lazim dalam praktik agama Hindu di Bali. Ini terdiri dari sebuah wadah kecil yang diisi dengan berbagai macam bahan seperti daun kelapa, bunga-bungaan, nasi, buah-buahan, dan kue-kue kecil. Canang sari umumnya digunakan untuk mebanten sehari-hari dirumah, atau tempat-tempat suci lainnya sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewi dalam kepercayaan Hindu. Tindakan ini mencerminkan rasa syukur dan penghargaan atas berkah yang diterima dari dewa-dewi.
  • Banten sesajen merupakan persembahan banten yang lebih besar dan kompleks, biasanya terdiri dari berbagai jenis makanan, buah-buahan, kembang, dan perlengkapan lainnya yang diatur dengan indah di atas sebuah nampan atau wadah khusus. Banten sesajen ini biasanya disajikan dalam upacara-upacara besar seperti odalan, pernikahan, atau upacara keagamaan lainnya.
  • Banten gebogan adalah persembahan banten berbentuk tumpukan buah-buahan dan kembang yang dihias secara menarik. Banten ini terdiri dari beberapa tingkat yang diisi dengan berbagai macam buah-buahan seperti pisang, jeruk, nanas dan masih banyak lagi. Digunakan dalam upacara keagamaan dan sering sebagai hiasan dalam perayaan Hindu seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan.
  • Banten pajegan adalah banten yang dibuat untuk persembahan dalam bentuk patung miniatur dari bahan seperti nasi atau adonan tepung beras. Patung-patung ini dihias dengan daun-daunan, sayuran, dan rempah-rempah, biasanya digunakan dalam upacara kecil atau pemujaan pribadi di rumah.
  • Banten penjor adalah persembahan banten berbentuk tiang bambu yang dihiasi dengan dedaunan, kembang, dan hiasan lainnya. Biasanya ditemukan saat perayaan Hari Raya Galungan di Bali, dipasang di depan rumah sebagai simbol kesuburan dan keberuntungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun